[40]
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian RI
A. Tantangan
Tantangan utama yang dihadapi dalam upaya percepatan diversiikasi konsumsi pangan, adalah:
1. Meningkatnya jumlah penduduk
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah 1,3 per tahun, sehingga pada tahun 2009 penduduk Indonesia
diprakirakan sejumlah 231.369.500 jiwa. Namun berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 237.556.363 jiwa,
meningkat sebesar 2,67 dari prakiraan jumlah penduduk tahun 2009. Laju pertumbuhan jumlah penduduk ini menuntut adanya ketersediaan pangan
dalam jumlah yang cukup, harga terjangkau dan tersedia di setiap saat, hal ini merupakan tantangan yang sangat besar. Ditambah lagi dengan kebijakan
pemerintah yang masih lebih terfokus kepada penyediaan beras pangan pokok tanpa disertai pertimbangan yang memadai bagi peningkatan produksi
pengadaan pangan yang berbasis sumber daya lokal seperti umbi-umbian yang selain dapat berfungsi sebagai sumber karbohidrat, juga sumber serat.
Mengonsumsi beras tetap harus dilengkapi dengan umbi-umbian karena dapat melengkapi fungsi gizi dari beras.
TANTANGAN, PERMASALAHAN DAN
PELUANG
3
ROADMAP DEPTAN.indb 40 2152013 7:35:37 PM
[41]
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian RI
DIVERSIFIKASI PANGAN
TAHUN 2011 - 2015
2. Globalisasi perdagangan dan pergeseran pola konsumsi pangan masyarakat ke arah pangan yang lebih instan
Semakin terbukanya perdagangan global dan dihapuskannya hambatan perdagangan berakibat pada menjamurnya produk pangan impor dengan jenis-
jenis pangan yang tidak seluruhnya dapat dikembangkan di dalam negeri. Aneka pangan impor baik bahan mentah gandum, aneka sayuran, aneka buah, daging,
ikan, susu, dan sebagainya, hingga berbagai jenis pangan siap saji tinggi lemak dan gula namun rendah serat dan karbohidrat kompleks membawa perubahan
pada semakin banyaknya jenis-jenis pangan yang tidak dapat diproduksi secara lokal namun masuk dalam pola konsumsi pangan. Menjamurnya restoran yang
menyajikan makanan siap saji ini telah menggeser kebiasaan makan di rumah dan konsumsi pangan tinggi serat rendah gula yang biasa disiapkan di rumah.
Disamping itu seiring dengan perkembangankemajuan teknologi, peningkatan status sosial-ekonomi masyarakat yang diikuti dengan gaya hidup yang lebih
“modern” yang menuntut masyarakat untuk bergerak lebih cepat mendorong pemilihan konsumsi makanan serba instant. Ditinjau dari pandangan ilmu gizi
perubahan perilaku tersebut dapat meningkatkan peluang terjadinya masalah gizi lebih, obesitas dan penyakit degeneratif Baliwati dkk, 2004.
3. Masih rendahnya tingkat konsumsi pangan sumber protein, vitamin dan mineral serta tingginya konsumsi beras dan
terigu
Kondisi pola konsumsi pangan masyarakat yang masih didominasi oleh beraspadi, perlu mendapat perhatian dengan menurunkan konsumsi beras dan meningkatkan
konsumsi umbi-umbian dari kelompok sumber karbohidrat. Di samping itu, perlu pula meningkatkan konsumsi produk ternak dan ikan sebagai sumber protein;
serta sayuran dan buah sebagai sumber vitamin, mineral dan zat gizi lainnya. Kualitas konsumsi masyarakat pada tahun 2010 untuk kelompok pangan hewani serta
sayuran dan buah masih di bawah target Pola Pangan Harapan PPH. Sebagai contoh, kontribusi kelompok pangan hewani sebagai salah satu sumber protein terhadap
ROADMAP DEPTAN.indb 41 2152013 7:35:37 PM
[42]
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian RI
skor PPH masih 16,1 sedangkan skor idealnya adalah sebesar 24,0. Rendahnya konsumsi protein hewani sangat erat hubungannya dengan daya beli masyarakat.
Namun protein nabati dari kacang-kacangan seperti kedelai, dapat menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan protein dan pola makan namun ketersediaan aneka
kacang-kacangan sebagai sumber protein nabati, relatif masih kurang memadai.
4. Penggunaan bahan baku pangan lokal masih terkendala dengan masalah kontinuitas ketersediaan yang belum stabil
dan mutunya sangat beragam.
Di tataran produsen maupun petani, belum dapat menjamin secara penuh untuk menjaga kesinambungan tersedianya bahan baku pangan lokal secara terus –menerus
sepanjang waktu. Ketersediaan bahan baku pangan lokal masih sangat dipengaruhi oleh faktor musim panen. Pada saat panen tiba, bahan baku pangan lokal melimpah di
pasaran, namun sebaliknya jika bukan musimnya akan sangat sulit didapatkan. Dalam kondisi seperti ini diperlukan investasi untuk memproduksi bahan baku
pangan lokal secara lebih berkesinambungan dan menghasilkan produk yang memenuhi kebutuhan standar yang diinginkan oleh industri dan mempunyai
daya simpan, sehingga ketersediaannya terdistribusi sepanjang tahun. Pola kemitraan antara pihak industri dan petani produsen merupakan solusi saling
menguntungkan yang perlu dikembangkan. Disamping itu untuk menjamin kontinuitas produksi, pendekatan dengan pengembangan food estate juga cukup
baik, terutama di luar Jawa. Perlu ada upaya membangun sinergitas di antara sektor hilir industri pengolah dengan sektor hulu produsen agar suplai bahan
baku dapat lebih terjamin, dan industri pengolah dapat merencanakan produksi dengan standar kualitas yang lebih baik.
5. Kebijakan produksi pertanian belum mempertimbangkan kecukupan gizi