Efficiency Time of Handling Process from Unloading until Packaging in Fresh and Loin Tuna Industrialat Nizam Zachman Jakarta Ocean Fishing Port

(1)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP ZACHMAN JAKARTA

ARRAHMY FEBRINA

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Efisiensi Waktu Penanganan Tuna dari Proses Pembongkaran sampai Pengemasan pada Industri Tuna Segar dan Loin di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulislain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

Arrahmy Febrina C44080047


(3)

ARRAHMY FEBRINA, C44080047. Efisiensi Waktu Penanganan Tuna dari Proses Pembongkaran sampai Pengemasan pada Industri Tuna Segar dan Loin di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. Dibimbing oleh JULIA EKA ASTARINI dan SUGENG HARI WISUDO.

Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) merupakan salah satu pelabuhan yang memiliki aktivitas perikanan yang besar. Adapun upaya dalam menunjang kegiatan perikanan, pengolahan dan pemasaran produk ini, PPSNZJ memiliki sarana dan prasarana pendukung berupa industri/perusahaan di dalamnya.Ikan tuna merupakan salah satu komoditas perikanan Indonesia yang bernilai jual tinggi sehingga mampu menembus pasar Internasional. Oleh karena itu, ikan tuna memerlukan penanganan yang baik agar kualitasnya tetap terjaga. Salah satu unsure penilaian suatu produk perikanan bernilai tinggi adalah tingkat kesegarannya. Tingkat kesegaran ikan terkait dengan kecepatan dan proses penanganan ikan, mulai dari dilakukan pembongkaran hingga tahapan pengemasan. Untuk meningkatkan peluang efisiensi waktu penanganan tuna ini, hendaknya terlebih dahulu mengetahui jalur-jalur kritis yang terjadi saat proses penanganan agar dapat dilakukan perbaikan sehingga diperoleh nilai efisiensi yang lebih baik. Penelitian dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2012 di PPSNZJ bertempat di Industri tuna segar/tuna landing center yaitu Transit 16 dan indutri tuna loin (PT. Awindo International). Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus yaitu melakukan analisis jaringan kerja Critical Path Method (CPM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aliran kerja di industri tuna segar dan industri tuna loin sudah bisa dikatakan efisien dengan peluang efisiensi waktu penanganan di industri tuna segar sebesar 94,06% dan peluang efisiensi waktu penanganan di industri tuna loin sebesar 90,66%. Ada beberapa alternatif yang ditawarkan untuk meningkatkan nilai peluang efisiensi tersebut pada beberapa jalur kritis yang ditemukan, diantaranya dengan penambahan tenaga kerja dan fasilitas penanganan, seperti alat penimbangan.

Kata kunci : Efisiensi, industri tuna, jalur kritis, penanganan tuna, PPS Nizam Zachman Jakarta


(4)

ARRAHMY FEBRINA, C44080047.Efficiency Time of Handling Process from Unloading until Packaging in Fresh and Loin Tuna Industrialat Nizam Zachman Jakarta Ocean Fishing Port. Supervised by JULIA EKA ASTARINI andSUGENG HARI WISUDO.

Nizam Zachman Jakarta Ocean Fishing Port (PPSNZJ) is one of the harbors which havea large fishing activity. The efforts in supporting the activities of fishing, processing and marketing of these products, PPSNZJ have the supporting infrastructure in the form of industry/company in it. Tuna is one of Indonesia's fishery commodities high values so as to penetrate the international market. Therefore, tuna requires good handling that quality is maintained. One element assessment of high-value fish products is the level of freshness. The level of freshness of fish associated with the speed and the handling of fish, ranging from demolition to be done packing stage. To improve efficiency opportunities tuna handling time, should first know the critical pathways that occur during the process of treatment in order to do repairs in order to obtain better efficiency values. This research was observed during period January to March 2012 at Nizam Zachman Jakarta Ocean Fishing Port, that were at Transit 16 and Industrial Loin (PT. Awindo International). The method was used case study, where did the analysis networking Critical Path Method (CPM). The result analysis showed that stream work in the tuna industry can already be said efficient with efficiency opportunities time in fresh tuna management industry that was 94,06% and efficiency opportunities time in loin tuna management industry that was of 90,66%. There are several alternatives offered to boost efficiency opportunities at some critical path is found, including the addition of labor and handling facilities, such as the weighing instrument.

Keywords : Efficiency, handling of critical path, tuna fish, tuna industry, Nizam Zachman Jakarta Ocean Fishing Port


(5)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(6)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP ZACHMAN JAKARTA

ARRAHMY FEBRINA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(7)

Zachman Jakarta Nama Mahasiswa : Arrahmy Febrina

NRP : C44080047

Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Julia Eka Astarini, S.Pi, M.Si Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si NIP.19750711 200701 2 001 NIP.19660920 199103 1 001

Diketahui :

Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Dr.Ir. BudyWiryawan, M.Sc. NIP 19621223 198703 1 001


(8)

Skripsi diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2012 adalahEfisiensi Waktu Penanganan Tuna dari Proses Pembongkaran sampai Pengemasan pada Industri Tuna Segar dan Loin di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ). Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat dan informasi untuk perbaikan manajemen industri tuna.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada :

1. Julia EkaAstarini, S.Pi, M.SidanDr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si sebagai komisi pembimbing atas segala arahan dan bimbingannya;

2. Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si sebagai dosen penguji dan Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si sebagai Komisi Pendidikan Departemen PSP atas sarannya terhadap skripsi ini;

3. Pihak Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) serta kakak-kakak enumerator yang telah banyak membantu penulis selama di lapangan (KakJoko, Kak Deva, KakJazuli, Kak Abbas, dkk);

4. Pihak Manajemen PT Awindo International terutama BapakAmsarLubis, Bapak Tampoes Sudjiamidjaja, Ibu Tiurlina Uli, Mas Dedi, Mas Kumum, Mas Duta, Mas Didin yang banyak membantu penulis selama penelitian;

5. Kedua orang tuatercinta, M.Zainuddin dan Mardiana atas do’a dan kasih

sayangnya; 6. Uni Uci, kedua adik tersayang (Rahmat dan Fitrah) yang selalu mengirimkan

do’a dan semangatnya;

7. Saudara-saudaraku PSP 45dankeluarga PSPuntuksegalakebersamaannya; 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Juli 2012


(9)

Penulis dilahirkan di Padang padatanggal 25 Februari 1991 dari pasangan M.Zainuddin dan Mardiana. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Riwayat pendidikan penulis menamatkan sekolah di SMAN 8 Padang tahun 2005 hingga tahun 2008. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, InstitutPertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008.

Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi/kelembagaan mahasiswa antara lain staf Departemen Kominfo BEM TPB IPB pada tahun 2008 hingga 2009, staf Departemen Kominfo BEM FPIK IPB pada tahun 2009 hingga 2010, bendahara Departemen Penelitian dan Pengembangan Keprofesian HIMAFARIN (Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan) IPB pada tahun 2010 hingga 2011. Penulis juga mengikuti sertifikasi A1 (One Star Scuba Diving) pada tahun 2011. Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah Rekayasa dan Tingkah Laku Ikan pada tahun 2011 dan aktif di berbagai pelatihan maupun kepanitiaan kegiatan kampus.

Dalam rangka menyelesaikan studi di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Efisiensi Waktu Penanganan Tuna dari Proses Pembongkaran sampai Pengemasan pada Industri Tuna Segar dan Loin di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta” di bawah bimbingan Julia EkaAstarini, S.Pi, M.Si dan Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si.


(10)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang ... 1

1.2 TujuanPenelitian ... 3

1.3 ManfaatPenelitian ... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1DefinisiEfisiensi ... 4

2.2 Unit Penangkapan Tuna Longline ... 5

2.2.1 Alattangkap tuna longline ... 5

2.2.2 Kapaldannelayan ... 6

2.2.3 Kegiatanoperasipenangkapan ... 7

2.3 Tuna danProduknya ... 8

2.4 PenangananHasilTangkapan Tuna ... 10

2.4.1 Penanganan tuna di ataskapal... 11

2.4.2 Penanganansaatdibongkardaridalampalkahikan ... 12

2.4.3 Penangananselama proses distribusi ... 13

2.4.4 Penanganan tuna di industrituna ... 15

2.5 AnalisisJaringanKerja (networking) ... 16

3 METODOLOGI 3.1 TempatdanWaktuPenelitian ... 18

3.2 Metodepengumpulan data ... 18

3.3 Analisis data ... 19

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 KeadaanUmum PPS NizamZachman Jakarta ... 27

4.2 FasilitasPelabuhan ... 29

4.3 Unit Penangkapanlonglinedi PPSNZJ ... 32

4.3.1 Kapallongline ... 32

4.3.2 Alattangkaplongline ... 33


(11)

x

4.4 KeadaanUmumIndustri Tuna Segar dan Tuna Loin ... 35

4.4.1 Industri tuna segar (Transit 16) ... 35

4.4.2 Industri tuna loin (PT. Awindo International) ... 36

5 HASILDAN PEMBAHASAN 5.1Proses di Perusahaan Transit (Produk Tuna Segar) ... 41

5.1.1 Alurtahapanpenangananproduk tuna segar ... 41

5.1.2 Analisiswaktukerjadi industri tuna segar ... 46

5.1.3 Hambatan aktivitas (slack activity) dan jalur kritis (critical path) ... 48

5.1.4 Kegiatanefisiensialternatifindustri tuna segar ... 56

5.2 Proses di Perusahaan Pengolahan Loin (Produk Frozen Tuna) ... 59

5.2.1 Alur tahapan penanganan produk tuna loin ... 59

5.2.2 Bahanbakudanbahantambahan ... 66

5.2.3 Produkakhir yang dihasilkan ... 67

5.2.4 Analisiswaktukerjadi industri tuna loin ... 70

5.2.5 Hambatan aktivitas (slack activity) dan jalur kritis (critical path) ... 71

5.2.6 Kegiatanefisiensialternatifindustri tuna loin ... 77

6KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 80

6.2 Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82


(12)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Spesifikasialattangkap tuna longline ... 6

2 StandarNasional Indonesia (SNI) untukproduk tuna ekspor ... 15

3 Simbol-simboluntukpenggambaran diagram jaringankerja ... 21

4 Fasilitaspokok di PPSNZJ ... 29

5 Fasilitasfungsional di PPSNZJ ... 30

6 Fasilitaspenunjang di PPSNZJ ... 31

7 Kapal tuna longlineyang masukke PPSNZJ (2006 hingga 2007) ... 32

8 Pembagiantugas ABK Kapallongline ... 34

9 Hasilperhitungan ES, EF, LS dan LFpadaindustri tuna segar ... 47

10 Hasilperhitungan ES, EF, LS, LF, slackdancritical pathpadaindustri tunasegar ... 48

11 Perkiraan waktu kegiatanpada industri tuna segar ... 50

12 Perhitungan waktu yang diharapkan dan varianspada industri tuna segar ... 51

13 Kurva normal statistika(uji Z) 1 ... 52

14 Kegiatan efisiensi alternatif I industri tuna segar ... 56

15 Kegiatanefisiensialternatif II industri tuna segar ... 57

16 Standarmutu tuna loin beku (SNI 01-4104.1-2006) ... 61

17 Hasilperhitungan ES, EF, LS dan LF padaindustri tuna loin ... 70

18 Hasilperhitungan ES, EF, LS, LF, slack activity, dancritical path pada industri tuna loin ... 71

19 Perkiraanwaktukegiatanindustri tuna loin ... 72

20 Perhitungan waktu yang diharapkan dan varians pada industri tuna loin .. 72

21 Kurva normal statistika (Uji Z 2) ... 73

22 Kegiatan efisiensi alternatif I industri tuna loin ... 77


(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bentuktubuhsalahsatuspesiesikan tuna (big eye tuna) ... 9

2 Namakegiatanatausimbol ... 21

3 Kapalmasuklonglinedi PPSNZ daritahun 2006 hingga 2010 ... 32

4 Organisasipelayarankapallongline ... 34

5 Jenisproduk tuna dariindustri tuna segar ... 36

6 Alurtahapanpengolahanindustri tuna segar ... 41

7 Kemungkinanwaktupenyelesaianaktivitas ... 49

8 Kurva normal peluang efisiensi waktu pada industri tuna segar ... 53

9 Diagram alirjaringankerjapadaindustri tuna segar ... 54

10 Diagram alirjaringankerjadenganmetode CPM padaindustri tunasegar ... 55

11 Alurtahapanpengolahanindustri tuna loin ... 60

12 Produksteakkemasan ... 67

13 Produkcubekemasan ... 67

14 Pemotonganprodukchunk ... 68

15 Produksakukemasan ... 68

16 Produk loin dalamkemasan ... 69

17 Produknakaochikemasan ... 69

18 Kurva normal peluang efisiensiwaktu pada industri tuna loin ... 74

19 Diagram alirjaringankerjapadaindustri tuna loin ... 75

20 Diagram alirjaringankerjadenganmetodeCPMpadaindustri tuna loin ... 76


(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Spesifikasidannilaiorganoleptikikanbasah ... 86

2 Ujikandunganhistamin di industri tuna loin ... 87

3 Petawilayahakses PPSNZJ di DKI Jakarta ... 88

4 Petalokasipenelitian ... 89

5 Unit penangkapan tuna (longline) ... 90

6 Strukturorganisasiindustri tuna loin ... 91

7 Baganpemasarandistribusiikan tuna di PPSNZJ ... 92

8 Denahalur proses penanganan tuna di industri tuna segar (Transit 16) ... 93

9 Denahalur proses penanganan tuna di industri tuna loin (PT. Awindo International) ... 94

10 Dokumentasipenanganan tuna di industri tuna segar (Transit 16) ... 95

11 Dokumentasi penanganan tuna di industri tuna loin (PT. Awindo International) ... 96


(15)

1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (untuk selanjutnya disebut dengan PPSNZJ)merupakan salah satu pelabuhan yang memiliki aktivitas perikanan yang besar.Pelabuhan ini memiliki berbagai fasilitas yang cukup lengkap dan memadai untuk aktivitas ekspordan impor produk hasil perikanan.Berbagai perusahaan dan industri perikanan baik dalam negeri maupun perusahaan asing juga beraktivitas di dalam pelabuhan ini.PPSNZJ terletak di Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara,Provinsi DKI Jakarta.Adapun untuk mendukung sistem distribusi perikanan pada pelabuhan inidilengkapi dengan akses jalan utama yang menghubungkan pelabuhan perikanan tersebut ke beberapa lokasi strategis di wilayahnya.

Salah satu unit penangkapan yang ada di PPSNZJ yang berperan penting untuk penangkapan ikan tunaadalah unit penangkapan rawai tuna atau biasa dikenal dengan perikananlongline.Alat tangkap ini biasanya digunakan untuk daerah penangkapan yang berada di perairan samudera atau perairan laut yang dalam, yaitu pada kedalaman antara 50-300 meter.Kapal yang digunakan berukuran 30-150 GT, mesin utama berkekuatan 250-400 PK ditambah 1-2 mesin tambahan.Tujuan utama penangkapan diantaranya yaitu tuna jenissouthern bluefin (tuna sirip biru selatan), bigeye (tuna mata besar), yellowfin atau madidihang dan albacore (Tampubolon 1983).

Adapun upaya untukmenunjang kegiatan perikanan, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, PPSNZJmemiliki sarana dan prasarana yang memadai

termasuk didalamnya terdapat 49 perusahaan. Perusahaan ini berlokasi di

pelabuhan dengan kegiatan usaha baik kegiatan utamanya sebagai perusahaan penangkapan maupun perusahaan pengolahan produk perikanan.Proses penanganan ikan tuna terdapat dua jenis industri pendukung yaitu industri transit untuk produk tuna segar serta industri pengolahan untuk produk tuna loin. Kedua jenis perusahaan ini memiliki peranan penting selama proses distribusi ikan sebelum nantinya sampai ke tangan konsumen.


(16)

Ikan tuna merupakan salah satu sumber makanan protein hewani yang sehat bagi masyarakat dan penyumbang pendapatan negara dari sektor perikanan karena memiliki nilai jual yang tinggi.Suatu produk perikanan baru akan dapat memberikan manfaat bagi para pelaku usaha setelah produk sampai ke tangan konsumen. Proses penanganan, distribusi dan pemasaran menjadi faktor penting untuk dapat memberikan nilai tambah pada produksi. Sifat produksi ikan yang sangat mudah busuk (highly perishable) memerlukan penanganan produksi yang tepat untuk dapat mengendalikan mutu produk.Pengendalian mutu menjadi faktor yang sangat penting agar produk dapat sampai ke tangan konsumen dengan mutu dan kualitas yang baik.

Penanganan dan penempatan ikan secara higienis merupakan prasyaratdalam menjaga ikan dari kemunduran mutu karena baik buruknyapenanganan akan berpengaruh langsung terhadap mutu ikan sebagaibahan makanan atau bahan baku untuk pengolahan lebih lanjut.Demikian juga penempatan ikan pada tempat yang tidak sesuai,misalnya pada tempat yang bersuhu panas, terkena sinar mataharilangsung, tempat yang kotor dan lain sebagainya akan berperanmempercepat mundurnya mutu ikan(Junianto 2003).

Salah satu faktor yang sangat penting untuk diketahui adalah tingkat efisiensi yang dibutuhkan selama proses penanganan ikan tersebut mulai dari dilakukan pembongkaran, proses pendistribusian ikan tersebut hingga proses pengemasannya di industri/perusahaan. Terjadinya keterlambatan dalam penanganan ikan akan mengakibatkan terjadinya beberapa kerugian, antara lain pemborosan waktu menyebabkan keterlambatan penanganan produk tuna serta menyebabkan terjadinya penurunan mutu dan kualitas ikan tuna. Terjadinya pemborosan waktu kerja ini juga berkaitan erat dengan pengelolaan manajemen SDM dan fasilitas yang kurang baik. Oleh karena itu diperlukan evaluasi waktu kerja untuk mengetahui tingkat efisiensi kerja penanganan produk tuna di industri tuna tersebut.

Efisiensi ini bertujuan agar didapat hasil yang maksimal dari tenaga danwaktu selama proses kegiatan. Efisiensi tersebut dikaitkan dengan manajemen yangakan mengukur bagaimanasesuatu dapat dilakukan sebaik-baiknya.Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengukur nilai efisiensi ini secara kuantitatif


(17)

adalah dengan melakukan analisis jaringan kerja dengan menggunakan MetodeCritical Path Method(CPM). Pentingnya dilakukan analisis jaringan kerja suatu proyek bertujuan untuk mendapatkan suatu model dari kegiatan-kegiatan proyek atau kegiatan dalam suatu grafik (Simarmata1988).Perhitungan yang tepat mengenai jumlah tenaga kerja, peralatan serta biaya yang dikeluarkan selama proses penanganan baik di industri tuna segar maupun industri tuna loin perlu diketahui. Hal ini bertujuan untuk menghindari penggunaan sumberdaya yang berlebihan sehingga usaha yang dicapai dapat lebih efisien (Wishnuaji 1995).Selain itu, perhitungan waktu yang tepat ini sangat berpengaruh untuk mengoptimalkan kegiatan serta menghindari terjadinya waktu luang dan waktu menganggur.Untuk mengetahui tingkat efisiensi waktu penanganan tuna ini, hendaknya terlebih dahulu mengetahui jalur-jalur kritis yang terjadi saat proses penanganan agar dapat dilakukan perbaikan untuk kedepannya sehingga diperoleh nilai efisiensi yang lebih baik. Adapun penulis lebih fokus membahas efisiensi waktu penanganan tuna pada dua jenis industri tuna, yaitu industri tuna segar dan industri tuna loin.

1.2Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1) Menentukan faktor penyebab menurunnya kualitas produk pada industri tuna

mulai proses pembongkaran atau penerimaan hingga pengemasan di PPSNZ Jakarta.

2) Mengestimasi kemungkinan waktu kerja yang efisien dalam proses penanganan

produk tuna.

3) Menentukan jalur kritis yang terjadi selama proses penanganan produk tuna.

1.3Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, antara lain :

1) Memberikan informasi mengenai aktivitas proses pembongkaran sampai

pengemasan pada produk tuna bagi masyarakat dan investor.

2) Memberikan masukan bagi manajemenindustri perikanan tuna


(18)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1Definisi Efisiensi

Efisiensi adalah tingkat yang dapat dicapai oleh produksi yang maksimal dengan pengorbanan yang minimal.Efisiensi perusahaan diukur oleh keuntungan sebab produsen yang paling efektif ialah yang keuntungannya mencapai tingkat yang maksimal dan biayanya merupakan kombinasi yang tepat dari faktor-faktor produksi yang dapat diperkecil (Abdurrachman dan Tandiono 1979).

Bishop dan Tuossaint (1979) yang dikutip oleh Herlindah (1994) berpendapat bahwa di dalam analisa ekonomi, efisiensi bertindak sebagai “alat pengukur” untuk menilai pemilihan.Efisiensi pada umumnya menunjukkan perbandingan antara nilai-nilai output terhadap nilai-nilai input. Suatu metode produksi dikatakan lebih efisien daripada yang lainnya apabila metode tersebut menghasilkan output yang lebih tinggi nilainya untuk pemersatuan input yang digunakan.

Para ahli ekonomi menggunakan istilah efisiensi dalam dua ragam.Pertama, efisiensi produksi yaitu bila semua sumber-sumber produksi digunakan untuk menghasilkan output yang bernilai maksimum.Kedua adalah efisiensi ekonomi, yaitu bila sistem ekonomi tersebut menggunakan sumber-sumber produksi dan mengelompokkan komoditinya dengan sangat baik.Efisiensi produksi terbagi menjadi dua, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis.Efisiensi teknis mennggambarkan penggunaan input fisik untuk berproduksi (seperti jam kerja dan sumberdaya manusia) tanpa meminta begitu banyak biaya. Peningkatan efisiensi dalam suatu perusahaan perlu selalu diupayakan bagi kelangsungan sebuah perusahaan.Adapun efisiensi waktu kerja masuk kedalam salah satu jenis efisiensi produksi yang harus dilakukan (Siswanto 1988).

Menurut Kaizen (1992), peningkatan efisiensi dapat dicapai dengan melakukan prinsip lima S dan menghilangkan kerugian-kerugian yang timbul, lima S tersebut adalah:

1) Seiri (Clearing up) : menyingkirkan benda atau barang yang tidak diperlukan sehingga barang yang ada di lokasi kerja hanya barang yang benar-benar dibutuhkan dalam pekerjaan.


(19)

2) Seiton (Organizing) : menempatkan benda-benda yang diperlukan dengan baik serta melakukan tata letak peralatan dan perlengkapan kerja dengan rapi sehingga siap digunakan setiap saat diperlukan.

3) Seiso (Cleaning) : membersihkan daerah kerja, mesin, perlengkapan, dan

peralatan kerja agar selalu dalam keadaan bersih dan baik.

4) Seiketsu (Standardizing) : kegiatan memelihara fasilitas, tempat kerja, mesin, peralatan, serta barang agar tujuan ketiga-S sebelumnya tercapai.

5) Shitsuke (Training and Discipline) : meningkatkan skill dan moral dengan

membudayakan serta membiasakan bekerja sesuai dengan sistem (prosedur)yang bertujuan untuk mengembangkan perilaku kerja pegawai yang positif di tempat kerja sebagai sebuah kebiasaan yang disiplin.

2.2Unit Penangkapan Tuna Longline

Komponen utama dalam perikanan tangkap adalah unit penangkapan, yang terdiri dari perahu/kapal, alat tangkap dan nelayan.Jenis dan skala unit penangkapan yang diperlukan oleh suatu usaha penangkapan dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang merupakan faktor penentu/pembatas pengembangan perikanan di suatu wilayah perairan tertentu (Moeljanto 1982).

2.2.1Alat tangkap tuna longline

Jenis alat tangkap yang mendominasi di pelabuhan tersebut adalah alat tangkap tuna longline yaitu berjumlah 792 unit atau 24% dari jumlah kapal keseluruhan yang masuk di pelabuhan tersebut. Kegiatan operasi penangkapan tuna idealnya memerlukan alat bantu dalam rangka meningkatkan produktivitas dan efektivitas seperti line hauler, line thrower, belt conveyor, branch line, line arranger, hoist, radio buoy, side roller, radio direction finder, sekiyama stretcher, light buoy, takal atau block, search light dan ganco. Namun, beberapa kapal penangkap tuna yang ada di PPSNZJ ini tidak menggunakan alat bantu yang disebutkan di atas. Kapal ini hanya memiliki line hauler atau penarik tali utama, side roller, light buoy, takal ganco,radio buoy dan radio direction finder saja.


(20)

Tabel1 Spesifikasi alat tangkap tuna longline secara umum yang digunakan

No Nama Bagian Bahan Diameter/No.

(mm, No)

Panjang (m) 1 Main line Vinylon Ø 5,5 50 - 70 2 Branch line

Eye rope Branch line Swivel Kanamaya Sekiyama Wire leader Hook Snap Vinylon Vinylon Kuningan Vinylon Vinylon Kawat baja Baja Kawat baja

Ø 4,6 Ø 4,6 No. 22 Ø 3,6 Ø 3,6 Ø 1,5 No. 5 Ø 4

0,2 17 -20 0,06 12 2,5 2,5 0,065 0,13 3 Float line Vinylon Ø 5,5 3,5 4 Buoy Plastic Ø 600 - Sumber : Nurani(2007)

2.2.2 Kapal dan nelayan

Kapal yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap adalah kapal tuna longline.Kapal ini mengoperasikan alat tangkap tuna longline yang digunakan khusus untuk menangkap tuna.Alat tangkap tuna longline ini merupakan alat tangkap yang paling banyak jumlahnya di PPSNZJ. Berdasarkan Buku Statistik Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Tahun 2010, armada kapal perikanan yang masuk di PPSNZJ berjumlah 3.276 unit. Angka ini mengalami penurunan sebesar 7% dari tahun sebelumnya karena faktor kenaikan biaya produksi yang tidak seimbang dengan jumlah hasil tangkapan yang diperoleh menurut survei dari pihak UPT PPSNZJ.Ditinjau dari GT (Gross Tonnage) nya, kapal yang mengoperasikan alat tangkap tuna longline tersebut memiliki ukuran GT yang bervariasi yaitu antara 26-594 GT. Jumlah kapal penangkap tuna yang masuk pada tahun 2010 didominasi kapal yang berukuran 21-30 GT sebanyak 33%, 101-200 GT sebanyak 31%, 51-100 GT sebanyak 23% dan 31-50 GT sebanyak 7%.

Kegiatan operasimenggunakankapal dengan mesin utama berkekuatan

250-400 PK ditambah 1-2 mesin tambahan.Kapal longline biasanya dilengkapi palka

yang berguna untuk menyimpan hasil tangkapan. Terdapat dua jenis palka yang digunakan yaitu palkah dingin (untuk menyimpan ikan tuna) dan palka beku (menyimpan ikan hasil tangkapan lain). Jumlah ABK pada kapal longline berkisar antara 10 hingga 15 orang.ABK tersebut terdiri atas nakhoda, wakil nakhoda, fishing master, bagian penangkapan ikan, juru masak dan ABK lainnya yang


(21)

bertugas dalam kegiatan operasi penangkapan ikan.Nakhoda bertanggungjawab penuh atas keberhasilan operasi penangkapan ikan (Nurani 1996).

Kapal longline biasanya berbentuk panjang dan ramping, umumnya

penampang melintang kapal berbentuk “V” bottom. Kelincahan kapal longline sangat ditentukan oleh ukuran utamanya, panjang (L), lebar (B), dalam (D), dan nilai perbandingan L/B, L/D dan B/D (Ayodhyoa 1981). Lubis (1981) menyatakan bahwa kapal penangkapan ikan harus memiliki struktur lambung kapalyang kuat, stabilitas yang baik dan kelengkapan fasilitas untuk menyimpan hasil tangkapan.

2.2.3 Kegiatan operasi penangkapan

Umpan merupakan faktor yang penting dalam perikanan rawai tuna (longline).Jenis umpan yang biasanya digunakan yaitu ikan layang, kembung, bandeng, lemuru, terbang, belanak dan cumi-cumi.Umpan yang digunakan adalah ikan mati yang dibekukan.

Kegiatan operasi penangkapan terdiri dari penurunan jaring (setting),proses perendaman dan penghanyutan jaring (drifting)dan penarikan jaring(hauling). Hal pertama yang dilakukan dalam proses setting adalah melakukan persiapan umpan, branch line, radio buoy, serta penyambungan main line pada line thrower. Proses setting dilakukan di bagian buritan kapal.Setting dimulai setelah fishing master

memberi perintah agar setting segera dilaksanakan.Radio buoy pertama dibuang

disusul dengan 2 pelampung, line thrower dihidupkan, pancing dilempar dan snap branch line dipasang pada main line setiap kali bel berbunyi.Penggunaan scotlight dan lightbuoy adalah agar longline dapat terlihat pada malam hari.

Setelah dilakukan proses setting, selanjutnya dilakukan proses drifting

yangberlangsung sekitar lima jam, kemudianlongline dibiarkan hanyut. Saat

drifting, mesin kapal dimatikan untuk menghemat BBM dan ABK dapat beristirahat.Lokasi radio buoydapat dideteksi dari kapal dengan Radio Detection Finder (RDF).Persiapan haulingmulai dilakukan dengan mempersiapkan peralatan yang diperlukan.Penarikan longline saat hauling mulai dilakukan ketika kapal bergerak mendekati radio buoydan menaikkan ke atas kapal. Main line dilewatkan line hauler melalui side roller, diteruskan ke belt conveyor, ditarik line arranger dan diatur ke dalam boks.Snap branch line dilepas, digulung dengan bran leel


(22)

sampai kanayama, disusun sesuai konstruksi longline dan satu tali pelampung diikat

dibawa ke gudang di buritan kapal. Jika ada ikan tertangkap, snap segera

dilepaskan, ikan ditarik dan dibawa ke pintu pagar, lalu ikan diganco ke geladak kapal untuk segera dilakukan penanganan.

2.3 Tuna dan Produknya

Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombroidae, tubuhnya seperti cerutu

mempunyai dua sirip pungung serta sirip depan yang biasanya pendek dan terpisahdari sirip belakang.Ikan tuna mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang sirippunggung dan sirip dubur.Sirip dada pada ikan tuna terletak agak ke atas, sirip perut kecil dan siripekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujunghipural.Perutnya berwarna putih mengkilat, dan pada bagian belakang sirip punggung kedua dan sirip anal sampai sirip ekor terdapat beberapa finlet (sirip tambahan).

Klasifikasi tuna menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Teleostei

Subkelas : Actinopterygi

Ordo : Perciformes

Subordo : Scombroidea

Genus : Thunnus

Spesies : Thunnusalbacores

Thunnus allalunga Thunnus maccoyii Thunnus obesus Thunnus tonggol

Tuna termasuk perenang cepat dan terkuat di antara ikan-ikan yangberangka tulang.Penyebaran ikan tuna mulai dari laut merah, laut India, Malaysia, Indonesia dan sekitarnya.Selain itu juga terdapat di laut daerah tropis dan daerahberiklim sedang (Djuhanda 1981).


(23)

Sumber : Balai Besar Pengembangan & Pengendalian Hasil Perikanan Jakarta (1999) Gambar 1 Bentuk tubuh big eye tuna

Migrasi ikan tuna di perairan Indonesia merupakan bagian dari jalur migrasi tuna dunia.Hal ini disebabkan letak wilayah Indonesia pada lintasan perairan antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.Migrasi kelompok tuna yang melintasi wilayah perairan pantai dan teritorial terjadi karena perairan tersebut berhubungan langsung dengan perairan kedua samudera tersebut.Beberapa wilayah perairan pantai dan territorial memiliki sumberdaya perikanan tuna yang besar.Kelompok tuna merupakan jenis kelompok ikan pelagis besar, yang secara komersial dibagi atas kelompok tuna besar dan tuna kecil.Tuna besar terdiri dari jenis ikan tuna mata besar (bigeye-Thunnus obesus), madidihang (yellowfin-Thunnus albacores), tuna albakora (albacore-Thunnus alalunga), tuna sirip biru selatan (southern bluefin-Thunnus maccoyii) dan tuna abu-abu (longtail tuna-bluefin-Thunnus tonggol), sedangkan

yang termasuk tuna kecil adalah cakalang (skipjack -Katsuwonus pelamis) (DKP

2003).

Ikan tuna mengandung protein dengan asam amino yang lengkap. Winarno (1993) mengemukakan bahwa rasa yang tajam dari ikan tuna disebabkan karena kadar protein dan lemak yang cukup tinggi. Selain itu ikan tuna memiliki komponen bioaktif yang memiliki efek anti hipertensi karena ikan tuna mengandung omega 3 yang merupakan nomenklatur bagi asam lemak yang tidak jenuh yaitu memiliki ikatan rangkap banyak.Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi ikan lebih banyak daripada daging hewan lainnya.


(24)

2.4 Penanganan Hasil Tangkapan Tuna

Upaya mendapatkan ikan tuna yang kesegarannya sangat tinggi, maka ikansegar harus segera ditangani setelah ditangkap, kemudian didinginkan dan harus sudah tiba di tempat konsumen dalam waktu yang sangat singkat (Widiana 1989).Penanganan ikan tuna segar yang dilakukan secara cermat, cepat, higienis, hati-hati, serta selalu berada dalam rantai dingin akan dapat menghasilkan produk ikan tuna segar yang bermutu baik. Oleh karena itu, untuk mendapatkan ikan tuna segar yang berkualitas baik, penanganan harus diperhatikan sejak mulai ikan diangkat dari dalam air (Novita 1994).

Produk-produk perikanan tergolong “high perishable foods”, artinya produk ini cepat sekali mengalami pemunduran mutu baik secara autolisis (autolysis),biokimia (biochemist), dan mikrobiologi(microbiologis).Salah satu faktor penyebabnya dipengaruhi oleh suhu (Ilyas 1980).Penanganan yang efektif dan efisien sangat diperlukan untuk menghambat proses pembusukan, sehingga ikan pun dapat disimpan selama mungkin dalam kondisi yang baik. Penanganan ikan membutuhkan pengontrolan suhu yang rendah (mendekati 0oC).

Menurut Reksohadiprodjo dan Indriyo yang diacu dalam Ismail (1985), tata

letak erat kaitannya dengan kelancaran proses produksi.Fasilitas yang ada perlu diatur penempatannya sesuai keperluan agar tercapai mutu produk yang diinginkan dengan waktu singkat dan biaya yang minimum.

Tahap pembongkaran harus dilakukan dengan cepat, hati-hati, beraturan, higienis serta mempertahankan suhu ikan serendah mungkin.Adapun hal yang perlu diperhatikan dalam pembongkaran (Moeljanto 1982) :

1) Ikan dibongkar dengan hati-hati dan sebisa mungkin tidak menggunakan sekop

yang dapat melukai tubuh ikan.

2) Saat menimbang, es dipisahkan dari ikan setelah menimbang, ikan kembali

didinginkan.

3) Wadah sebaiknya terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan. 4) Ikan harus terhindar dari pancaran sinar matahari langsung.


(25)

2.4.1 Penanganan tuna di atas kapal

Proses penanganan tuna di atas kapal yaitu kegiatan pembongkaran ikan tuna dari dalam palkah. Salah satu hal yang berpengaruh adalah letak palkah ikan diatas kapal.Desain, konstruksi dan jenis material yang digunakan dari palkah haruslah mengikuti persyaratan agar dapat mengamankan hasil tangkapan semaksimal mungkin.Persyaratan itu diantaranya persyaratan biologis, teknis, sanitasi dan ekonomis (Ilyas 1983).

Menurut Nurani dan Wisudo(2007), tahap-tahap penanganan terhadap ikan tuna yang harus dilakukan di atas kapal berupa :

1) Membunuh ikan tuna secepat mungkin dengan cara memasukkan spike (batang

besi tajam) pada otak ikan dan tetap menjaga suhunya dengan menyemprotkan air lewat selang (hose), penanganan harus dilakukan dengan hati-hati hingga tidak meninggalkan bekas luka pada ikan karena dapat menurunkan kualitas tuna tersebut.

2) Pengeluaran darah dari tubuh tuna antara lain : pemotongan ekor, pemotongan sirip, pemotongan nadi darah dari insang ke jantung.Hal ini bertujuan mengeluarkan semua darah yang ada pada tubuh tuna tanpa membuatnya menggelepar atau memberontak, yang dapat menyebabkan darah tertinggal dalam tubuh dan menimbulkan noda pada daging tuna.

3) Pembuangan insang dan isi perut yang dilakukan untuk menghindari akumulasi

bakteri.Hal ini penting untuk dilakukan karena selaput lendir, insang dan isi perut merupakan pusat konsentrasi bakteri.

4) Pencucian menggunakan air bersih, dimulai terutama dari tempat-tempat yang

terpotong atau teriris. Darah dikeluarkan sampai bersih, darah yang tertahan atau terkumpul akan menyebabkan proses pembekuan tidak merata dan tidak berjalan dengan baik.

5) Penanganan selanjutnya adalah penyimpanan. Produk tuna segar (fresh tuna)

dilakukan penyimpanan dalampalkah menggunakan teknik chilling water. Teknik chilling waterada dua cara, pertama dengan memasukkan ikan ke dalam palkah yang telah diisi es dan dicampur air laut. Kedua, penyimpanan dalam palkah yang diisi air laut dan didinginkan menggunakan mesin serta dijaga suhunya tetap pada 0oC.


(26)

Dua jenis palkah berdasarkan produk yang dihasilkan, yaitupalkah dingin dan palkah beku.Menurut Ilyas (1993), perbedaan utama dari segi desain dan konstruksi kedua jenis palkah terletak pada tebal insulasi dan kebutuhan refrigerasi yang jauh lebih besar pada palkah beku. Hal ini karena suhu beku yang harus

diciptakan pada palkah beku harus mencaapai suhu -50oC hingga -65oC.Dalam

hubungannya dengan kemampuan palkah mengamankan hasil tangkapan, artinya mengenyahkan panas dari ikan yang didinginkan atau dibekukan, maka palkah ikan dapat dikelompokkan atas 4 bagian, yaitu :

1) Palkah yang tidak diinsulasi. 2) Palkah berinsulasi.

3) Palkah berinsulasi yang dilengkapi dengan refrigerasi mekanik untuk pendingin.

4) Palkah berinsulasi yang dilengkapi dengan refrigerasi mekanik untuk

pembekuan ikan.

Menurut Karyono dan Wachid (1982), penyusunan hasil tangkapan yang baik di dalam palkah ikan adalah sebagai berikut :

1) Palkah dalam keadaan bersih dan terisolasi dengan sempurna.

2) Hasil tangkapan dimasukkan ke dalam palkah dengan cermat dan hati-hati,

jangan melempar atau menuangkan langsung dari atas sehingga melukai hasil tangkapan.

3) Mula-mula pada dasar palkah diberi lapisan es yang agak tebal kurang lebih 12 cm, kemudian hasil tangkapan disusun di atas lapisan es yang telah disiapkan dengan cepat.

4) Menyusun hasil tangkapan dengan bagian perut menghadap ke bawah terutama

hasil tangkapan yang telah disiangi agar cairan isi perut bisa cepat menetes. 5) Mengusahakan agar susunan lapisan hasil tangkapan dan es tidak lebih dari tiga

lapis, jika tumpukan sudah tiga lapis maka diletakkan sekat papan mendatar supaya lapisan ikan paling bawah tidak tergencet.

2.4.2 Penanganan saat dibongkar dari dalam palkah ikan

Hasil tangkapan yang dibongkar dari dalam palkah ke atas dek kapal harus segera dilakukan setelah kapal mendarat di darmaga.Adapun yang perlu diperhatikan dalam pembongkaran ikan tersebut (Moeljanto 1982) adalah:


(27)

1) Ikan dibongkar dengan hati-hati dan sedapat mungkin tidak menggunakan sekop yang dapat melukai tubuh ikan.

2) Saat menimbang es dipisahkan dari ikan setelah menimbang, ikan kembali

didinginkan.

3) Wadah sebaiknya terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan. 4) Ikan harus terhindar dari pancaran sinar matahari secara langsung.

Kondisi hasil tangkapan yang terluka mampu mempercepat penurunan mutu hasil tangkapan.Menurut Moeljanto (1982), akibat bagian tubuh hasil tangkapan yang terluka akan mempercepat proses penurunan mutu hasil tangkapan karena bakteri pembusuk yang pada awalnya hanya berada pada kulit hasil tangkapan (berupa lendir) atau di geladak akan mampu masuk ke dalam tubuh hasil tangkapan dan menyebabkan pembusukan.

2.4.3Penanganan selama proses distribusi

Cara pendinginan selama proses distribusi dapat dilakukan dengan pemberian es atau penempatan ikan dalam wadah atau dalam tangki berisi air yang didinginkan dengan es atau yang direfrigerasi (Ilyas 1983).Selama pendistribusian, kondisi ikan harus selalu dikelilingi oleh hancuran es yang cukup halus serta kerendahan suhu ruangan yang tetap terjaga.Pengangkutan laut harus menggunakan palkah yang memiliki konstruksi yang lebih baik karena guncangan di laut lebih banyak terjadi (Moeljanto 1982).

Jaeroni (1988) menyebutkan bahwa proses penanganan ikan tuna di darat meliputi:

1) Pengujian organoleptik, yaitu pengujian meliputi penampakan, tekstur, kualitas fisik ikan dan warna daging.

2) Penyiangan, maksudnya untuk membersihkan bagian tubuh ikan yang memiliki

kandungan bakteri yang tinggi seperti insang, isi perut, lender kulit.

3) Penimbangan, dilakukan untuk mengetahui bobot ikan yang dihasilkan sehingga bisa dipisahkan menurut tujuan pemasaran, ekspor, atau lokal.

4) Pengepakan, dilaksanakan setelah penimbangan selesai untuk menjaga


(28)

Menurut Appel (1977), kriteria suatu aliran bahan, tata letak dan penanganan yang baik adalah :

1) Kriteria suatu aliran yang baik adalah bahan yang optimum dan kontinu, jarak antara operasi minimum, serta perubahan produk atau proses, kontrol terhadap produksi mudah dilakukan, keselamatan pekerja dan barang terjamin.

2) Kriteria tata letak yang baik adalah adanya keseimbangan urutan operasi,

penempatan mesin atau peralatan, serta luas ruangan yang memadai.

3) Kriteria penanganan yang baik adalah jarak angkut minimum gerak harus lurus serta waktu yang digunakan minimum.

Selain itu, distribusi ikan dibagi menjadi tiga kelompok (Moeljanto 1982), yaitu:

1) Distribusi lewat jalan darat

Distribusi melalui jalan darat menggunakan sarana distribusi berupa gerobak, truk terbuka atau truk boks yang dilengkapi unit pendingin mekanis. Pada

proses distribusi, ikan segar harus didinginkan sampai mendekati 0oC agar

kesegarannya dapat bertahan lebih dari sepuluh hari.Syarat untuk mempertahankan kesegaran ini adalah ikan harus dikelilingi oleh hancuran es yang cukup luas dan kerendahan suhu ruang tetap terjaga.

2) Distribusi lewat laut

Distribusi lewat laut tidak jauh berbeda dengan distribusi di darat.Distribusi lewat laut harus memiliki konstruksi palkah pada kapal yang lebih baik karena goncangan-goncangan di laut lebih banyak terjadi, apalagi ketika cuaca buruk dan gelombang besar.

3) Distribusi lewat udara

Distribusi lewat udara dapat dilakukan dengan pesawat terbang.Pesawat terbang memang merupakan sarana distribusi yang paling tepat, tetapi biayanya paling mahal.Distribusi ini cocok untuk mengangkut hasil tangkapan yang harganya mahal dan memerlukan waktu yang singkat agar cepat sampai di tempat tujuan.


(29)

2.4.4 Penanganan di industri tuna

Upaya peningkatan ekspor tuna harus didukung oleh peningkatan kuantitas, kualitas, dan nilai tambah tuna.Dibutuhkan usaha yang serius dalam hal penelitian dan pengembangan berbagai aspek, mulai dari aspek produksi,distribusi, hingga pemasaran.Perlu upaya terpadu agar usaha ekspor tuna dapat terus berkembang dalam menghadapi tantangan yang ada.Peran pemerintah dan pelaku usaha terkait harus lebih dioptimalkan (Purnomo et al.2007), salah satunya adalah perusahaan pengolahan tuna untuk ekspor.Perusahaan pengolahan tuna ekspor memiliki peran dalam meningkatkan nilai tambah komoditi tuna.Perusahaan pengolahan tuna untuk ekspor dihadapkan pada beberapa tantangan dalam menjalankan usahanya, antara lain

1) Persaingan dengan banyak perusahaan lain yang sejenis terutama di luar negeri. Thailand merupakan pesaing utama dalam pengusahaan tuna olahan. Negara ini mendominasi pangsa pasar ikan tuna olahan dunia dengan rata-rata sebesar 35,37 persen, sangat jauh dibandingkan dengan Indonesia yang rata-rata pangsa pasarnya hanya 4,11 persen.

2) Tuntutan harus terpenuhinya standar kualitas produk yang telah ditetapkan

untuk pasar ekspor.

3) Kemampuan mengekspor dengan kuantitas yang sesuai permintaan pembeli di

luar negeri.

Tabel 2Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk tuna ekspor

No. Jenis uji Tuna beku

(sashimi)

Tuna segar (fresh tuna)

Tuna beku (frozen tuna) 1 Organoleptik

- Nilai minimum 8 7

2 Uji mikrobiologi

- Jumlah bakteri (total plate count/TPC/gram maksimum

- E.coli (MPN/gram maksimum) - Vibrio chorella

- Salmonella 500.000 3 Negatif Negatif 500.000 2 Negatif Negatif 3 Kimia

- Histamin (mg % maksimum) - Merkuri (Hg) (mg/kg) - Kadmium (Cd) (mg/kg) - Timbal (Pb) (mg/kg)

20 0,5 50 0,5 0,1 0,4 4 Fisika

- Suhu pusat maksimum -50 oC Sumber : BBPMHP (1993)


(30)

2.5Analisis Jaringan Kerja (Network)

Menurut Subagyo dan Handoko (1988), analisis jaringan kerja (network) merupakan pengurutan kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan, dilakukan agar perencanaan dan pengawasan dapat dilakukan secara sistematis sehingga diperoleh efisiensi kerja.Jaringan kerja merupakan penghubungan dari node (titik) kegiatan-kegiatan sehingga terbentuk lintasan.Sumber dalam sistem jaringan yaitu node yang menjadi awal dari busur, dimana aliran bergerak meninggalkannya (Dimyati 1992).Tujuan pembentukan jaringan kerja salah satunya mencari lintasan terpendek sehingga efisiensi kerja dapat tercapai (Subagyo dan Handoko 1988).

Jaringan kerja (network)umumnya memiliki lintasan kritis dalam menyelesaikan suatu proyek.Lintasan kritis adalah lintasan pada network dimana menentukan jangka waktu penyelesaian seluruh proyek.Menurut Ali (1992), perhitungan waktu ditentukan dengan menggunakan notasi-notasi sebagai berikut : TE = earliest event accurence time (waktu tercepat terjadinyakegiatan).

TL = latest event accurence time (waktu paling lambat terjadinya kegiatan). ES = earliest activity start time (waktu tercepat dimulainya kegiatan).

EF = earliest activity finish time (waktu tercepatnya diselesaikannya kegiatan). LS = latest activity start time (waktu paling lambat dimulainya kegiatan). LF = latest activity finish time (waktu paling lambat diakhirinya kegiatan) T = activity duration time (waktu yang diperlukan untuk kegiatan : jam, hari) S = total slack/float (jangka waktu antara saat paling lambat kegiatan tersebut

selesai dengan saat selesainya kegiatan tersebut).

Perhitungan penentuan waktu dilakukan menggunakan tiga buah asumsi dasar (Dimyati 1992)yaitu :

1) Proyek hanya memiliki satu initial event dan satu terminal event. 2) Saat tercepat terjadinya event adalah t ke-0.

3) Saat terlambat terjadinya event adalah TL = TE untuk event ini.

Cara perhitungan dibagi menjadi dua, yaitu cara perhitungan maju dan cara perhitungan mundur. Perhitungan maju adalah perhitungan yang mulai bergerak dari initial event menuju terminal event.Tujuannya untuk mengetahui saat tercepat terjadinya kegiatan dan saat paling cepat dimulai serta diakhirinya kegiatan.Perhitungan mundur adalah perhitungan yang dimulai dari terminal event


(31)

menuju initial event.Tujuannya untuk menghitung saat paling lambat terjadinya kegiatan serta saat paling lambat dimulai dan diakhirinya kegiatan.

Metode Critical Path Method (CPM) menggunakan distribusi peluang

berdasarkan tiga perkiraan waktu untuk setiap kegiatan, yaitu: 1) Waktu optimis (optimistic time) [a]

Waktu optimis yaitu waktu yang dibutuhkan oleh sebuah kegiatan jika semua hal berlangsung sesuai rencana.Waktu optimis dapat disebut waktu minimum dari suatu kegiatan, dimana segala sesuatu akan berjalan baik serta sangat kecil kemungkinan kegiatan selesai sebelum waktu ini.

2) Waktu pesimis (pessimistic time) [b]

Waktu pesimis yaitu waktu yang dibutuhkan suatu kegiatan dengan asumsi kondisi yang ada sangat tidak diharapkan.Waktu pesimis disebut juga waktu maksimal yang diperlukan suatu kegiatan serta situasi ini terjadi bila nasib buruk terjadi.

3) Waktu realistis (most likely time) [m]

Waktu realistis yaitu perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan yang paling realistis.Waktu realistis disebut juga waktu normal untuk menyelesaikan kegiatan.

Menentukan jalur kritis untuk waktu mulai terlama dan waktu selesai terlama untuk setiap kegiatan. Hal ini dilakukan dengan cara memulainya dari titik finish. Jalur kritis adalah kegiatan yang tidak mempunyai waktu tenggang (S=0), artinya kegiatan tersebut harus dimulai tepat pada ES agar tidak mengakibatkan

bertambahnya waktu penyelesaian proyek. Kegiatan dengan slack = 0 disebut

sebagai kegiatan kritis dan berada pada jalur kritis. Jalur kritis adalah jalur waktu terpanjang yang melalui jaringan. Biasanya sebuah jalur kritis terdiri dari pekerjaan-pekerjaan yang tidak bisa ditunda waktu pengerjaannya. Analisis jalur kritis membantu menentukan jadwal proyek. Jalur kritis (critical path) adalah jalur tidak terputus melalui jaringan proyek yang mulai pada kegiatan pertama proyek,berhenti pada kegiatan terakhir proyek, danterdiri dari hanya kegiatan kritis (yaitu kegiatan yang tidak mempunyai waktu slack).


(32)

3 METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitiandilakukan pada bulan Januari hinggaMaret 2012bertempat di

Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) yaitu di Transit 16 (industri tuna segar) dan PT. Awindo International (industri tuna loin). Untuk lebih jelas, wilayah akses PPSNZJ dapat dilihat pada Lampiran 3.

3.2Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan metode studi kasus yang meneliti proses penanganan ikan tuna di salah satu industri tuna segar dan salah satu industri tuna loinyang terdapat diPPSNZJ. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder.

1) Data primer

Data primer diperoleh melaluipeninjauan dan pengamatan langsung terhadap aktifitas nelayan dan kelayakan mutu hasil tangkapan tuna di PPSNZJ dengan wawancara untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan prosespembongkaran hingga pengemasan ikan tuna terkait waktu penanganan.Alat yang digunakan dalam pengambilan data primer adalah lembar kuesioner, tabel pengamatan, kamera dan stopwatch. Lembar kuesioner dikumpulkan dari sejumlah responden terkait bahan penelitian, seperti nelayan, manajemen industri tuna segar dan manajemen industri tuna loin. Pencatatan langsung dilakukan untuk memenuhi data-data yang dibutuhkan seperti waktu kerja optimis, waktu kerja pesimis dan waktu kerja realistis dari setiap tahapan penanganan produk tuna.Tujuan pokok pembuatan kuesioner ini adalah untuk memperoleh informasi yang relevan dan memperoleh informasi dengan reliabilitas dan validitas setinggi mungkin.Pengamatan pada proses penanganan produk tuna segar dilakukan dengan mengambil sampel 1 industri tuna segar (Transit 16) serta untuk produk tuna loin dilakukan dengan mengambil sampel 1 perusahaan pengolahan loin di PPSNZJyaitu PT. Awindo International.

2) Data sekunder, diperoleh melalui studi pustaka berupa informasi yang berkaitan dengan materi penelitian. Studi pustaka sebagai informasi penunjang yang


(33)

diperoleh dari perpustakaan yang terkait dengan efisiensi waktu penanganan produk tuna dari proses pembongkaran hingga pengemasan pada industri tuna segar dan loin.Selain itu, juga diperoleh melaluiakses internet pada situs-situs yang terkait dengan materi penelitian.Adapun data sekunder yang dikumpulkan di PPSNZJ meliputi :

(1) Data produksi perikanan tuna selama 5tahun terakhir. (2) Data jumlah kapal longline yang didaratkan.

(3) Data ekspor perikanan tuna selama 5tahun terakhir.

Sementara itu, data sekunder yang dibutuhkan dari pihak industri adalah sebagai berikut :

(1) Sistem pengadaan persediaan tuna yang dilakukan perusahaan. (2) Jenis produk tuna yang dihasilkan.

(3) Jam kerja perusahaan setiap harinya. (4) Jumlah tenaga kerja perusahaan. (5) Struktur organisasi perusahaan.

Informasi di industri tuna segar maupun industri tuna loin diperoleh dariresponden yang dipilih dengan pertimbangan berkompeten memberikan informasi yang relevan. Pihak yang dijadikan responden pada industri tuna segar yaitu kepala industri, kepala pembelian, kepala produksi, kepala marketing dan checker. Pihak yang dijadikan responden pada industri tuna loin sebanyak lima orang dari pihak internal perusahaan yaitu kepala marketing, kepala pabrik, kepala produksi, kepala divisi ekspor, kepala pembelian, dan satu orang dari pihak pemasok.

3.3 Analisis Data

Analisis data yang dilakukan untuk mempelajari proses penanganan tuna tersebut adalah dengan menggunakan analisis deskriptif, analisis jaringan kerja dan analisis teknik kegiatan.


(34)

1) Analisis Deskriptif

Analisis ini dilakukan untuk memberikan gambaran kegiatan mulai dari proses pembongkaran ikan tuna dari palka hingga pengemasan di perusahaan transit untuk produk tuna segar. Selain itu juga dilakukan analisis kegiatan pada proses penerimaan hingga proses pengemasan di indutri pengolahan untuk produk tuna loin (proses penanganan tuna pasca tangkap sampai penerimaan bahan bakuoleh perusahaan). Proses ini diamati berdasarkan tahapannya. Tahapan tersebut dituangkandalam bentuk diagram alir. Tujuan dari tahapan pengamatan iniadalah untuk mengetahui proses penanganan tuna dan menentukan tahap-tahapyang memiliki peluang terjadinya keterlambatan kegiatan maupun waktu menganggur kegiatan. Selain itu, faktor-faktor lain seperti jumlah tenaga kerja di tiap tahapan maupun fasilitas yang digunakan juga sangat penting untuk diperhatikan demi kelancaran penanganan produk di industri tuna ini.

2) Analisis Jaringan Kerja

Dalam analisis jaringan kerja digunakan metode Critical Path Method (CPM). Metode digunakan untuk membuat perencanaan, jadwal serta proses pengendalian suatu proyek. Kedua metode ini perlu ditetapkan terlebih dahulu agar kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dalam suatu proyek dapat disusun dalam bentuk suatu jaringan.Jaringan menunjukkan saling hubungan antara satu kegiatan dengan kegiatan lain.Metode CPM mengikuti enam langkah dasar, yaitu :

(1) Mengidentifkasikan proyek dan menyiapkan struktur pecahan kerja.

(2) Membangun hubungan antara kegiatan, memutuskan kegiatan mana yang harus terlebih dahulu dan mana yang mengikuti yang lain.

(3) Menggambarkan jaringan yang menghubungkan keseluruhan kegiatan. (4) Menetapkan perkiraan waktu dan/atau biaya untuk tiap kegiatan.

(5) Menghitung jalur waktu terpanjang melalui jaringan. Ini yang disebut jalur kritis.

(6) Menggunakan jaringan untuk membantu perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian proyek.


(35)

Diagram jaringan kerja adalah visualisasi proyek rencana kerja(networking planning)berupa jaringan kerja yang terdiri dari simbol kegiatan, simbol peristiwa dan simbol hubungan antar peristiwa (dummy).Syarat yang harus dipenuhi dalam membuat diagram jaringan kerja adalah identifikasi kegiatan yang ada dan menentukan urutan kegiatan yang memiliki hubungan seri langsung diantara kegiatan yang telah diidentifikasi tersebut (Ali 1992). Diagram jaringan kerja menggunakan proses two pass, terdiri atas forward pass dan backward pass untuk menentukan jadwal waktu untuk tiap kegiatan. ES (earleist start) dan EF (earliest finish) selama forward pass, LS (latest start) dan LF (latest finish) ditentukan selama backward pass.

Gambar 2 Nama kegiatan atau simbol

Tabel 3 Simbol-simbol lain untuk penggambaran diagram jaringan kerja

Simbol Nama Keterangan

Kejadian (peristiwa)

Kejadian merupakan awal atau akhir dari suatu atau beberapa kegiatan.

i = nomor kejadian

SPAi = saat paling awal kejadian i SPLi = saat paling akhir kejadian i

Kegiatan Kegiatan merupakan aktivitas yang

dikerjakan, memerlukan waktu dan sumberdaya untuk menyelesaikannya.

Kegiatan semu (dummy)

Kegiatan semu tidak memerlukan waktu dan sumberdaya untuk menyelesaikannya, berguna untuk membantu menghubungkan kegiatan secara logis

Sumber : Nurani (2006)

i SPAi SPLi

ES (Mulai Terdahulu) LF (Selesai Terdahulu)

 


(36)

Menurut Nurani (2006), ada beberapa perhitungan waktu yang dapat dilakukan untuk menentukan tingkat efisiensi suatu proyek (kegiatan), yaitu :

1 Penentuan Lama Kegiatan

Lama waktu kegiatan yang diharapkan (expected time)ditentukan dengan menggunakan rumus :

LPER = ... pers. (1) Keterangan :

LPER = lama kegiatan perkiraan

a = lama kegiatan optimis

b = lama kegiatan most likely (yang paling sering terjadi)

m = lama kegiatan pesimis

2 Perhitungan yang dilakukan

1) Saat paling awal dan saat paling akhir kegiatan (1) Sebuah kegiatan menuju ke sebuah peristiwa

X

L

SPA dan SPL untuk sebuah kegiatan yang menuju ke sebuah peristiwa SPAj = SPAi + L ... pers. (2) SPLi = SPLj – L ... pers. (3) Keterangan :

X = kegiatan

L = lama kegiatan yang diperkirakan

i = peristiwa awal kegiatan X

j = peristiwa akhir kegiatan X

SPAi = saat paling awal peristiwa awal SPAj = saat paling awal peristiwa akhir SPLi = saat paling lambat peristiwa awal SPLj = saat paling lambat peristiwa akhir

i SPAi SPLj

i SPAj SPLj


(37)

(2) Beberapa kegiatan menuju kesebuah peristiwa

SPA untuk beberapa kegiatan menuju ke sebuah peristiwa

SPAj = (SPAin + Ln) maksimum ... pers. (4) Keterangan :

n = nomor kegiatan (n = 1,2,3,…)

Xn = kegiatan ke-n

Ln = lama Xn yang diperkirakan

In = peristiwa awal kegiatan Xn

J = peristiwa akhir bersama dari semua kegiatan Xn

SPAin = saat paling awal peristiwa awal dari kegiatan Xn

SPAj = saat paling awal peristiwa akhir bersama dari seluruh kegiatan Xn (3) Beberapa kegiatan keluar dari sebuah peristiwa

SPL untuk beberapa kegiatan keluar dari sebuah peristiwa

SPLj = (SPLjn + Ln) maksimum ... pers. (5) Keterangan :

n = nomor kegiatan (n = 1,2,3,…)

Xn = kegiatan ke-n

Ln = lama Xn yang diperkirakan

i = peristiwa awal kegiatan Xn

jn = peristiwa akhir bersama dari semua kegiatan Xn

SPLjn = saat paling lambat peristiwa awal dari kegiatan Xn

SPLj = saat paling lambat peristiwa akhir bersama dari seluruh kegiatan

Xn = kegiatan ke-n

i

i SPLj

i SPLj iSPAj

i SPAin


(38)

2) Peristiwa kritis, kegiatan kritis dan lintasan kritis

Peristiwa kritis adalah peristiwa dimana SPA sama dengan SPL. Kegiatan yang terletak diantara dua peristiwa kritis belum tentu merupakan kegiatan kritis, karena harus dipenuhi rumus :

SPAj = SPAi + L atau SPLi = SPLj – L ... pers. (6) Lintasan kritis terdiri atas kegiatan-kegiatan kritis, peristiwa-peristiwa kritis dan dummy.Lintasan kritis merupakan lintasan yang paling lama umur pelaksanaannya dari semua lintasan yang ada dan umur lintasan kritis sama dengan umur proyek.

3) Tenggang waktu kegiatan

Tenggang waktu kegiatan adalah jangka waktu yang merupakan ukuran batas toleransi keterlambatan kegiatan.Tenggang waktu kegiatan ada tiga macam yaitu Total Float (TF), Free Float (FF) dan Independent Float (IF), dimana cara perhitungannya sesuai rumus :

TF = SPLj – L – SPAi ... pers. (7) FF = SPAj – L – SPAi ... pers. (8) IF = SPAj – L – SPLi ... pers. (9)

4) Umur proyek

Umur proyek sama dengan saat paling awal peristiwa akhir dari diagram jaringan kerja, dengan syarat saat paling awal peristiwa awal diagram jaringan kerja sama dengan nol.

5) Mempercepat umur proyek

Syarat yang harus dipenuhi ada empat (Ali, 1992), yaitu adanya jaringan kerja yang tepat, lama kegiatan telah ditentukan, telah dihitung SPA dan SPL semua peristiwa dan ditentukan umur proyek (UREN).Selanjutnya prosedur yang dilakukan adalah :

(1) Membuat jaringan kerja seperti semula dengan lama kegiatan perkiraan baru untuk langkah ulangan dan seperti semula untuk langkah siklus pertama.


(39)

(2) SPA = 0, hitung SPA lainnya. Umur perkiraan proyek (UPER) = saat paling awal peristiwa akhir (SPAm, m = nomor peristiwa akhir diagram jaringan kerja).

(3) Paling lambat peristiwa akhir diagram jaringan kerja (SPLm) = umur proyek yang direncanakan (UREN), menghitung saat paling lambat semua peristiwa.

(4) Menghitung Total Float (TF) semua kegiatan. Bila tidak ada TF yang berharga negatif maka proses perhitungan selesai, bila ada TF berharga negatif maka dilanjutkan ke prosedur poin e.

(5) Mencari lintasan atau lintasan-lintasan yang terdiri dari kegiatan-kegiatan yang TF masing-masing besarnya :

TF = UREN – UPER = SPLm – SPAm

= SPLi – SPAi (berharga negatif) ... pers. (10) (6) Lama kegiatan dari kegiatan tersebut diatas adalah Ln, n adalah nomor

urut kegiatan tersebut dalam lintasan (n = 1,2,3,….,z).

(7) Menghitung lama kegiatan baru dari kegiatan tersebut diatas (langkah point e dan f) dengan rumus :

Ln (baru) = Ln (lama) + x (UREN – UPER) ... pers.(11)

Keterangan :

Ln (baru) = lama kegiatan baru Ln (lama) = lama kegiatan lama

Li = jumlah lama kegiatan-kegiatan pada satu lintasan yang

harus dipercepat

UREN = umur rencana proyek

UPER = umur perkiraan proyek

Menurut Dimyati (2002), ada beberapa ciri-ciri CPM yang harus diperhatikan yaitu:

1. Kelebihan CPM

(1) Sangat bermanfaat untuk menjadwalkan dan mengendalikan proyek besar. (2) Konsep yang lugas (secara langsung) dan tidak memerlukan perhitungan

matematis yang rumit.

(3) Jaringan kerja (network) digunakan untuk melihat hubungan antar kegiatan proyek secara cepat.


(40)

(4) Analisa jalur kritis dan slack membantu menunjukkan kegiatan yang perlu diperhatikan lebih dekat.

(5) Dokumentasi proyek dan gambar menunjukkan siapa yang bertanggung jawab untuk berbagai kegiatan.

(6) Dapat diterapkan untuk proyek yang bervariasi (7) Berguna dalam pengawasan biaya dan jadwal.

2. Keterbatasan CPM

(1) Kegiatan harus jelas dan hubungan harus bebas dan stabil.

(2) Hubungan pendahulu harus dijelaskan dan dijaringkan bersama-sama. (3) Perkiraan waktu cenderung subyektif dan tergantung manajer.

(4) Ada bahaya terselubung dengan terlalu banyaknya penekanan pada jalur kritis, maka yang nyaris kritis perlu diawasi.

3) Analisis Teknik Kegiatan

Tujuan dilaksanakan suatu kegiatan perikanan adalah untuk mengubah input produksi menjadi suatuproduksi atau hasil tangkapan. Ketersediaan input produksi merupakan faktor penting agar kegiatan usaha dapat berjalan lancar. Input-input produksi (Nurani 2010) meliputi :

(1) Ketersediaan unit penangkapan : kapal, alat tangkap, serta perlengkapan lainnya.

(2) Ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang handal dan terampil. (3) Permodalan : modal investasi dan modal operasi.

Kegiatan pasca produksi berkaitan dengan penanganan hasil tangkapan.Penanganan ikan juga sangat penting untuk menjaga kualitas hasil tangkapan, terutama untuk jenis ikan tujuan ekspor.Penanganan harus dilakukan mulai dari saat ikan ditangkap, yaitu penanganan di atas kapal, saat pembongkaran di pelabuhan perikanan dan pada saat pendistribusian ke konsumen/pasar.Distribusi dan pemasaran merupakan rantai akhir dari suatu kegiatan usaha perikanan.Penanganan yang baik saat distribusi diperlukan untuk tetap menjaga kualitas ikan.Pemasaran yang tepat akan memberikan nilai penerimaan yang besar bagi kegiatan usaha perikanan (Nurani 2010).


(41)

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Keadaan Umum PPS Nizam Zachman Jakarta

Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta mulai dibangun pada tahun 1980 dan diresmikan pertama kali pada tanggal 17 Juli 1984 dengan nama Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ). Sesuai dengan SK Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.04 / MEN / 2004 tentang Perubahan Nama, maka nama Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ) berubah menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta.PPS Nizam Zachman Jakarta berlokasi di Muara Baru (Teluk Jakarta), Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.Sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.35 / AL.003 / PHB-82 PPSNZJ tepatnya berlokasi pada koordinat :

1) 106o– 48’ – 15” BT dan 06o – 06’ – 18” LS; 2) 106o– 47’ – 54” BT dan 06o – 06’ – 20” LS; 3) 106o– 48’ – 14” BT dan 06o – 05’ – 32” LS; 4) 106o– 47’ – 44” BT dan 06o – 05’ – 34” LS;

Luas areal kawasan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (selanjutnya disebut PPSNZJ) adalah 110 hektar, terbagi dalam tiga kawasan industri seluas 48 hektar Perum dan UPT PPS Nizam Zachman Jakarta seluas 10 hektar, dan kolam pelabuhan sekitar 40 hektar. Dilihat dari lokasinya, posisi PPSNZJ sangat strategis karena dengan akses jalan menuju pelabuhan maupun Bandar udara.Selain itu, pelabuhan ini juga dekat dengan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) lain yaitu PPI Muara Angke, PPI Kamal Muara dan PPI Pasar Ikan. Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta sebagai Unit Pelaksana Teknis yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap diberikan kewenangan untuk melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan di pelabuhan sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.06 / MEN / 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan dan PER.19 / MEN / 2008 serta PER.29 / MEN / 2010.

Pelabuhan Perikanan mempunyai tugas melaksanakan fasilitas produksi, pengolahan dan pemasaran hassil perikanan di wilayahnya, pengawasan dan pemanfaatan sumber daya ikan untuk pelestariannya dan kelancaran kegiatan kapal


(42)

perikanan, serta pelayanan kesyahbandaran di pelabuhan perikanan.Dalam rangka melaksanakan tugas, PPSNZJ menyelenggarakan fungsi :

1) Perencanaan, pembangunan, pengembangan, pemeliharaan, pengawasan, dan

pengendalian serta pendayagunaan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan. 2) Pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran di pelabuhan perikanan. 3) Pelayanan jasa dan fasikitas usaha perikanan.

4) Pengembangan dan fasilitasi penyuluhan serta pemberdayaan masyarakat

perikanan.

5) Pelaksanaan fasilitasi dan koordinasi di wilayahnya untuk peningkatan

produksi, distribusi dan pemasaran hasil perikanan.

6) Pelaksanaan fasilitasi publikasi hasil riset, produksi dan pemasaran hasil

perikanan di wilayahnya.

7) Pelaksanaan fasilitasi pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari.

8) Pelaksanaan pengawasan penangkapan sumber daya ikan dan penanganan,

pengolahan, pemasaran serta pengendalian mutu hasil perikanan.

9) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data perikanan, serta

pengelolaan sistem informasi.

10) Pelaksanaan urusan keamanan, ketertiban dan pelaksanaan kebersihan kawasan pelabuhan perikanan.

11) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

PPSNZJ dipimpin oleh seorang kepala pelabuhan.Kepala pelabuhan membawahi bagian tata usaha, bidang pengembangan, bidang tata operasional dan kelompok jabatan fungsional.Unit pengawasan sumber daya ikan (WASDI) dan kehumasan merupakan kelompok jabatan fungsional di PPS Nizam Zachman Jakarta.Tugas kepala pelabuhan antara lain memantau sumberdaya ikan, kapal perikanan yang masuk dan keluar dari dermaga PPSNZJ. Kepala pelabuhan juga wajib memantau tugas WASDI dan melaporkannya kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap.

PPSNZJ menetapkan visi dan misi di bawah naungan Kementrian Kelautan dan Perikanan, dimana visi PPSNZJ adalah “Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar 2015” sedangkan Misi PPSNZJ adalah “Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Kelautan dan Perikanan”. Adapun bentuk usaha menuju


(43)

kelancaran tercapainya tujuan, sasaran visi dan misi tersebut maka pihak PPS Nizam Zachman Jakarta telah menetapkan beberapa kebijakan operasional pelabuhan dengan mengacu pada kebijakan pemerintah dan publik yang meliputi bidang teknis dan manajerial dalam pelayanan kepada masyarakat perikanan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1) Menciptakan iklim usaha yang kondusif.

2) Memberikan pelayanan prima kepada jasa pemakai pelabuhan.

3) Mendorong peningkatan skillpegawai pelabuhan.

4) Mendorong kesadaran hokum aparat pemerintah, pengusaha serta pemakai jasa

pelabuhan lainnya dalam memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan yang lestari dan berkelanjutan.

4.2Fasilitas Pelabuhan

Berikut sarana dan prasarana yang terdapat di PPSNZJ : (1) Fasilitas Pokok

Fasilitas pokok pelabuhan perikanan adalah fasilitas yang diperlukan untuk kepentingan aspek keselamatan pelayanan, selain itu termasuk juga tempat berlabuh dan bertambat serta bongkar muat kapal.

Tabel 4Fasilitas pokok di PPSNZJ

No Nama Fasilitas Volume Satuan Keterangan

1 Penahan gelombang (breakwater)

1.040 M Barat 750 M ; Timur 290 M

2 Turap (Revetment) 3.040 M Barat 1.480 M ; Timur 1.560

M

3 Dermaga 2.224 M Barat 1.449 M ; Timur 775

M

4 Kolam dan Alur Pelabuhan 40 Ha Kedalaman -4,5 s/d -7,5 M

5 Jalan Kawasan 83 M Lebar 6,75 M s/d 10 M

6 Drainase dan Gorong-gorong 83.100 M -

7 Lahan / Tanah Kawasan Industri 71 Ha 31 Ha untuk pelayanan umum dan 40 Ha sebagai kawasan industri perikanan

(2) Fasilitas Fungsional

Fasilitas fungsional adalah fasilitas yang secara langsung dimanfaatkan untuk kepentingan manajemen pelabuhan perikanan dan atau yang dapat diusahakan oleh perorangan atau badan hukum.Fasilitas fungsional terdiri dari


(44)

fasilitas yang dapat diusahakan dan fasilitas yang tidak dapat diusahakan, masing-masing memiliki kriteria sendiri-sendiri.

Tabel 5 Fasilitas fungsional di PPSNZJ

No Nama Fasilitas Volume Satuan Keterangan

1 Tempat Pelelangan Ikan 3.547 M2 -

2 Pusat Pemasaran Ikan 9.856 M2 Terdiri dari 992 lapak

3 Rambu Navigasi 2 Unit -

4 Menara Pengawas (Control Tower)

1.096 M2 Terdiri dari 8 lantai, dengan tinggi = 34 M

5 Telepon 217 SST -

6 Pabrik Es 1 Unit Kapasitas 216 ton/hari

7 Air Bersih 12.000 Kapasitas 1400 m3/hari dan

berasal dari 2 sumber yaitu PT. CNE, PT.TSA

8 Jaringan Listrik 2 Unit 197 kVa milik PPSNZJ ;

5.362 kVa Perum PPS

9 Galangan Kapal 2 Unit 2 unit tipe slipway dengan

kapasitas @2 x 150 GRT dan 1 unit tipe shiplift dengan kapasitas angkut 150 GRT

10 Perbengkelan 12 Unit -

11 Tuna Landing Center (TLC) 30 Unit Transit Shed 6 Unit terletak di dermaga barat

12 Incinerator 880 M2 15 – 20 m3 / hari

13 Unit Pengolahan Limbah (UPL) 995,4 M2 Kapasitas pengolahan 1000 M3 / hari

14 Kolam Penanggulangan Banjir 2 Unit Barat 1000 M3 ; Timur 2000 M3

15 Cold Storage 23 Unit Kapasitas antara 100 – 3.000 Ton

16 Jaringan Air Laut (Sea Water Intake)

2048 M2 Kapasitas air laut 1.080 M3 / hari

17 SPBB/ SPBU/ Fixed Bunker Agent

4 Unit 2 unit di dermaga barat dan 2 unit di dermaga timur dengan kapasitas tangki 2.800 KL, SPBU 1 unit dengan kapasitas tangki bensin 16 KL dan fixed bunker agent 1 unit dengan kapasitas 64 KL

(3) Fasilitas Penunjang

Fasilitas tambahan atau penunjang pelabuhan perikanan adalah fasilitas yang secara tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan dan atau memberikan kemudahan bagi masyarakat umum.


(45)

Tabel 6 Fasilitas penunjang di PPSNZJ

No Nama Fasilitas Volume Satuan Keterangan

1 Kantor Pelayanan Terpadu 690 M2 Terdiri dari 2 lantai

2 Kantin 1.161 M2 107 lapak

3 Gedung Penunjang Kegiatan Nelayan (GPKN)

2 Unit Gedung A terdiri dari 3 lantai dengan luas 4.800 M2 dan gedung B terdiri dari 2 lantai dengan luas 150,53 M2 4 Balai Pertemuan Nelayan 2234,75 M2

5 Toilet / MCK Umum 439 M2 20 unit

6 Mesjid dan Mushola 3 Unit 1 unit mesjid dengan luas

441 M2 dapat menampung 600 jamaah dan Mushola 2 unit dengan luas 150,53 M2

7 Mess Karyawan / Pelabuhan 751,5 M2 3 unit

8 Gudang 328 M2 2 unit digunakan sebagai

fasilitas penyimpanan perlengkapan kantor dan peralatan kapal

9 Pelataran parker 1.513 M2 Fasilitas parker truck dan

container

10 Halte 27 M2 Fasilitas umum angkutan

umum

11 Kantor Polsek 200 M2 Kegiatan kepolisian dalam

rangka pengendalian keamanan dan ketertiban

12 Pos Kamla 69,5 M2 1 unit digunakan untuk

kegiatan TNI AL dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban

13 Pos Keamanan 210 M2 5 unit untuk kegiatan satuan

pengamanan

14 Poliklinik 101 M2 1 unit sarana pengobatan

15 Mercusuar (tua) 1 Unit Kondisi baik dan dapat

difungsikan

16 Kantor Agen Kapal 170 M2 1 unit kantor para agen /

pengurus kapal

17 Pos Masuk / Keluar 51 M2 3 unit, Pos pelayanan pas

masuk pelabuhan dan tempat pengambilan data barang

18 CCTV 3 Unit Perangkat monitor kegiatan

di dermaga, pintu masuk dan kawasan pelabuhan

Adapun fasilitas yang mendukung dalam penanganan hasil tangkapan tuna di PPS Nizzam Zachman Jakarta yaitu Industri tuna segar(Tuna Landing Center/TLC) yang juga dikenal dengan nama Perusahaan Transit, Perusahaan

Pengolahan, cold storage dan dermaga sepanjang 775 meter.Beberapa fasilitas

penanganan tuna pada saat pengamatan ada yang tidak berfungsi dengan baik dan ada yang beralih fungsi.


(46)

4.3 Unit Penangkapan longline di PPSNZJ 4.3.1Kapallongline

Kapal longline sebagai salah satu unit penangkapan tuna mengalami

penurunan setiap tahunnya.Berikut data kapal Rawai Tuna (Longline) yang masuk ke PPS Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) dari tahun 2006 hingga tahun 2010.

Tabel 7 Kapal tuna Longline yang masuk tahun2006-2007 berdasarkan data

statistik PPSNZJ 2011

Berdasarkan data kapal rawai tuna (longline) yang masuk ke PPS Nizam Zachman Jakarta, maka diperoleh grafik tingkat kenaikan atau penurunan unit tangkapanlongline.

Gambar 3Kapal masuk longlinedi PPSNZ dari tahun 2006 hingga 2010

0 200 400 600 800 1000 1200

2006 2007 2008 2009 2010

Ju

m

la

h

 

Kap

a

l

Tahun

Kapal Masuk Longline di PPSNZJ

Bulan Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010

Februari 125 74 60 69 70

Februari 84 106 53 59 48

Maret 99 93 57 66 82

April 88 93 60 65 76

Mei 117 58 89 84 72

Juni 99 56 69 51 59

Juli 97 76 75 79 82

Agustus 89 74 66 71 78

September 82 70 65 69 57

Oktober 54 85 80 69 51

November 76 75 67 61 74

Desember 76 78 51 56 66


(47)

Grafik diatas menunjukkan terjadinya penurunan jumlah kapal masuk di PPSNZJ dari tahun 2006 hingga tahun 2008, kemudian pada tahun 2008 hingga 2010 terlihat tidak begitu banyak perkembangan. Pada tahun 2010, kapal yang mendarat tiap bulannya berkisar antara 51 hingga 82 unit, dimana rata-rata kapal yang masuk tiap bulannya sekitar 67 unit kapal. Terjadinya penurunan yang signifikan dari tahun-tahun sebelumnya disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya banyaknya armada penangkapan tuna longline di PPSNZJ ini yang beralih fungsi menjadi armada penangkapan lain, seperti Purse Seime akibat menurunnya hasil tangkapan tuna serta mahalnya biaya operasional penangkapan (termasuk BBM).

4.3.2 Alat tangkap tuna longline

Alat tangkap yang digunakan dalam penangkapan tuna ini adalah alat tangkap pancing, dimana sebelum dilakukan operasi penangkapan ini nelayan terlebih dahulu mempersiapkan umpan serta alat-alat yang nantinya akan digunakan dalam proses penanganan tuna di atas kapal seperti pisau proses, ganco, bambu ukuran 2,5 meter dan kompresor angin yang berfungsi untuk sirkulasi umpan hidup diatas kapal. Pengecekan suhu dilakukan pada mesin ruang pendingin dengan suhu

rata-rata -1,5oC dan ruang beku dengan suhu dibawah -40oC.Kapal longline

biasanya melakukan penangkapan di sekitar Samudera Hindia (dekat perbatasan negara Indonesia dan Australia) dengan posisi antara 8o- 15oLS serta 92o- 1020

BT.Untuk ukuran palkah penampung hasil tangkapan longline ini bervariasi

mengikuti bentuk kapal dari haluan hingga buritan, yaitu untuk penyimpanan hasil tangkapan 7 ton, 8 ton, 9 ton dan 25 ton.

4.3.3 Nelayan (Anak Buah Kapal/ABK)

Nelayan yang melakukan operasi penangkapan longline berkisar antara 12 hingga 14 orang.ABK tersebut haruslah dalam kondisi yang sehat, memiliki surat yang lengkap (buku izin berlayar) serta memiliki keahlian tertentu untuk bekerja di kapal longline. Nakhoda (kapten) kapal longline sekaligus bertugas sebagai kepala penangkapan atau sering dikenal fishing master, yaitu untuk menemukan daerah penangkapan yang akan menjadi sasaran penangkapan.Kapal longline yang terdapat


(48)

di PPSNZJ rata-rata tidak dilengkapi sistem elektronik seperti GPS, echo sounder dan fish finder.Nelayan melakukan pengejaran ikan hanya berdasarkan prakiraan dan pengalaman yang sudah ada.Nakhoda (kapten) dibantu oleh ABK lain yang memiliki tugas masing-masing dalam kegiatan operasi penangkapan. Untuk lebih jelasnya, berikut pembagian tugas ABK Kapal longline:

Tabel 8 Pembagian tugas ABK kapal longline

No ABK Tugas

1 Kapten sekaligus

Fishing master

Bertanggung jawab terhadap kelancaran, keamanan dan keselamatan pelayaran kapal beserta awak sekaligus terhadap kelancaran operasi penangkapan ikan

2 Mualim Membantu kapten terutama yang berhubungan

dengan navigasi

3 Bossun Kepala geladak yang mengatur kerja ABK di atas

kapal sesuai perintah Fishing Master

4 Ice Master Mengawasi kualitas umpan dan mengawasi ruang dingin dan ruang beku palkah ikan

5 Kepala Kamar Mesin

(KKM)

Menjaga mesin kapal terhadap berfungsinya mesin kapal dan mesin lainnya di atas kapal

6 Operato radio Bertanggung jawab dalam hal komunikasi melalui

radio

7 Juru Masak Bertanggung jawab dalam mengadakan makanan

8 Deck hand ABK lainnya yang melakukan operasi penangkapan ikan

Kapal longline juga memiliki organisasi pelayaran yang bertujuan untuk memudahkan pembagian kerja.Setiap ABK memiliki tanggung jawab terhadap

tugas masing-masing.Berikut bentuk organisasi pelayaran kapal longline yang

mendarat di PPS Nizam Zachman Jakarta.

Gambar 4 Organisasi pelayaran kapal longline Kapten kapal sekaligus

Fishing Master Bagian mesin Bagian navigasi Bagian radio Bagian geladak Bagian koki Mualim - KKM -Ice Master Operator radio -Bossun - Deck hand Koki


(49)

4.4 Keadaan Umum Industri Tuna Segar dan Tuna Loin 4.4.1 Industri tuna segar (Transit 16)

Industri Transit Tuna segar atau dikenal juga dengan nama Tuna Landing Center (TLC) di PPSNZJ berjumlah sekitar 30 unit. Akan tetap dari jumlah tersebut tidak semuanya aktif dalam kegiatan pengemasan produk tuna segar utuh. Dari 30 perusahaan transit tersebut, yang hingga sekarang masih aktif dalam kegiatan hanya sekitar 6 transit.Adapun transit yang lainnya ada beberapa yang beralih fungsi menjadi bengkel, gudang penyimpanan, cold storage dan lain sebagainya. Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam upaya penanganan ikan tuna menuju perusahaan transit, diantaranya :

1) Kurang terjaganya fasilitas pendaratan ikan tuna dari kapal menuju TLC

(Perusahaan Transit) seperti papan peluncur ikan dan alat penanganan lainyang digunakan, seperti pisau, ganco, dan lain-lain.

2) Pemakaian air bersih untuk membersihkan ikan tuna harus diperhatikan untuk

mempertahankan kondisi ikan tuna.

Industri tuna segar ini memiliki sekitar lebih kurang 30 orang karyawan tetap yang memiliki pembagian tugas masing-masing. Semua tenaga kerja bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan, diantaranyadua orang dalam proses pembongkaran,tiga orang dalam proses pengangkutan, dua orang di bagian penyeleksian grade,tiga orang di bagian proses penimbangan, dua orang di bagian pencucian, tiga orang di bagian proses perendaman, dua orang di bagian proses pencucian, 2 orang di bagian proses penanganan tuna reject, dua orang di bagian proses pengemasan, lima orang di bagian teknisi dan sisanya membantu bagian yang lainnya (pembagian kerja bersifat fleksibel dan tergantung besar jumlah ikan yang ditangani).Apabila produksi dalam kondisi melimpah, pihak industri biasanya akan mencari tenaga kerja/karyawan borongan. Kecekatan, kecepatan kerja dan kerjasama yang baik dari sumber daya manusia ini juga berpengaruh besar terhadap efisiensi kegiatan di industri transit (tuna landing center) ini.

Industri transit (Tuna Landing Center)ini menghasilkan produk tuna segar utuh yang akan diekspor langsung ke negara Jepang. Industri ini memiliki waktu kerja setiap hari kecuali hari Senin dan Jum’at karena hari tersebut merupakanhari


(50)

libur Jepang sehingga pengiriman ikan dari Indonesia ditiadakan.Produksi tuna segar yang dihasilkan industri transit 16 dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5Jenis produk tuna di industri tuna segar

4.4.2 Industri tuna loin (PT. Awindo International)

PT.Awindo International merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di

bidang pengolahan produk perikanan, termasuk salah satunya produk tuna loin.Perusahaan ini terletak di dalam kawasan PPSNZJ.Perusahaan ini berkomitmen pada produksi dan pemasaran serta terhadap keamanan produk perikanan dalam memenuhi persyaratan Internasional dan Indonesia pada sistem mutu HACCP atau manajemen keamanan pangan.Adapun visi dan misi perusahaan tersebut.Visi perusahaan yaitu ingin memproduksi produk perikanan yang berkualitas ekspor dan sehat dikonsumsi manusia dan bisa menembus pasar Eropa, Amerika, Canada, Jepang, Korea Selatan dan Cina. Misi perusahaan yaitu akan menerapkan dan mengawasi panduan program Manajemen Mutu Terpadu berdasarkan konsepsi HACCP dengan baik dan benar untuk menjamin hasil olahan memenuhi standar yang ditetapkan.

1) Struktur Organisasi Perusahaan

PT Awindo International dipimpin oleh seorang General Managerdengan tugas pokok mengambil keputusan operasional perusahaan, menetapkankebijakan umum perusahaan, menentukan dan mengendalikan perusahaan,membina koordinasi yang baik dengan berbagai bidang kerja yang ada dibawahnya, meminta pertanggungjawaban dari masing-masing Manajer Pelaksana(Kepala Bagian) serta bertanggung jawab atas kelangsungan hidup perusahaan. General Manajer ini membawahi beberapa bagian yaitu bagian Quality Control,bagian Mekanik, bagian Pembelian Bahan Baku, bagian Proses, bagian Acounting, dan bagianumum dan


(51)

administrasi.Setiap Kepala Bagian ini bekerja sesuai dengan bidangatau bagiannya dengan penuh tanggung jawab dan saling berkoordinasi.

(1) Bagiankontrol kualitas dan mutu(quality control)

Bagian ini bertanggung jawab dalam mengendalikan, mengawasi dan menjamin kualitas/mutu produk yang dihasilkan, serta bertanggung jawab atassanitasi selama proses produksi yang berlangsung. Bagian quality control(QC)inibertugas dari bahan baku datang untuk menguji kualitas bahan baku diskalalaboratorium, dengan melakukan uji seperti pengujian kandungan histamin, dan lain-lain. Selain itu melakukan kontrol setiap kali produksi sesuaidengan pedoman dan melakukan koreksi apbila terjadi kesalahan, sertamemastikan produk yang dihasilkan masih bermutu tinggi.Dalam pelaksanaanproses produksi dilapangan, bagian QC ini juga dibantu bagian check line untukmembantu dalam pemantauan secara langsung proses produksi disetiap bagian.

(2) Bagian mekanik

Bagian ini bertanggung jawab atas kelancaran dalam penggunaan mesinmesinpabrik, listrik, kendaraan, dan alat-alat penunjang lain seperti lori (keretadorong), sensor suhu ruang, dan lain sebagainya. Bagian ini juga bertanggungjawab melakukan perbaikan apabila ada permasalahan serta juga melakukan pemeliharaan gedung/bangunan.Kepala bagian ini berhak untukmelakukan usulan penggantian mesin apabila mesin mengalami masalah danterjadi penurunan efisiensi kerja dan tidak memungkinkan untuk dilakukanperbaikan.

(3) Bagian pembelian

Bagian ini bertanggung jawab atas pengadaan bahan baku baik dalambentuk kuantitas maupun kualitasnya. Bagian ini menentukan pembelian bahanbaku disesuaikan dengan order yang diminta pasar tetapi tidak menutupkemungkinan untuk membeli bahan baku yang nantinya akan dibekukan untukproduksi selanjutnya.

(4) Bagian proses

Bagain ini bertanggung jawab atas semua proses produksi dan


(1)

Lampiran 7 Bagan pemasaran distribusi ikan tuna di PPSNZJ

TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) DARI KAPAL KE KAPAL TEMPAT PENANGANAN TUNA CONTAINER EKSPOR BEKU EKSPOR SEGAR TUNA BEKU TUNA LOKAL IKAN SEGAR/BEKU PENGECER PELABUHAN LAUT PELABUHAN UDARA / BANDARA E K S P O R L O K A L KAPAL PERIKANAN (LAUT) DIANGKUT LEWAT TRUCK (DARAT)

IKAN / UDANG

KAPAL TUNA LL

KAPAL ANGKUT DERMAGA

DERMAGA KAPAL NON TUNA LL

IKAN / UDANG SEGAR / BEKU

DERMAGA INDUSTRI PROSESING & PEMBEKUAN PUSAT PEMASARAN IKAN 92


(2)

Lampiran 8 Denah alur proses penanganan tuna di industri tuna segar (Transit 16) Dermaga

Keterangan : : Alur kegiatan di TLC : Pengiriman ke perusahaan

93

Ruang Receiving

Ruang Pengiriman

Tuna Reject Pintu Masuk Perusahaan Transit Ruang Pengiriman Ekspor Meja Kerja

Meja kerja

Bak es

Bak es

Tempat Pengemasan (packing) Tempat

Penimbangan Tempat

Penimbangan

Pencatatan

P e n c u c i a n


(3)

Lampiran 9 Denah alur proses penanganan tuna di industri tuna loin (PT. Awindo International)

Rg.Asah Rg.Cuci

Pisau Pan

Ruang proses frozen ikan lainnya

Cold Storage 1 Ruang packing frozen Ruang proses frozen cold storage 2

Stuffing area Rg.packing fresh tuna Rg.Sanitasi Rg.Proses Rg.Trimming fresh Rg. Receiving G.CO Rg.CO freshBak perendaman

Nb : : Alur produk

94

Anteroom ABF 3 Chilling Cold Room Storage 3

Gardu PLN

Ruang Listrik

Ruang Limbah

ABF 1

ABF 2

Ante room

MP2 MP1


(4)

Lampiran 10 Dokumentasi penanganan tuna di industri tuna segar (Transit 16)

1. Pembongkaran dari palkah 2. Pengangkatan dari palkah 3. Menggunakan papan peluncur 4. Penentuan grade

5. Penimbangan Ikan 6.Pengangkatan ke atas meja 7.Perendaman dalam bak es 8.Penimbangan kembali

9. Pencatatan data oleh tally 9 Pengecekan mutu oleh checker 10. Pembersihan & pengelapan ikan 11. Pengemasan ikan


(5)

12. Pengepakan 13. Pengangkatan menuju container 14.Penyusunan pack ikan 15.Mobil container

Lampiran 11 Dokumentasi penanganan tuna di industri tuna loin (PT.Awindo International)

1. Penerimaan bahan baku 2. Pemotongan ikan 3. Pembuatan loin 4. Penimbangan loin

5. Penyimpanan dalam chilling room 6. Pemotongan kembali 7. Pemotongan produk Saku 8. Pemotongan produk Cup


(6)

9. Hasil Produk Cup 10. Penggilingan produk Nakaochi 11. Pengemasan produk 12. Pengepresan plastik produk

13. Pengecekan produk Nakaochi 14. Pengecekan produk Saku 15. Hasil Produk Saku (kemasan) 16. Penimbangan kembali

17. Pengepakan dalam dus 18. Penyimpanan dalam cold storage 19. Persiapan menuju ruang loading 20. Produk siap diekspor