Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini terdapat delapan poin yang akan dibahas anatara lain tentang latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, dan sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan inklusi menurut Subini 2014:50 adalah kebersamaan untuk memperoleh pelayanan pendidikan dalam satu kelompok secara utuh bagi seluruh siswa berkebutuhan khusus usia sekolah, mulai dari tingkat TK, SD, SMP atau SLTP, hingga SMASMK sederajat. Pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang tidak membeda-bedakan latar belakang kehidupan siswakarena keterbatasan fisik maupun mental Ilahi, 2013: 23. Maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusi adalah pendidikan yang diberikan untuk siswa yang berkebutuhan khusus dan siswatidak berkebutuhan secara khusus untuk mendapatkan pendidikan bersama. Wiyani 2014:17 berpendapat bahwa siswa berkebutuhan khusus disebut juga heward adalah siswadengan kepemilikan karakteristik khusus yang berbeda dengan siswalainnya pada umumnya menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik. Selain itu Cahya 2013:5 juga mengemukakan siswa berkebutuhan khusus ialah siswa yang dalam proses pendidikannya memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan siswa pada umumnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Maka dapat disimpulkan bahwa siswa berkebutuhan khusus merujuk pada siswa yang memiliki kesulitan belajar yang membuatnya lebih sulit untuk belajar atau mengakses pendidikan dibanding kebanyakan siswaseusianya. Di Kabupaten Sleman terdapat 33 sekolah dasar inklusi yang terdapat di 14 kecamatan. Hal tersebut menunjukan bahwa pemerintah Kabupaten Sleman juga memperhatikan tentang pendidikan inklusi. Sekolah dasar inklusi tersebut melayani siswa yang berkebutuhan khusus dan siswa yang tidak berkebutuhan secara khusus. Siswa berkebutuhan khusus yang dilayani antar lain siswa dengan slow learner, autis, hiperaktif, dan tunarungu. Guru perlu menguasai metode pengajaran supaya dapat mengembangkan potensi yang dimiliki dari masing-masing anak. Menurut Ahmadi 2005:52, metode pengajaran adalah teknik penyajian yang dikuasai oleh seorang guru untuk menyajikan materi pelajaran kepada murid di dalam kelas baik secara individual atau secara kelompok agar materi pelajaran dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh murid dengan baik. Di sekolah inklusi, guru perlu menguasai empat metode pengajaran yaitu metode pengajaran langsung, metode pengajaran tidak langsung, metode pengajaran saffolding, dan metode pengajaran latihan mandiri. Menurut Majid 2013: 11, metode pengajaran lansung merupakan strategi yang kadar berpusat pada gurunya paling tinggi, dan paling sering digunakan. Pada metode ini guru perlu memberikan latihan dengan bimbingan, guru menyampaikan materi, dan guru memberikan umpan balik pada siswa. Sedangkan menurut Majid 2013:11, pengajaran tidak langsung memperlihatkan bentuk keterlibatan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI siswa yang tinggi dalam melakukan observasi, penyelidikan, penggambaran inferensi berdasarkan data, atau pembentukan hipotesis. Dalam metode ini peran guru berubah menjadi fasilitator. Dan pembelajaran berpusat pada siswa. Menurut Rosenshine Stevens 1992: 2, scaffolding merupakan bentuk dukungan yang disediakan oleh guru atau siswa lain untuk membantu siswa menjembatani jarak antara kemampuan mereka yang sekarang dengan target yang dituju. Pada metode ini guru perlu mengatur tingkat kesulitan materi pelajaran, guru juga perlu memanfaatkan model pembelajaran yang beragam, dan guru perlu melatih tanggung jawab siswa. Sedangkan dalam buku Sani 2013:25, memaparkan bahwa latihan mandiri merupakan strategi untuk mengembangkan inisiatif siswa secara individual, rasa percaya diri, dan pengmbangan diri siswa. Pada latihan mandiri ini guru perlu dalam memfasilitasi siswa untuk dapat bekerja mandiri, guru juga perlu melatih sejumlah kecil keterampilan, dan guru sebaiknya memberikan latihan agar siswa dapat memperkembangkan kemampuan. Dari penjabaran di atas maka peneliti tertarik untuk menemukan data yang berkaitan tentang metode pengajaran yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi. Dalam penelitian ini akan menggunakan kuesioner dengan 15 pertanyaan tertutup. Pertanyaan yang telah diberikan pada responden disusun berdasarkan kisi-kisi indikator metode pengajaran yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi. Kuesioner kemudian dibagikan pada 30 guru yang ada di sekolah dasar inklusi se kabupaten Sleman yang telah ditunjuk sebagai sampel dalam penelitian ini, yang bertujuan untuk memetakan bentuk metode PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI pengajaran yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi. Untuk itu peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Metode Pengajaran yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Sleman ”.

1.2 Identifikasi Masalah