Metode Pengolahan dan Analisis Data
                                                                                Proses pengepresan dilakukan untuk memperhalus tekstur bahan kulit, proses ini dilakukan  di  Balai  Besar  Penelitian  dan  Pengembagan  Kulit,  Karet  dan  Plastik
yang berada di Jalan Sukonandi no.9 Yogyakarta. Waktu yang dibutuhkan untuk proses pengepresan adalah satu jam. Tahapan proses 1-4 sudah jarang dilakukan
pengusaha kulit Manding saat ini, karena meraka telah membeli bahan kulit jadi yang siap dipola.
5.  Pembuatan Pola Pembuatan  pola  sepatu  diawali  dengan  pembuatan  pola  dasar  menggunakan
kertas  manila,  selanjutnya  pembuatan  pola  jadi.  Pola  jadi  merupakan  pola  dasar yang diberi penambahan pada disetiap lipatan, untuk lipatan biasa ditambahkan 1-
3  mm,  untuk  tumpangan  dalam  penjahitan  diberi  penambahan  5-10  mm, sedangkan  untuk  bagian  bawah  atau  lasting  diberi  penambahan  30-50  mm.  Pola
jadi  yang  sudah  dibuat  kemudian  dipolakan  pada  bahan  pokok  yang  digunakan seperti kulit, kain pelapis, kertas karton, atau sesuai dengan bahan baku pembantu
yang digunakan. 6.  Pemotongan
Pemotongan  dilakukan  sesuai  dengan  pola  yang  telah  dibuat.  Pemotogan  bahan lebih  baik  menggunakan  pisau  cutter  agar  permukaan  hasil  pemotongan  lebih
rapi, dibanding pemotongan dengan gunting. Untuk produk dari kulit sapi, setelah proses  pemotongan  dilakukan  penyesetan  dengan  mesin  seset  untuk
menghaluskan permukaan potongan kulit, sehingga lebih mudah untuk dijahit. 7.  Pengecatan
Pengecetan  dilakukan  agar  cat  kulit  lebih  awet  dan  tidak  mudah  pudar.  Khusus kulit  pari,  sebelum  proses  pegecaran  dilakukan  proses  penggerindaan  dan
pengamplasan atau buffing. Penggerindaan adalah proses penghilangan sisik ikan pari  sesuai  dengan  pola  jahitan  menggunakan  mesin  gerinda.  Setelah
penggerindaan  dilakukan  proses  pengampasan  atau  buffing  pada  bagian mutiaranya.  Proses  buffing  bertujuan  agar  pengecatan  lebih  optimal  dan  merata.
Selanjutnya  dilakukan  proses  pengecatan,  untuk  bahan  kulit  pari  pengecatan dilakukan dua tahap, tahap pertama pengecatan menggunakan cat air, tahap ini cat
dioleskan  menggunakan  kuas  pada  bagian  mutiaranya,  kemudian  kering anginkan.  Tahap  kedua  merupakan  pengecatan  dengan  cat  minyak  dicampur
hardener secukupnya, pengecatan tahap kedua dilakukan dengan spray gun. 8.  Pengeleman
Komponen produk kulit yang telah dicat kemudian dirangkai membentuk produk yang  dikehendaki  menggunakan  lem  selanjutnya  dijahit  menjadi  produk  kulit.
Adapun  lem  yang  biasa  digunakan  adalah  lem  fox  dan  lem  lateks.  Pengeleman dilakukan  untuk  memperkuat  sambungan  dari  bagian-bagian  produk  serta
mempermudah proses penjahitan. 9.  Pemasangan Kain
Proses ini diperlukan untuk produk  yang memerlukan lapisan kain dalam seperti tas, topi, dan boks. Kain pelapis dalam dapat dipasang dengan proses pengeleman
atau penjahitan tergantung dari jenis produknya. 10. Penjahitan
Penjahitan dilakukan dengan mesin jahit, sedangkan untuk bahan yang lebih tebal dilakukan dengan mesin bumbung, penjahitan juga dapat dilakukan secara manual
sebagai  peleengkap  asesoris  seperti  pada  produk  souvenir.  Produk  sepatu  kulit setelah  proses  penjahitan  akan  mengalami  proses  lasting  dan  memasangan  sol
sepatu. 11. Perangkaian asesoris
Asesoris  yang  yang  digunakan  terdiri  dari  berbagai  jenis  dan  ukuran  sesuai dengan desain awal, berupa ring, gesper, resliting, knob, kancing dan gesper.
12. Pengecekan ulang Pengecekan  ulang  dilakukan  untuk  memastikan  kerapian  jahitan,  dan
kesempurnaan penempelan bagian-bagian produk. Permukaan produk dibersihkan dari sisa bahan baku dan bahan pembantu seperti benang, sisa asesoris, dan lem.
13. Finishing Pada  proses  ini  diberikan  bahan  Lak  agar  permukaan  produk  terlihat  mengkilap
dan  halus.  Penambahan  bahan  tersebut  dilakukan  dengan  menggunakan kompresor sehingga hasilnya lebih rapi dan merata diseluruh permukaan produk.
Untuk produk yang mempunyai mutu lebih rendah seperti kulit kambing tidak ada penambahan lak. Setelah proses finishing selesai, produk jadi siap untuk dikemas
dan disimpan.
Pemasaran
Secara umum pemasaran produk kulit Manding dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu ; 1.  Pemasaran lokal
Produk kulit Manding juga dijual di sekitar Yoyakarta, seperti daerah Malioboro, pasar  Bringharjo,  dan  daerah  wisata  seperti  Borobudur  dan  Prambanan,  karena
lokasi  tersebut  dirasa  strategis  untuk  memasarkan  produk  kulit  Manding.  Di Dusun  Manding  juga  berdiri  showroom-showroom  yang  menjual  produk  kulit
kepada  konsumen  yang  datang  langsung  ke  lokasi.  Lokasi  Manding  yang strategis,  yaitu  yang  dilewati  jalur  wisatawan  ke  pantai  Parangtritis,  serta  nama
besar Dusun Manding yang dikenal masyarakat sebagai penghasil produk kulit. 2.  Pemasaran luar kota
Pemesanan  dilakukan  oleh  pihak  luar  kota  Yogyakarta,  baik  secara  perorangan maupun  pihak  toko  yang  akan  dijual  kembali.  Pasar  luar  kota  produk  Manding
meliputi  Lampung,  Jakarta,  Jatijajar,  Magelang,  Pati,  Aceh,  Magetan,  Kalasan, Sumatra, Purwokerto, Semarang, Cilacap, Kalimantan, dan Papua. Sebagian besar
produk kulit  Manding dipasarkan ke  Bali karena  beberapa pembuat produk kulit Manding pada awalnya bekerja di Bali sebagai pengrajin dan kembali ke Manding
untuk  mendirikan  UKM  sendiri  sehingga  memiliki  jaringan  pemasaran  di  Bali. Selain itu bali merupakan daerah wisata yang banyak dikunjungi wisatawan asing
sehingga strategis untuk dijadikan pasar produk kulit Manding. 3.  Pemasaran ekspor
Produk dipesan dari buyer luar negeri, biasanya buyer perorangan. Jumlah, mutu dan  Desain  sesuai  dengan  keinginan  pemesan.  Dalam  hal  ini  pelaku  bisnis
berhubungan  langsung  dengan  pemesan  tersebut.  Saat  ini  pasar  ekspor  produk kulit  Manding  meliputi  negara  Jerman,  Belgia,  Cina,  Amerika,  Eropa,  Korea,
Jepang, Singapura, Denmark, dan Turki.
Promosi  yang  dilakukan  pelaku  industri  kulit  Manding  masih  sangat  minimal,  yaitu melalui  kartu  nama,  dan  terkadang  mengikuti  pameran  yang  diselenggarakan
Pemerintah daerah Bantul. Media internet masih belum digunakan.
Struktur Organisasi
Sistem  kelembagaan  atau  struktur  organisasi  merupakan  kerangka  yang menunjukan  batasan  tugas  dan  wewenang  masing-masing  personil  dalam  kelompok
organisasi,  yang  dilakukan  untuk  menghindari  tumpang  tindihnya  suatu  tugas  serta untuk  memperjelas  tugas  masing-masing  jabatan  pada  suatu  perusahaan.  Selain  itu
juga  mempermudah  pelaksanaan  dalam  rangka  pencapaian  tujuan  yang  telah ditetapkan.  Secara  umum,  struktur  organisasi  industri  Manding  sangat  sederhana,
karena  memang  IKM.  Struktur  organisasi  terdiri  dari  pemimpin  sebagai  pemilik usaha, yang membawahi bagian produksi dan bagian penjualan.
Ketenagakerjaan
Pengusaha  kulit  Manding  umumnya  memiliki  pekerja  antara  5  sampai  19 orang  tenaga  kerja,  bahkan  juga  yang  hanya  memiliki  4  pekerja.  Ini  menunjukan
pengusaha  Manding  umumnya  berskala  kecil.  Pekerja  pria  difokuskan  untuk produksi, sedangkan pekerja wanita ditugaskan untuk melayani pembeli, mengepack
produk,  finishing  produk,  dan  membersihkan  showroom  dan  ruang  produksi.  Dari segi pendidikan 56  pengrajin berpendidikan SD; 6,6 berpendidikan SLTA; 30
berpendidikan SMA dan sisanya berpendidikan diatas SMA.
Identifikasi  permasalahan  pada  penelitian  ini  dilakukan  dengan  diskusi dengan  empat  pakar  industri  kulit  di  Kabupaten  Bantul,  penyebaran  kuesioner
terhadap lima pelaku industri kulit di Manding, 30 konsumen produk kulit Manding, serta data sekunder berdasarkan penelitian sebelumnya dan teori  terkait. Permasalah
utama  yang  dihadapi  industri  kulit  Manding  adalah  masalah  pemasaran. Permasalahan  dalam  bidang  pemasaran  memang  dikeluhkan  sebagian  besar  pelaku
industri  kulit  di  Manding,  dari  hasil  survey  yang  dilakukan  dinas  perindustrian
Kabupaten  Bantul  kepada  seluru  pengrajin  kulit  Manding  yang  berjumlah  30 orang,diperoleh  hasil  yaitu  51,1  pengrajin  memiliki  permasalahan  dalam  hal
pemasaran, 28,9 memiliki permasalahan permodalan, 20 permasalahan lain-lain. Permasalahan lain-lain umumnya menyangkut kurangnya tenaga kerja terampil.
Menurut  para  pakar  kondisi  persaingan  industri  kulit  di  Bantul  cukup  ketat melihat  jumlah  permintaan  dan  jumlah  produsen,  namun  pengrajin  Manding  masih
buruk dalam hal pemasaran, promosi, dan inovasi Desain produk. Pengrajin Manding tidak  agresif  dan  hanya  menunggu  konsumen  atau  buyer  datang  terlihat  dengan
rendahnya  kegiatan  promosi  yang  dilakukan.  Sempitnya  jaringan  kerjasama  juga penyebab  rendahnya  penjualan.  Inovasi  Desain  produk  masih  sangat  rendah,  para
pengrajin  masih  tergantng  pada  model  yang  diinginkan  buyer  dalam  jumlah  besar. Seharusnya  dengan  mutu  baik  dan  harga  yang  bersaing  serta  nama  besar  yang
dimiliki  Manding,  para  pengrajin  dapat  menarik  banyak  konsumen.  Rendahnya kualitas  sumber  daya  manusia  dalam  mengelola  keuangan  dan  administrasi  juga
menjadi  permasalahan  para  pelaku  industri  kulit  di  Manding.  Permasalahan  bahan baku yang dirasa mahal disebabkan penyesuaian harga jual kulit dalam negeri dengan
harga  jual  kulit  yang  dieksport,  ini  juga  disebabkan  kecilnya  modal  pengrajin sehingga harga bahan baku dirasa mahal, dan bagi pengrajin kulit di Manding harga
bahan baku merupakan komponen utama penentuan harga jual produk. Permasalahan  ini  juga  terlihat  dari  saran  konsumen  yang  banyak
menyinggung  kurangnya  inovasi  model  produk  yang  sesuai  trend,  serta  masih minimnya  informasi  yang  didapatkan  tentang  produk-produk  industri  kulit  Manding
di  media  cetak  maupun  media  internet.  Kuesioner  untuk  konsumen  merupakan sumber  masukan  bagi  industri  kulit  di  Manding.  Beberapa  saran  konsumen  antara
lain:  pemberian  merk  dagang  sebagai  identitas  produk  asli  pengrajin  Manding  15 konsumen;  peningkatan  model  produk  sesuai  trend  10  orang;  pertahankan  mutu
produk  9  orang;  pertahankan  harga  bersaing  7  orang;  tingkatkan  promosi  dan sebaiknya  disediakan  penjualan  online  5  orang;  serta  masukan  tentang  kualitas
pelayanan, sarana prasarana, dan pertahankan daya tahan produk.
Hasil  penyebaran  kuesioner  kepada  30  responden  sebagai  konsumen  produk Manding  yang  menjaring  informasi  mengenai  penilaian  presepsi  produk  kulit,
dibandingkan  dengan  harapan  konsumen  untuk  produk  kulit,  dengan  variabel penilaian  produk  meliputi  model,  warna,  harga,  daya  tahan,  kenyamanan,  jahitan,
bahan,  dan  ketersediaan.  Maka  diperoleh  data  bahwa  variabel  model  dan  warna memiliki  nilai  yang  cukup  jauh  dari  harapan.  Variabel  model  harapan  konsumen
mencapai nilai 3,87 sedangkan penilaian produk Manding hanya 3,40. Variabel warna harapan  konsumen  mencapai  nilai  3,87  sedangkan  penilaian  produk  Manding  3,40.
Variabel  kenyamanan  dan  variabel  jahitan  memiliki  nilai  harapan  konsumen  3,97 sedangkan  nilai  produk  Manding  3,57.  Variabel  daya  tahan  nilai  harapan  konsumen
3,97 sedangakan nilai produk Manding 3,60. Variabel bahan nilai harapan konsumen 3,87 sedangakan nilai produk Manding 3,50. Variabel harga nilai harapan konsumen
3,83  sedangkan  nilai  produk  Manding  3,50.  Variabel  ketersediaan  produk  nilai harapan  konsumen  mencapai  3,80  sedangakan  nilai  produk  Manding  3,63.  Variabel
asesoris  produk  Manding  justru  memiliki  nilai  yang  lebih  tinggi  dari  harapan,  yaitu 2,83  untuk  harapan  sedangkan  nilai  produk  Manding  3,07,  Sehingga  dapat
disimpulkan  konsumen  Manding  lebih  menyukai  produk  yang  simple  asesoris, sedangkan  produk  Manding  menawaarkan  produk  dengan  asesoris  yang  sedikit
berlebih. Skala yang digunakan dalam penilaian adalah  1 = Tidak Baik; 2 = Kurang Baik;  3  =  Baik;  4  =  Sangat  Baik.  Variabel  model  dan  warna  terkait  dengan
pengembangan  atau  inovasi  Desain  produk.  Data  ini  menunjukan  bahwa  variabel model  dan  warna  produk  kulit  Manding  diluar  harapan  konsumen,  sehingga  sangat
penting untuk diperbaiki. Hasil  diskusi  dengan  pengrajin  dan  pakar  menunjukan  bahwa  rendahnya
pengembangan  produk  disebabkan  rendahnya  pengetahuan  pelaku  industri  tentang trend  model  yang  sedang  digemari,  serta  masih  tergantungnya  pelaku  industri  pada
buyer  yang  biasanya  menginginkan  model  sesuai  pesanan,  sehingga  pelaku  industri kurang  berinisiatif  untuk  berkreasi  menghasilkan  model-model  baru,  selain  itu
pengrajin  juga  kurang  mampu  untuk  memodifikasi  model  yang  telah  ada. Permasalahan  lain  yang  masih  menyangkut  pengembangan  produk  adalah  saat  ada
pemesan  yang  menginginkan  produk  kulit  dengan  kombinasi  kulit  ikan  pari,  pelaku industri  mengaku  memiliki  keterbatasan  sumber  daya,  baik  sumber  daya  manusia
maupun peralatan khusus untuk mengolah kulit pari. Permasalahan  di  Manding  juga  diungkap  oleh  Tobing  2009  dimana  hanya
30  pengrajin  yang  mendapatkan  pinjaman  modal  dari  bank,  sedangkan  70 mengandalkan  modal  sendiri  dari  hasil  penjualan  tanah  atau  ternak.  Ini  disebabkan
administrasi  peminjaman  modal  dibank  dirasa  rumit,  bunga  pinjaman  dinilai  cukup tinggi, serta pengrajin umumnya tidak memiliki agunan untuk peminjaman. Promosi
yang  dilakukan  juga  cukup  sederhana,  yaitu  43  pengrajin  hanya  melalui  omongan orang  ke  orang  yang  berjualan  di  Malioboro  atau  Bringharjo,  dan  57  pengrajin
dengan  mengikuti  pameran  yang  diselenggarakan  pemerintah  daerah  Kabupaten Bantul.
Peneliti  menyimpulkan  permasalahan  yang  menyebabkan  rendahnya  daya saing industri kulit di sentra industri kulit Manding adalah permasalahan pemasaran,
permodalan  serta  rendahnya  ketrampilan  tenaga  kerja  dalam  mengelola  bisnis. Masalah pemasaran disebabkan sempitnya jaringan kerjasama pemasaran, rendahnya
tingkat  inovasi  Desain  produk,  serta  kurangnya  kegiatan  promosi.  Masalah  modal disebabkan  kesukaran  administrasi  pengajuan  pinjaman,  tidak  memiliki  agunan
pinjaman, serta tingginya harga bahan baku. Masalah kurang trampilnya tenaga kerja dipengaruhi  oleh  tingkat  pendidikan  yang  relatif  rendah,  kurangnya  pelatihan,  serta
sifat  pasif  tenaga  kerja  dalam  berinovasi  dan  menarik  konsumen.  Permasalahan  ini sesuai  dengan  permasalahan  IKM  pada  umumnya  yang  diungkapkan  Lestari  2005
bahwa  Sebagai  entitas  bisnis  maka  IKM  juga  menghadapi  beberapa  masalah,  yaitu masalah  permodalan,  masalah  administrasi  keuangan,  masalah  kaderisasi  dan
masalah pengelolaan tunggal, hanya saja permasalahan utama di sentra industri kulit Manding adalah permasalahan pemasaran.
                