[44]
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian RI
B. Permasalahan
1. Masih kurangnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya konsumsi beragam, bergizi seimbang dan aman
Saat ini pengetahuan masyarakat terhadap konsumsi pangan beragam bergizi seimbang dan aman masih kurang. Sebagian masyarakat masih memiliki prinsip
“asal kenyang”. Kondisi ini akan menyebabkan ketidakseimbangan asupan gizi yang pada akhirnya akan berpengaruh kepada gizi kurang maupun gizi lebih.
Pengetahuan yang kurang akan menimbulkan bermacam permasalahan seperti salah pemilihan jenis dan jumlah makanan, cara mengolah bahan makanan yang
kurang tepat, sehingga banyak zat gizi yang hilang serta kurangnya kesadaran dalam memanfaatkan potensi alam secara berkelanjutan.
2. Terbatasnya ketersediaan dan akses terhadap inovasi teknologi
Pengembangan teknologi tepat guna sangat diperlukan baik untuk memproduksi maupun mengolah bahan pangan terutama pangan lokal non beras, guna
meningkatkan nilai tambah dan nilai sosialnya. Namun ketersediaan dan akses terhadap teknologi semacam itu diindikasikan kurang memadai. Disamping itu,
teknologi yang dikembangkan oleh berbagai lembaga penelitian dan perguruan tinggi juga belum bebas diakses oleh para pelaku usaha.
Kondisi keterbatasan di atas, akan menjadi hambatan bagi pengembangan pangan lokal. Peran perguruan tinggi menjadi penting dalam mengatasi permasalahan
keterbatasan ketersediaan dan akses terhadap teknologi pangan lokal.
3. Keberagaman varietas yang ditanam oleh masyarakat.
Sebagaimana kondisi Indonesia yang mempunyai keanekaragaman hayati nomor dua di dunia, begitu juga dengan varietas tanaman pangan lokal yang dimiliki
memberikan banyak pilihan bagi masyarakat untuk mengembangkannya. Namun untuk keperluan industri pengolahan maka perlu ditentukan jenis varietas yang
ROADMAP DEPTAN.indb 44 2152013 7:35:37 PM
[45]
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian RI
DIVERSIFIKASI PANGAN
TAHUN 2011 - 2015
ditanam petani dan sesuai dengan kebutuhan industri yang bersangkutan agar produk olahannya dapat dibuat dengan standar kualitas dan kemasan yang lebih
baik.
4. Kurangnya dukungan permodalan untuk produksi maupun untuk pengolahan karena skim kredit yang ada belum dapat
digunakan untuk pengembangan bahan baku pangan lokal.
Modal merupakan hal yang sangat utama untuk keberlanjutan usaha. Selama ini, para petani dan pengolah tepung yang berbahan baku lokal seperti ubi kayu,
sagu, ganyong, dan lain sebagainya merasa kesulitan dalam mengajukan modal kepada lembaga keuangan, seperti perbankan, koperasi maupun fasilitas kredit
yang ditawarkan pemerintah lainnya. Kelompok dan jenis usaha yang dilakukan belum cukup meyakinkan lembaga keuangan untuk mendapatkan dana sebagai
bantuan modal.
5. Harga bahan baku pangan lokal masih belum stabil dan relatif lebih tinggi daripada harga terigu, sehingga harga produk
akhir juga cenderung lebih tinggi.
Kontinuitas ketersediaan bahan baku sangat berpengaruh pada harga. Semakin banyak permintaan dan penawaran sedikit, maka harga bahan baku pangan lokal
cenderung mahal, begitu pula sebaliknya. Pada musim panen, harga cenderung turun. Kondisi ini menyebabkan luktuasi harga yang sangat signiikan dan
merugikan petani maupun para pelaku usaha dan industri. Untuk itu perlu ada kerjasama kemitraan yang saling menguntungkan antara petani dan pelaku
usaha industri pangan untuk menjamin kontinuitas pasokan dan harga yang adil bagi kedua belah pihak.
6. Belum ada jaminan keamanan produk pangan lokal yang dihasilkan