Anlisis Dampak Penambahan Pasir Laut Terhadap Perikanan Rajungan Di Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang

(1)

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT

TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN

DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG

DJUMADI PARLUHUTAN P.

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Analisis Dampak Penambangan Pasir Laut Terhadap Perikanan Rajungan Di Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, A p r i l 2007

Djumadi Parluhutan P. C551030274


(3)

ABSTRAK

DJUMADI PARLUHUTAN P. Analisis Dampak Penambangan Pasir Laut Terhadap Perikanan Rajungan di Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan RONNY IRAWAN WAHYU.

Pemerintah Daerah Kabupaten Serang telah memberikan perijinan penambangan pasir laut kepada PT. Jet Star yang telah melakukan penambangan pasir laut di Kecamatan Tirtayasa sejak September tahun 2003 sampai dengan tahun 2005. Penambangan pasir laut telah berdampak pada perikanan tangkap khususnya rajungan. Rajungan (Portunus pelagicus) termasuk krustasea demersal dengan habitat pasir.

Penelitian ini bertujuan menganilisis dampak penambangan pasir laut terhadap perikanan rajungan. Uji T digunakan untuk membandingkan produksi rajungan sebelum dan setelah adanya penambangan pasir laut. Analisis regresi digunakan untuk mengetahui hubungan antara produksi pasir laut dengan produksi rajungan. Aspek ekonomi dinilai dengan valuasi ekonomi melalui metode perubahan surplus produsen.

Hasil penelitian menunjukan bahwa produksi rajungan menurun secara signifikan setelah adanya penambangan pasir laut. Lebar karapas dan bobot tubuh juga menurun setelah adanya penambangan pasir laut. Analisis regresi menunjukan bahwa setiap kenaikan produksi pasir laut akan menurunkan produksi rajungan. Terdapat perubahan surplus produsen sebesar Rp.10.046.625.000,- setiap tahun. Penambangan pasir laut juga telah berdampak terhadap pola penangkapan nelayan rajungan.

Pemerintah Daerah Kabupaten Serang perlu membuat peraturan daerah mengenai penambangan pasir laut secara khusus yang didasarkan peraturan daerah tentang tata ruang laut dan pesisir. Pemerintah daerah juga perlu membuat suatu program dan penelitian untuk meminimalkan dampak negatif penambangan pasir laut.


(4)

ABSTRACT

DJUMADI PARLUHUTAN P. Impact Analysis of Sand Mining on The Swimming Crab Fishery in Tirtayasa, Serang Regency. Under direction of AKHMAD FAUZI and RONNY IRAWAN WAHYU.

The government of Serang District has given the policy to sand mining on coastal fisheries and PT Jetstar has exploited sand on coastal fisheries in Tirtayasa since September 2003 up to 2005. Sand mining has influenced on coastal fisheries especially to the swimming crab (Portunus pelagicus). Swimming crab is a demersal crustacea with habitat muddy sand.

The objective of the research is to analyze the impact of sand mining on the swimming crab fishery. T test analysis was used to compare the production of swimming crabs before and after sand mining. Regression analysis was use to analyze correlation between sand mining production and swimming crabs production. Economic valuation was obtained by using surplus producer method.

The result of this research show that the swimming crabs production has decrease and there is significantly after sand mining activity. Carapace Wide (CW) and Body Weight (BW) has decreased after sand mining. The result of regression analysis shows that increasing the production of sand mining has an impact towards decreasing of swimming crab production. There is decreasing of surplus producers Rp. 10.046.625.000, - for a year. The sand mining has influenced to the pattern of fishing for the crab fishers activities.

In the future, the government needs to establish the regulation of marine and coastal zone, special regulation sand mining on coastal, sustainable fisheries program and research to minimize negative impact of sand mining activities. Key words : sand mining, swimming crab, Serang Regency


(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor

Tahun 2007

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya


(6)

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT

TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN

DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG

DJUMADI PARLUHUTAN P.

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(7)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : Analisis Dampak Penambangan Pasir Laut Terhadap Perikanan Rajungan di Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang

Nama : Djumadi Parluhutan P.

NRP : C 551030274

Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc. Ir. Ronny I. Wahyu, M. Phil.

Ketua Anggota

Diketahui,

Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ketua

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(8)

PRAKATA

Syukur kepada Tuhan atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul Dampak Penambangan Pasir Laut Terhadap Perikanan Rajungan di Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Kelautan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Dengan penuh rasa hormat dan tulus penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak Dr.Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc. dan Ir. Ronny I. Wahyu, M.Phil. selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan waktu dan pikiran serta memberikan saran, bimbingan dan petunjuk yang sangat berarti. Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Serang, Dinas Perikanan dan Kelautan yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada semua pihak di jajaran Pemerintah Daerah Kabupaten Serang dan rekan - rekan TKL yang telah membantu penulis dalam penelitian, penulisan tesis dan penyelesaian studi. Terimakasih juga kami sampaikan kepada orangtua, mertua, dan keluarga serta istri dan putri tercinta atas dukungan dan doa untuk penulis.

Penulis mengharapkan saran dan kritik demi penyempurnaan penelitian penulis.

Bogor, April 2007

Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 23 Januari 1970 sebagai putra ketujuh dari delapan bersaudara pasangan Bapak S.T. Pandjaitan dan Ibu T. Simandjuntak (Alm.) Pendidikan penulis dari SD hingga SMU ditempuh di Kota Bandung.

Penulis lulus SMA tahun 1988 dan pada tahun 1990 penulis diterima di Program Studi Pengolahan Hasil Perikanan, Universitas Brawijaya Malang dan selesai pada tahun 1996. Pada tahun 1996 penulis bekerja sebagai Supervisor di CP Bahari, Lampung dan tahun 1998 menjadi PNS pada Departemen Transmigrasi yang ditempatkan di Kanwil Banda Aceh. Pada tahun 2000 penulis pindah ke Kanwil Jawa Barat dan ditempatkan di Kandep Serang. Pada tahun 2000 penulis menjadi pegawai Pemerintah Daerah Kabupaten Serang dan bertugas pada Dinas Perikanan dan Kelautan. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan pada Program Studi Teknologi Kelautan, Sub Program Perencanaan Pembangunan Kelautan Perikanan, SPs-IPB.


(10)

v

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL. ... viii

DAFTAR GAMBAR. ... x

DAFTAR LAMPIRAN. ... xi

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . ... 1

1.2 Perumusan Masalah . ... 3

1.3 Tujuan Penelitian. ... 3

1.4 Manfaat Penelitian. ... 4

1.5 Kerangka Pemikiran. ... 4

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sumberdaya. ... 8

2.2 Klasifikasi Sumberdaya Alam. ... 9

2.3 Penilaian Ekonomi Sumber Daya. ... 12

2.4 Teknik Pengukuran Nilai Ekonomi. ... 15

2.4.1 Pengukuran Nilai Ekonomi Barang dan Jasa yang Diperdagangkan (traded). ... 15

1) Surplus. ... 15

2) Surplus Konsumen. ... 16

3) Surplus Produsen. ... 17

4) Rente Sumberdaya. ... 18

2.4.2 Teknik Penilaian Non Pasar Sumber Daya Alam dan Lingkungan 18 2.5 Sumber Daya Pasir Laut. ... 19

2.6 Sumber Daya Rajungan. ... 21

2.6.1 Sistematika Rajungan. ... 22


(11)

2.7 Dampak Penambangan Pasir Laut. ... 25

2.7.1 Aspek Ekonomi. ... 25

2.7.2 Aspek Lingkungan. ... 25

2.7.3 Aspek Sosial. ... 26

3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode dan Lokasi Penelitian. ... 28

3.2 Jenis dan Sumber Data. ... 28

3.3 Metode Pengambilan Contoh atau Data. ... 28

3.4 Analisis Data. ... 29

3.4.1 Uji Perbedaan Produksi. ... 29

3.4.2 Kualitas Rajungan. ... 30

3.4.3 Analisis Hubungan Produksi Pasir Laut-Produksi Rajungan. ... 30

3.4.4 Surplus Produsen. ... 31

4. KEADAAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum. ... 33

4.2 Kondisi Perikanan Tangkap dan Budidaya Tambak. ... 34

4.3 Keadaan Umum Kecamatan Tirtayasa. ... 40

4.4 Karakteristik Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Penelitian. . 44

4.5 Karakteristik Responden. ... 55

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Daerah Penangkapan Ikan dan Kawasan Penambangan Pasir Laut. ... 57

5.2 Produksi Rajungan. ... 57

5.3 Produksi Rajungan Sebelum dan Setelah Penambangan Pasir Laut. ... 58

5.4 Kualitas Produksi Rajungan. ... 59

5.5 Ijin Pertambangan dan Produksi Pasir Laut. ... 60

5.6 Biofisik Perairan. ... 62

5.7 Regresi Produksi Pasir Laut Terhadap Produksi Rajungan. ... 64

5.8 Perubahan Surplus Produsen. ... 65


(12)

vii 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan. ... 72 6.2 Saran. ... 72 DAFTAR PUSTAKA . ... 74 LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1.

Siklus perkembangan hidup dan habitat rajungan

(Portunus pelagicus)

...

24

2.

Produksi perikanan tangkap/budidaya Kabupaten Serang tahun 2003 ...

34

3.

Produksi (ton) perikanan laut Kabupaten Serang menurut kecamatan ...

35

4.

Nilai produksi (Rp. 1000) perikanan laut Kabupaten Serang menurut

kecamatan. ...

35

5.

Produksi perikanan laut menurut jenis ikan tahun 2002-2003. ...

36

6.

PDRB Kabupaten Serang dan kontribusi sektor perikanan terhadap

PDRB. ...

37

7.

Jumlah armada penangkapan nelayan menurut kecamatan. ...

37

8.

Jumlah alat tangkap di Kabupaten Serang tahun 2003. ...

38

9.

Perkiraan pendapatan nelayan dan buruh nelayan pada beberapa alat

tangkap di Teluk Banten tahun 1998-1999. ...

39

10.

Luas tambak menurut kecamatan. ...

40

11.

Jumlah rumah tangga petani tambak dan luas areal tambak di Kabupaten

Serang. ...

40

12.

Jumlah penduduk Kecamatan Tirtayasa. ...

41

13.

Luas penggunaan lahan di Kecamatan Tirtayasa (ha.). ...

42

14.

Pemanfaatan lahan di Kecamatan Tirtayasa pada desa-desa pengamatan

42


(14)

vi

16.

Bagian, bahan dan ukuran jaring rajungan yang digunakan nelayan

Kecamatan Tirtayasa. ...

45

17.

Bagian, bahan dan ukuran bubu lipat. ...

49

18.

Jumlah kapal dan nelayan di desa-desa pengamatan di Kecamatan

Tirtayasa. ...

53

19.

Karakteristik responden di wilayah penelitian. ...

55

20.

Perbandingan kualitas rajungan. ...

60

21.

Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air di lokasi

penambangan. ...

63


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Alur kerangka penelitian. ... 6

2. Pandangan terhadap sumberdaya alam. ... 10

3. Klasifikasi sumberdaya alam. ... 11

4. Surplus konsumen, surplus produsen dan rente sumberdaya. ... 17

5. Rajungan (Portunus pelagicus). ... 22

6. Siklus hidup rajungan. (Portunus pelagicus)... 23

7. Pengukuran rajungan (Portunus pelagicus). ... 30

8. Produksi rajungan dan pasir laut. ... 58

9. Mekanisme pengelolaan pertambangan. ... 61

10. Skema pengurusan ijin pertambangan daerah. ... 61

11. Regresi produksi pasir laut terhadap produksi rajungan. ... 65


(16)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Uji T produksi rajungan . ... 78

2. Rata-rata dan standar deviasi ukuran rajungan. ... 79

3. Perhitungan perubahan surplus produsen ... 80

4. Regresi produksi pasir laut terhadap produksi rajungan. ... 81

5. Peta zona daerah penangkapan ikan, kedalaman 0-5m. ... 82

6. Peta zona daerah penangkapan ikan, kedalaman 5-10m. ... 83

7. Peta zona daerah penangkapan ikan, kedalaman 10-15m . ... 84


(17)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber daya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan, dan lain-lain merupakan sumber daya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Hilangnya atau berkurangnya ketersediaan sumber daya tersebut akan berdampak sangat besar bagi kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi ini.

Sumber daya alam seperti hutan, ikan dan pasir laut merupakan sumber daya yang tidak saja mencukupi kebutuhan hidup manusia, namun juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi kesejahteraan suatu bangsa. Pengelolaan sumber daya alam yang baik akan meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Oleh karena itu, persoalan mendasar sehubungan dengan pengelolaan sumber daya alam adalah bagaimana mengelola sumber daya alam tersebut agar menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi manusia dengan tidak mengorbankan kelestarian sumber daya alam itu sendiri ( Fauzi, 2004).

Pasir laut adalah salah satu sumber daya alam yang bersifat tidak dapat pulih (non renewable resource) yang telah lama dimanfaatkan dan akhir-akhir ini menjadi hal penting baik pada skala nasional maupun daerah. Pasir laut adalah bahan galian pasir yang terletak pada wilayah perairan Indonesia yang tidak mengandung unsur mineral golongan A dan/atau B dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan, Keppres No. 33 Tahun 2002 (Sekretaris Kabinet, 2002).

Selama bertahun-tahun sejak akhir tahun delapan puluhan hingga saat ini pasir laut telah dieksploitasi secara besar-besaran dengan kapal-kapal pengeruk. Penambangan pasir laut ada yang dilakukan secara legal maupun illegal. Pasir tersebut dijual ke Singapura dan digunakan oleh negara tersebut untuk mereklamasi pantainya sehingga negara pulau itu bertambah luasnya. Jadi pasir laut itu hanya dinilai sebagai tanah urugan (land-fill), dan karena dibeli dalam jumlah yang sangat besar, harganya menjadi sangat rendah.


(18)

2

selama ini dilakukan secara bebas. Menurut menteri perindustrian dan perdagangan, salah satu masalah dalam ekspor pasir laut adalah banyaknya izin yang dikeluarkan instansi pemerintah, seperti dari kantor Dinas Departemen Pertambangan dan Sumber Daya Mineral. Selain itu, penambangan dan ekspor pasir laut juga tidak terkontrol. Akibatnya berdampak terhadap lingkungan dan menurunkan harga jual pasir laut. Tujuan penghentian sementara ekspor pasir laut ini adalah untuk melakukan penataan kembali penambangan dan ekspor pasir laut. Pengawasan ekspor pasir laut itu kemungkinan besar akan dilakukan dengan menggunakan sistem kuota yang diatur oleh pemerintah daerah dan asosiasi pelaku usaha pasir laut itu sendiri.

Penggalian pasir laut di sejumlah daerah di Indonesia masih perlu dilakukan, mengingat beberapa pelabuhan masih perlu digali agar dapat disandari kapal dan hasil pasir laut bisa diekspor atau dijadikan sebagai bahan reklamasi. Bila dikelola dengan baik, maka ekspor pasir laut dapat menguntungkan bagi Indonesia karena menghasilkan devisa bagi negara (Kompas, 22 Oktober 2003).

Pemerintah Kabupaten Serang menerbitkan SK No.541.35/1750/2003 tentang penghentian sementara penambangan pasir laut terhitung 6 November 2003. Sejak beroperasinya kapal pengeruk pasir tersebut telah berdampak terhadap kegiatan perikanan di wilayah perairan sekitarnya. Kegiatan penambangan pasir laut tersebut juga tidak memberikan kontribusi kepada masyarakat setempat. Perusahaan penambangan pasir laut juga telah memperluas operasi pengerukan pasir laut. Pada awalnya kapal pengeruk pasir laut hanya beroperasi di sepanjang pantai Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa, tetapi perusahaan itu juga telah melakukan operasi pengerukan sepanjang pantai Kecamatan Tirtayasa. Pemerintah Daerah Kabupaten Serang masih mengalami kesulitan dalam pengawasan kegiatan penambangan pasir laut karena pada pelaksanaan tidak terpasang batas-batas wilayah pengerukan yang jelas, kurangnya sumber daya manusia yang mengawasi dan terbatasnya sarana dan prasarana kegiatan pengawasan.

Penambangan pasir laut akan berdampak pada lingkungan perairan dan ikan–ikan yang hidup didalamnya termasuk rajungan yang biasa hidup didasar laut berpasir. Terganggunya kehidupan ikan ataupun rajungan dapat menyebabkan


(19)

perubahan hasil tangkapan nelayan dan akan mempengaruhi perekonomian nelayan.

1.2Perumusan Masalah

Prakiraan dampak merupakan telaahan secara cermat dan mendalam secara parsial terhadap kualitas lingkungan yang berubah secara mendasar akibat suatu kegiatan. Perubahan kualitas lingkungan tersebut diungkapkan sebagai besarnya dampak dan pentingnya dampak. Pada dasarnya besar dampak merupakan “selisih“ antara kondisi kualitas lingkungan tanpa ada kegiatan dengan kondisi kualitas lingkungan sebagai akibat dari adanya kegiatan. Penambangan pasir laut di kawasan laut utara Kabupaten Serang akan memberikan dampak terhadap komponen lingkungan fisik,kimia, biologi, sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketertiban masyarakat. Berkenaan dengan hal-hal tersebut diatas maka pertanyaan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah penambangan pasir laut mempengaruhi biofisik berupa hasil produksi perikanan tangkap, jumlah dan jenis ikan yang didaratkan khususnya pada produksi rajungan dimana yang didapat dijadikan indikator apakah terjadi perbedaan rata-rata lebar dan panjang carapace serta bobot saat sebelum dan sesudah aktivitas penambangan pasir laut. Aspek ekonomi juga perlu diidentifikasi mengenai dampaknya terhadap biaya operasi penangkapan, harga rajungan dan rantai pemasaran.

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa seberapa besar dampak penambangan pasir laut yang masih berlangsung sampai saat ini terhadap perikanan rajungan dan aspek ekonominya. Hal yang akan dilakukan adalah :

1. Menganalisis perbedaan jumlah produksi rajungan sebelum penambangan pasir laut dengan produksi rajungan setelah penambangan pasir laut.

2. Menganalisis perubahan kesejahteraan nelayan dengan menggunakan perubahan surplus produsen.


(20)

4 1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang berguna sebagai input dalam merumuskan strategi kebijakan, terutama bagi pemerintah daerah terkait dengan pengelolaan pasir laut dan hasil produksi rajungan oleh nelayan serta kelestarian sumber daya alam sehingga pemanfaatannya dilakukan secara bertanggung jawab untuk kesejahteraan masyarakat.

1.5Kerangka Pemikiran

Penambangan pasir laut menghasilkan debu-debu halus yang disebut debri dan akan mengikuti arus laut. Debri bisa berkelana hingga 20-30 mil jauhnya dan dapat menutupi terumbu karang, serta mengganggu kehidupan biota laut. Jelas sekali dampak debri ini pada hutan bakau, garis pantai, dan keberlangsungan terumbu karang. Jika terumbu karang rusak, dampaknya langsung ke populasi ikan dan akan berpengaruh pada pendapatan nelayan. Kerusakan paling nyata pada penambangan pasir laut di Daerah Riau Kepulauan adalah terjadinya abrasi pantai dan kekeruhan air laut. Terjadinya abrasi akan menyebabkan kerusakan ekosistem dan populasi hutan bakau serta hilangnya daerah asuhan ikan. Sementara itu, meningkatnya kekeruhan akan menyebabkan bermigrasinya populasi ikan dan rusaknya ekosistem terumbu karang (Delinom et al. 2004)

Salah satu kekayaan ekosistem pesisir teletak pada lapisan yang tidak terlalu tebal yang terdapat di permukaan dasar perairan pesisir. Lapisan tipis ini dapat berupa hasil dekomposisi bahan organik seperti dedaunan dari berbagai jenis vegetasi pantai yang bercampur dengan sedimen halus sampai kasar. Habitat merupakan tempat dimana jasad renik yang berperan melakukan proses dekomposisi terhadap bahan organik sehingga menjadi makanan alami bagi larva, juvenile sebelum mereka tumbuh dewasa dan dapat berkelana ke habitat lain sesuai dengan karakter biologisnya. Oleh karena itu lapisan tipis ini sangat kritis dalam kehidupan makhluk kecil dan lemah tersebut sehingga tempat tersebut disebut nursery ground (tempat pengasuhan). Bila perkembangan masa juvenile ini terganggu maka dapat dipastikan mempengaruhi proses rekruitment dan akibatnya populasi ikan yang menjadi dewasa juga akan menurun, yang berarti


(21)

hasil tangkapan akan jauh menurun. selain itu, berbagai organisme bentos yang hidup dan mencari makan pada habitat tersebut juga akan hilang.

Selain itu juga, lokasi-lokasi yang menjadi habitat berbagai organisme laut harus dilindungi dan terbebas dari aktivitas penambangan pasir laut, karena selain akan mematikan jasad renik, larva, juvenil, serta organisme bentos lainnya, juga merusak habitat yang kritis bagi rantai kehidupan berbagai organisme laut.

Pemerintah Daerah Kabupaten Serang telah mengeluarkan beberapa ijin Kuasa Penambangan (KP) pasir laut yang didasarkan dari hasil rekomendasi Subdin Pertambangan pada Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang. Beberapa perusahaan telah melakukan penambangan pasir laut secara aktif pada perairan Kecamatan Tirtayasa. Sebagaimana telah diuraikan diatas, pengaruh penambangan pasir laut terhadap habitat perairan, maka penambangan pasir laut kabupaten Serang akan berdampak terhadap hasil tangkapan nelayan.

Pada sumber daya laut terdapat sumber daya pasir laut, sumber daya ikan dan sumber daya lainnya. Sumber daya pasir laut di ekstraksi maka akan didapat pasir laut, tetapi walupun tidak sengaja ekstraksi tersebut secara pasti akan menghasilkan tingginya kadar total padatan tersuspensi (total suspendid solid) dan tingkat kekeruhan yang akan mempengaruhi jumlah hasil tangkapan perunit usaha. Sedangkan sumber daya ikan yang dimanfaatkan merupakan perikanan tangkap. Penangkapan ikan terus menerus secara kontinu juga dapat merubah hasil tangkapan. Hasil tangkapan dominan yang biasa didapat di Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang adalah rajungan dengan menggunakan alat tangkap jaring rajungan dan bubu rajungan. Tingkat perubahan hasil tangkapan merupakan dampak dari ekstraksi pasir laut yang akan menjadi sumber informasi, kemudian perlu disikapi secara bijaksana sehingga memunculkan aturan yang baik dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut.

Parameter perubahan dalam penelitian ini adalah aspek biofisik berupa Produksi rajungan yang didaratkan, serta lebar dan panjang carapace (carapace width; carapace length) sebelum dan sesudah aktivitas penambangan pasir laut. Aspek lainnya yang perlu diobservasi adalah aspek ekonomi berupa biaya operasi penangkapan per unit alat tangkap, harga rajungan, harga pasir laut serta rantai pemasaran ikan. Data yang diperlukan adalah produksi bulanan sebelum


(22)

6

penambangan pasir laut terjadi dan dibandingkan dengan produksi bulanan setelah penambangan pasir berlangsung. Kerangka pemikiran dari penelitian Analisis Dampak Penambangan Pasir Laut Terhadap Perikanan Rajungan di Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang dapat dilihat pada Gambar 1.

Penelitian ini ditujukan hanya pada alat tangkap jaring rajungan dan bubu rajungan. Hal ini dilakukan untuk mengisolasi dampak dari alat tangkap lainnya. Selain itu penelitian ini dilakukan pada lokasi yang sama antara penambangan pasir laut dengan “fishing ground” dari jaring dan bubu rajungan.

Gambar 1. Alur kerangka penelitian START

Identifikasi SD

SD Rajungan SD Pasir Laut

Analisis Kebutuhan

Rencana Pemanfaatan

Penambangan Produksi Rajungan

Pola Penyebaran Rajungan Identifikasi Jenis Rajungan

Strategi Pengelolaan

Selesai

Jenis Alat


(23)

Sebagaimana kerangka pikir penelitian maka diperlukan data time series bulanan, periode sebelum dilaksanakan penambangan pasir dan periode saat berlangsung penambangan pasir.


(24)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sumber Daya

Sumber daya didefinisikan sebagai sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumber daya adalah komponen dari ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Menurut Grima dan Berkes (1989) dalam Fauzi (2004) mendefinisikan sumber daya sebagai aset untuk pemenuhan kepuasan dan utilitas manusia. Menurut Rees (1990) dalam Fauzi (2004 ) menyatakan bahwa sesuatu untuk dapat dikatakan sebagai sumber daya harus memiliki dua kriteria, yakni :

1. Harus ada pengetahuan, teknologi atau keterampilan (skill) untuk memanfaatkannya.

2. Harus ada permintaan (demand) terhadap sumber daya tersebut .

Apabila kedua kriteria tersebut tidak dimiliki , maka sesuatu itu disebut barang netral.

Sumber daya juga terkait pada dua aspek, yaitu aspek teknis yang memungkinkan bagaimana sumber daya dimanfaatkan, dan aspek kelembagaan yang menentukan siapa yang mengendalikan sumber daya dan bagaimana teknologi digunakan.

Fauzi (2004) menyatakan bahwa Adam Smith sebagai bapak ilmu ekonomi memiliki pandangan mengenai sumber daya sebagai seluruh faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan output. Dalam pengertian ini sumber daya merupakan komponen yang diperlukan untuk aktivitas ekonomi yang secara matematis dapat ditulis sebagai :

у = ƒ (x1 , x2,… xn )

dimana у adalah maksimum kuantitas dari output yang dihasilkan jika x1, x2,… xn unit dari input digunakan secara optimal.

Secara eksplisit , ƒ (x) misalnya, sering ditulis sebagai ƒ (L,K) dimana L adalah tenaga kerja dan K adalah kapital (aset). Dalam konsep ekonomi klasik, sumber daya diidentikan dengan input produksi.

Pengertian sumber daya pada dasarnya mencakup aspek yang jauh lebih luas. Dalam literatur sering dinyatakan bahwa sumber daya memiliki nilai


(25)

intrinsik. Nilai Intrinsik adalah nilai yang terkandung dalam sumber daya, terlepas apakah sumber daya tersebut dikonsumsi atau tidak, atau lebih ekstrim lagi, terlepas dari apakah manusia ada atau tidak. Dalam ilmu ekonomi konvensional, nilai intrinsik ini sering diabaikan sehingga menggunakan alat ekonomi konvensional semata untuk memahami pengelolaan sumber daya alam sering tidak mengenai sasaran yang tepat.

Sumber daya alam juga dapat diartikan sebagai segala sumber daya hayati dan non-hayati yang dimanfaatkan umat manusia sebagai sumber pangan, bahan baku dan energi. Dengan kata lain, sumber daya alam adalah faktor produksi dari alam yang digunakan untuk menyediakan barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi (Fauzi, 2004).

2.2 Klasifikasi Sumber Daya Alam

Secara umum sumber daya alam dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok. Pertama adalah kelompok yang kita sebut sebagai kelompok stok. Sumber daya ini dianggap memiliki cadangan yang terbatas sehingga eksploitasi terhadap sumber daya tersebut akan menghabiskan cadangan sumber daya. Apa yang kita manfaatkan sekarang mungkin tidak lagi tersedia di masa mendatang. Dengan demikian, sumber daya stok dikatakan tidak dapat diperbarui (non-renewable) atau terhabiskan (exhaustible) . Termasuk ke dalam kelompok ini antara lain sumber daya mineral, logam, minyak, dan gas bumi.


(26)

10

Gambar 2. Pandangan terhadap sumber daya alam

Sumber : Ekonomi dan sumber daya alam lingkungan, Fauzi (2004)

Pengelompokan jenis sumber daya seperti yang dipaparkan diatas adalah pengelompokan berdasarkan skala waktu pembentukan sumber daya itu sendiri. Sumber daya alam dapat juga diklasifikasikan menurut jenis penggunaan akhir dari sumber daya tersebut. Hanley et al. (1997), misalnya, membedakan antara sumber daya material dan sumber daya energi. Sumber daya material merupakan sumber daya yang dimanfaatkan sebagai bagian dari suatu komoditas. Bijih besi, misalnya, diproses menjadi besi yang kemudian dijadikan bagian atau komponen

Tidak

Ya Sumber daya alam

Eksploitasi/Pemanfaatan

Ekstraksi Daya

Pengurangan TingkatPengurasan Pemanfaatan Lestari

Pengurasan SDA

Kelangkaan

Peningkatan Harga Peningkatan Biaya

Penurunan Permintaan -- Pencarian SDA Pengganti Peningkatan Daur Ulang Peningkatan Penawaran

INOVASI

- Pencarian SDA Baru

- Peningkatan Efisiensi

- Perbaikan Teknologi Daur Ulang


(27)

mobil. Aluminium dapat digunakan untuk keperluan peralatan rumah tangga dan sejenisnya. Sumber daya material ini dapat dibagi lagi menjadi material metalik seperti contoh di atas dan material non metalik seperti tanah dan pasir.

Sumber daya energi di sisi lain merupakan sumber daya yang digunakan untuk kebutuhan menggerakkan energi melalui proses transformasi panas maupun transformasi energi lainnya. Beberapa sumber daya dapat dikategorikan ke dalam keduanya. Sumber daya minyak misalnya, dapat dimanfaatkan untuk energi pembakaran kendaraan bermotor atau dapat juga digunakan untuk bahan baku plastik. Tampilan berikut ini menguraikan secara sistematis klasifikasi sumber daya alam sebagaimana dijelaskan di atas.

Gambar 3. Klasifikasi sumber daya alam

Sumber : Ekonomi dan sumber daya alam lingkungan, Fauzi (2004)

skala waktu pertumbuhan Kegunaan akhir

Stok (tidak dapat diperbarui) Alur (dapat diperbarui) Habis dikonsumsi Dapat didaur ulang Memiliki titik kritis Material non-metalik Tidak memiliki titik kritis Material metalik Energi SD Energi SD Material Contoh: - Minyak - Gas - Batubara Contoh: - Besi - Tembaga - Aluminium Contoh: - Ikan - Hutan - Tanah Contoh: - Udara - Pasang surut - Angin Contoh: - Emas - Besi - Aluminium Contoh: - Tanah - Pasir - Air Contoh: - Energi Surya - Angin -Minyak

Ekstraksi > Titik Kritis


(28)

12

2.3 Penilaian Ekonomi Sumber Daya

Pelaksanaan pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak lepas dari kegiatan yang berhubungan dengan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan. Oleh karena itu, pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan manusia harus dilakukan secara bijak dan terencana. Karena jika tidak, maka bencana ekologis akan terjadi dan manusia sendiri yang akan menanggung akibatnya. Bencana ekologis yang disebabkan oleh kesalahan manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan dapat berupa abrasi pantai, banjir, tanah longsor, kekeringan, wabah penyakit dan kekurangan pangan.

Pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan manusia, semestinya tidak hanya dilihat dari terpenuhinya kebutuhan konsumsi semata, tetapi juga adanya hubungan keseimbangan antara manusia dengan sumber daya alam.

Besaran dampak kesejahteraan yang ditimbulkan dari ekstraksi dan depresiasi sumber daya alam merupakan hal yang paling mendasar dan menjadi perhatian utama dari setiap pengembangan model sumber daya alam. Pada model konvensional, kesejahteraan diukur dari manfaat sosial (social benefit) yang dihasilkan dari sumber daya alam. Pengukuran ini bersifat exante sehingga sulit digunakan untuk mengukur kesejahteraan dari kerusakan lingkungan dan depresiasi sumber daya yang bersifat ex-post (Fauzi, 2005).

Pada model kerusakan lingkungan dan depresiasi, dampak kesejahteraan (welfare effect) diukur berdasarkan perubahan surplus ekonomi yang terjadi. Surplus ekonomi pada dasarnya merupakan selisih antara manfaat kotor yang diterima dari ekstraksi sumber daya alam. Dengan kata lain menurut Green (1992) dalam Fauzi (2005) manfaat ekonomi menempatkan nilai moneter terhadap kesejahteraan masyarakat (social well-being) dari mengkonsumsi dan mengekploitasi sumber daya alam, dan menguranginya dengan biaya sosial yang ditanggung masyarakat. Hartwick dan Olewiler (1998) dalam Fauzi (2005) Konsep surplus ekonomi ini mengenal adanya surplus konsumen dan surplus produsen, yang merupakan pengukuran moneter dari utilitas masyarakat dan profit perusahaan (firm), yang biasanya digunakan sebagai perkiraan dari social welfare.


(29)

Valuasi ekonomi pada dasarnya adalah suatu upaya untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan terlepas dari apakah nilai pasar (market prices ) tersedia atau tidak. Akar dari konsep penilaian ini sebenarnya berlandaskan pada ekonomi neo-klasikal (neo clasical economic theory) yang menekankan pada kepuasan atau keperluan konsumen. Berdasarkan pemikiran neo-klasikal ini, penilaian setiap individu pada barang dan jasa tidak lain adalah selisih antara keinginan membayar (willingness to pay = WTP) dengan biaya untuk mensuplai barang dan jasa tersebut. Barbier et al. (1996) dalam Fauzi (2004), misalnya menyatakan bahwa jika sumber daya alam dan lingkungan tersedia dan menghasilkan barang dan jasa tanpa kita harus mengeluarkan biaya, maka nilai WTP kitalah yang mencerminkan nilai dari sumber daya itu sendiri, terlepas kita membawanya atau tidak.

Konsep ini dalam satu dan lain hal identik dengan surplus konsumen (Marshallian Consumer’s Surplus) yang telah dikembangkan lebih awal oleh Dupuit (1952). Meskipun tidak terukur secara jelas, teknik pengukuran konsumen ini sudah sangat dikenal pada barang dan jasa konvensional yang diperdagangkan dipasar dengan harga yang terukur. Ketika surplus konsumen yang diperoleh dari mengkonsumsi barang dan jasa tersebut sudah diukur, valuasi ekonomi pada komoditas yang konvensional ini kemudian diukur dengan melihat perbandingan surplus konsumen yang terjadi akibat adanya perubahan ekonomi.

Masalah yang timbul untuk barang dan jasa yang nonkonvensional seperti halnya sumber daya alam dan lingkungan yang selain menghasilkan produk yang bisa dikonsumsi, juga menghasilkan atribut yang tidak terkonsumsi, dimana pasar tidak memberikan harga yang dapat diamati, sehingga pengukuran surplus konsumen tersebut akan menemui kesulitan. Tidak adanya harga yang teramati ini menyulitkan pengukuran surplus konsumen yang memang dibangun berdasarkan kriteria selisih antara keinginan membayar dengan harga yang teramati.

Dalam menilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam, para ahli ekonomi sumber daya membagi nilai tersebut ke dalam beberapa jenis.


(30)

14

Secara umum nilai ekonomi sumber daya dibagi kedalam nilai kegunaan atau pemanfaatan (use values) dan nilai non-kegunaan (non use values).

Komponen pertama, yaitu use value pada dasarnya diartikan sebagai nilai yang diperoleh seorang individu atas pemanfaatan langsung dari sumber daya alam dimana individu berhubungan langsung dengan sumber daya alam dan lingkungan. Nilai ini juga termasuk pemanfaatan secara komersial atas barang dan jasa yang dihasilkan sumber daya alam. Use value secara lebih rinci diklasifikasikan kembali kedalam direct use value dan indirect use value. Direct use value merujuk pada kegunaan langsung dari konsumsi sumber daya seperti penangkapan ikan, pertanian, kayu sebagai bahan bakar dan lain sebagainya baik secara komersial maupun non komersial. Sementara indirect use value merujuk pada nilai yang dirasakan secara tidak langsung kepada masyarakat terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan. Termasuk kedalam indirect use value ini misalnya fungsi pencegahan banjir dan

nursery ground dari suatu ekosistem (Fauzi, 2003). Komponen non use value

adalah nilai yang diberikan pada sumber daya alam atas keberadaannya meskipun tidak dikonsumsi secara langsung. Non use value lebih sulit diukur (less tangible) karena lebih didasarkan pada preferensi terhadap lingkungan dibanding pemanfaatan langsung. non use value dibagi lagi dalam sub kelas yakni : nilai eksistensi (existence value), bequest value, dan nilai pilihan (option value). Nilai eksistensi pada dasarnya adalah penilaian yang diberikan dengan terpeliharanya sumber daya alam dan lingkungan. Nilai ini sering pula disebut dengan nilai intrinsik (intrinsic value) dari sumber daya alam. Bequest value diartikan sebagai nilai yang diberikan oleh generasi saat ini dengan menyediakan atau mewariskan

bequest sumber daya untuk generasi mendatang. Nilai pilihan lebih diartikan sebagai pemeliharaan sumber daya sehingga pilihan untuk memanfaatkannya

(option) untuk masa datang tersedia. Nilai pilihan ini mengandung ketidak pastian. Nilai ini merujuk pada nilai barang dan jasa dari sumber daya alam yang mungkin timbul sehubungan dengan ketidakpastian permintaan di masa mendatang. Bila kita yakin akan preferensi dan ketersediaan sumber daya alam di masa mendatang, maka nilai pilihan kita nol, sebaliknya jika kita tidak yakin, maka misalnya saja kita mau membayar “premium” (nilai opsi) agar opsi untuk


(31)

mengkonsumsi barang dan jasa dari sumber daya alam tetap terbuka. Nilai kegunaan pada hakekatnya adalah mendefinisikan suatu nilai dari konsumsi aktual maupun konsumsi potensial dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam. Konsep ini dibagi lagi menjadi beberapa subkelas dan diartikan sebagai nilai yang diperoleh seorang individu atas pemanfaatan langsung dengan sumber daya alam dan lingkungan.

2.4 Teknik Pengukuran Nilai Ekonomi

2.4.1 Pengukuran Nilai Ekonomi Barang dan Jasa yang Diperdagangkan (traded)

Komponen barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam ada yang diperdagangkan (traded goods) dan ada yang tidak (non traded goods). Barang dan jasa yang diperdagangkan, teknik pengukuran valuasi ekonomi sudah

well-established dan lebih terukur. Beberapa pengukuran yang biasa dilakukan adalah menyangkut pengukuran perubahan dalam surplus konsumen dan surplus produsen (Fauzi, 2003).

1) Surplus

Hal yang krusial dari ekonomi sumber daya alam adalah bagaimana surplus dari sumber daya alam dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu konsep surplus harus dipahami terlebih dahulu dengan mengetahui kurva permintaan dan penawaran sehingga konsep surplus dapat diturunkan secara rinci. Pada dasarnya konsep surplus menempatkan nilai moneter terhadap kesejahteraan masyarakat dari hasil mengekstraksi dan mengkonsumsi sumber daya alam. Surplus juga merupakan manfaat ekonomi yang tidak lain adalah selisih antara manfaat kotor

(gross benefit) dan biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk mengekstraksi sumber daya alam. Green (1992) dalam Fauzi (2004) memandang bahwa menggunakan pendekatan surplus untuk mengukur manfaat sumber daya alam merupakan pengukuran yang tepat karena pemanfaatan sumber daya dinilai berdasarkan alternatif penggunaan terbaiknya (best alternative use) .


(32)

16

2) Surplus Konsumen

Pada Gambar 4, kurva permintaan digambarkan dengan label U’(x) sementara kurva penawaran digambarkan dengan label C’ (x), surplus konsumen secara matematik dapat ditulis :

CS(x) = U(x) – (x)U’(x)

= U(x) – xp(x)

Dengan kata lain surplus konsumen (CS) sama dengan manfaat yang diperoleh masyarakat dari mengkonsumsi sumber daya alam U(x) dikurangi dengan jumlah yang dibayarkan untuk mengkonsumsi barang tersebut xp(x). Secara diagramatis, hal ini ekuivalen dengan diagram A ditambah daerah yang dibatasi oleh P1FEP0 pada Gambar 4. Fauzi (2004) menyatakan bahwa konsep

surplus konsumen lebih bersifat intangible namun konsep ini penting karena dapat mengukur keinginan membayar dari masyarakat terhadap barang atau dalam kasus ini barang yang dihasilkan dari sumber daya alam.

Hal lain yang patut dicatat mengenai surplus konsumen adalah menyangkut pengukuran. Ekonom biasanya tidak tertarik untuk mengukur surplus konsumen secara absolut. Mereka lebih tertarik untuk mengukur perubahan surplus konsumen yang diakibatkan oleh perubahan kebijakan yang mengakibatkan terjadinya perubahan harga. Selain itu pengukuran surplus konsumen secara absolut juga tidak praktis karena kurva permintaan pada tingkat harga yang sangat rendah sulit atau tidak diketahui.

Secara grafik, perubahan surplus konsumen adalah luas daerah P0EFP1.

Jika kurva permintaan dan penawaran bersifat linier, luas daerah tersebut bisa dihitung secara mudah. Namun demikian, jika kurva permintaan dan penawaran tidak bersifat linier maka pengukuran perubahan surplus konsumen dapat ditulis

dCS = - xp’(x)dx = -xdp

dengan mengintegralkan kedua sisi persamaan, maka akan diperoleh perubahan surplus konsumen sebesar :

p1 ∆ CS = ∫d CS = - ∫x(p)dp


(33)

(kurva

penawaran)

MC = C' (x)

A

P1 F

Po E B

P2

C

U' (x)

D (kurva permintaan)

0 x1 xo out put

Gambar 4 Surplus konsumen, surplus produsen dan rente sumber daya Sumber : Ekonomi dan sumber daya alam lingkungan, Fauzi, 2004

3) Surplus Produsen

Satu hal penting yang mendasar dari aspek ekonomi sumber daya alam adalah bagaimana ekstraksi sumber daya alam tersebut dapat memberikan manfaat kesejahteraan kepada masyarakat secara keseluruhan. Mengingat dimensi kesejahteraan sangat kompleks maka dapat dilakukan pengukuran surplus yang dapat diperoleh dari konsumsi maupun produksi barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam. Surplus yang diperoleh dari sumber daya alam pada dasarnya didapat dari interaksi antara permintaan dan penawaran (Fauzi, 2004).

Surplus produsen sebagai pembayaran yang paling minimum yang bisa dierima oleh produsen dikurangi dengan biaya untuk memproduksi komoditas. Surplus produsen dapat juga dianggap sebagai surplus yang bisa diperoleh oleh pemilik sumber daya atau aset yang produktif pada saat pendapatan dari sumber daya melebihi biaya pemanfaatannya.

Seperti halnya dengan surplus konsumen, pengukuran besaran surplus produsen juga dapat dilakukan dengan mencari luas area di atas kurva penawaran


(34)

18

yang dibatasi oleh garis harga. Secara matematik, luas area surplus produsen ini adalah:

x0

PS(x0) = P0x0 – S(x) dx

0

x0

= P0x0 – MC(x) dx

0

Dalam pengukuran dampak kesejahteraan, surplus produsen sering tidak diukur berdasarkan ukuran absolut, namun lebih didasarkan pada pengukuran relatif. Artinya, indikator kesejahteraan dari stakeholder lebih sering diukur berdasarkan perubahan dalam surplus produsen. Pada kasus perikanan, surplus produsen merupakan surplus yang diterima oleh nelayan atas ekstraksi sumberdaya ikan oleh karena itu perubahan surplus produsen bisa diukur karena adanya perubahan hasil tangkap akibat perubahan lingkungan, sehingga nilai perubahan surplus tersebut akan menggambarkan nilai kerusakan lingkungan yang diderita oleh pelaku.

4) Rente Sumber Daya

Komponen ketiga dari pengukuran surplus adalah resource rent (RR) atau rente sumber daya. Rente sumber daya ini merupakan surplus yang bisa dinikmati oleh pemilik sumber daya (misalnya pemerintah) yang merupakan selisih antara jumlah yang diterima dari pemanfaatan sumber daya dikurangi biaya yang dikeluarkan untuk mengekstraksinya. Secara matematik rente sumber daya ini dapat ditulis:

RR(x) = x [U’(x) – C’(x)]

2.4.2 Teknik Penilaian Non-Pasar Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Secara umum, teknik valuasi ekonomi sumber daya yang tidak dapat dipasarkan (non-market valuation) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah teknik valuasi yang mengandalkan harga implisit dimana willingness to pay terungkap melalui model yang dikembangkan. Teknik


(35)

ini sering disebut teknik yang mengandalkan revealed WTP (keinginan membayar yang terungkap). Beberapa teknik yang termasuk ke dalam kelompok pertama ini adalah travel cost, hedonic pricing, dan teknik yang relatif baru yang disebut random utility model. Kelompok kedua adalah teknik valuasi yang didasarkan pada survei di mana keinginan membayar atau WTP diperoleh langsung dari responden, yang langsung diungkapkannya secara lisan maupun tertulis. Salah satu teknik yang cukup populer dalam kelompok ini adalah yang disebut

Contingent Valuation Method (CVM), dan Discrete Choice Method.

2.5 Sumber Daya Pasir Laut

Tata nama tanah didasarkan kenampakan fisiknya, salah satu klasifikasi tanah adalah cara USCS (unified Soil Classification system). Cara USCS diusulkan pertama kali oleh Prof. Arthur Casagandre, didasarkan kepada sifat tekstur tanah/soil (system unified) dibagi kedalam tiga kelompok yaitu tanah berbutir kasar, berbutir halus dan tanah organik. Simbol komponen : kerikil-G (gravel), S (sand), Lanau-M(mo), lempung-C (clay), organik-O (organic) dan gambut-Pt (peat). Tanah berbutir kasar terdiri dari kerikil-tanah kerikilan (G), dan pasir tanah pasiran (S). Kerikil berdiameter lebih dari 4 (empat) milimeter, sedangkan pasir berukuran antara 0,06 – 2,00 milimeter. Tanah berbutir halus terdiri dari lanau (M) dan lempung (C), keduanya dibedakan dari batas cair dan plastisnya. Tanah organik termasuk dalam fraksi ini. Tanah organik tinggi diklasifikasikan kedalam Pt, yang dicirikan dengan sangat mudah ditekan, dan tanah lumpur dengan tekstur organik yang tinggi, komponen umum dari tanah ini adalah partikel-partikel daun, rumput, dahan dan bahan-bahan regas lainnya (Dahuri et al. 2001).

Ombak yang terdapat didekat pantai, terutama didaerah pecahan ombak

(breaker zone) mempunyai energi besar dan sangat berperan dalam pembentukan morfologi pantai, seperti menyeret sedimen pasir dan kerikil yang ada untuk ditumpuk dalam bentuk gosong pasir (sandbar). Ombak berperan sangat dominan dalam menghancurkan daratan (erosi laut). Salah satu fungsi pasir laut adalah meredam energi gelombang sebelum menghempas ke pantai. Bila dasar perairan pesisir dikeruk (ditambang) untuk diambil pasir lautnya, dasar perairan akan lebih dalam ataupun lereng dasar perairannya menjadi lebih curam. Akibatnya adalah


(36)

20

tingkat energi gelombang yang menghempas ke pantai akan menjadi lebih tinggi karena peredaman oleh dasar perairan telah berkurang. Hal ini berdampak pada makin intensifnya proses abrasi/erosi pantai (Purba, 2003).

Berkaitan dengan pemanfaatan pasir laut, maka persyaratan yang harus dipertimbangkan adalah pada kedalaman berapa penambangan pasir dapat dilakukan sehingga fungsi dasar perairan untuk meredam energi gelombang dapat dipertahankan. Dengan kata lain, proses hantaman gelombang di pantai tidak meningkat akibat adanya penambangan pasir laut di perairan pesisir pantai tersebut.

Sedimen dasar perairan sebagai salah satu unsur dalam sumber daya kelautan disamping perairan dan organisme yang menempatinya. Sedimen dasar perairan sebagai wadah terjadinya proses fisis dan kimia perairan juga sebagai subtrat bagi organisme hidup disamping sedimen itu sendiri senantiasa berubah akibat proses alami yang terjadi. Mengetahui jenis dan komposisi sedimen tersebut akan sangat berguna untuk mengetahui potensi pasir dan tingkat kesuburan bagi organisme tertentu .

Endapan sedimen di perairan teluk banten selalu berubah-ubah tiap bulannya karena dipengaruhi oleh energi arus. Endapan lumpur yang cukup luas terjadi pada bulan- bulan saat kecepatan arus lemah yaitu bulan april. Sedangkan pada bulan agustus sampai dengan oktober merupakan kecepatan arus tinggi ditemukan endapan pasir dan pasir krikilan (Helfinalis 2002).

Jenis sedimen dasar perairan di kabupaten serang pada umumnya terdiri dari pasir, lanau pasiran, pasir lanauan, dan lumpur pasiran. Pasir umumnya tersebar di laut jawa dekat dengan pulau atau daratan hingga lepas pantai pesisir Kabupaten Serang bagian timur, terdapat pada kedalaman batimetri 0 hingga –35 m. Luas sekitar 580 km2, dengan tebal pasir 10 m sehingga volume potensi terukur diperkirakan dengan faktor koreksi 80% adalah 5.800.000.000 m3 x 80% = 4.640.000.000 m3. Lanau pasiran umumnya tersebar luas di laut jawa antara lepas pantai Kabupaten Tanggerang hingga lepas pantai Kabupaten Serang, terdapat pada kedalaman batimetri -5 hingga –50 m dengan luas 50,34 km2. Lumpur pasiran sedikit kerikilan, umumnya tersebar dilaut jawa bagian timur lepas pantai pesisir Propinsi Banten antara lepas pantai Kabupaten Tanggerang hingga lepas pantai Kabupaten Serang, terdapat pada kedalaman batimetri -5 hingga -50 m dengan luas sekitar 133,5 km2. Lanau umumnya terdapat dekat pantai perbatasan Kabupaten Serang dengan Kabupaten Tanggerang, terdapat


(37)

pada kedalaman 0 – 10 m dengan luas sekitar 14,5 km2. Berdasarkan hasil survei potensi dasar laut dalam dokumen andal PT. Samudera Banten Jaya bahwa sedimen yang berada didasar perairan Kabupaten Serang didominasi oleh pasir koral , lempung pasiran dan pasir halus dengan ketebalan1,5 hingga 7 meter.

2.6 Sumber Daya Rajungan

Salah satu kekayaan ekosistem pesisir terletak pada lapisan yang tidak terlalu tebal yang terdapat di permukaan dasar perairan pesisir. Lapisan tipis ini dapat berupa hasil dekomposisi bahan organik seperti dedaunan dari berbagai jenis vegetasi pantai yang bercampur dengan sedimen halus sampai kasar. Habitat ini merupakan tempat jasad renik berperan melakukan proses dekomposisi terhadap bahan organik sehingga menjadi pakan alami bagi larva, juvenil sebelum mereka tumbuh dewasa dan dapat berkelana ke habitat lain sesuai karakter biologisnya. Lapisan tipis ini sangat kritis bagi kehidupan mahluk kecil dan lemah tersebut sehingga tempat ini disebut nursery ground (tempat pengasuhan). Aswandy (1996) menyatakan bahwa dasar perairan Teluk Banten dan sekitarnya berpasir dengan patahan-patahan karang. Kondisi dasar perairan demikian biasa ditumbuhi padang lamun yang sangat disukai oleh krustasea termasuk rajungan. Menurut Juwana (2001) persyaratan yang cocok untuk budidaya rajungan adalah menempel pada dasar perairan berpasir. Hasil penelitian menunjukan bahwa budidaya rajungan pada daerah yang menempel pada daerah dasar perairan berpasir memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan budidaya pada daerah kolom air saja.

Bila perkembangan masa juvenile terganggu maka dapat dipastikan mempengaruhi proses rekruitment dan akibatnya populasi ikan yang menjadi dewasa juga akan menurun, yang berarti hasil tangkapan akan jauh menurun. Selain itu, berbagai organisme bentos yang hidup mencari makan dihabitat tersebut juga akan hilang. Lokasi - lokasi demikian tentunya harus dilindungi dari kegiatan penambangan pasir, karena selain akan mematikan jasad renik, larva, juvenil serta organisme bentos lainnya juga merusak habitat yang kritis bagi rantai kehidupan organisme laut tersebut. Kerusakan habitat ini akan berdampak sangat jauh karena untuk memulihkan kepada kondisi yang terbentuk selama bertahun-tahun sebelum terjadinya penambangan tidak dapat pulih dalam waktu yang singkat.


(38)

22

Rajungan (Portunus pelagicus) adalah sejenis kepiting renang atau

swimming crab, disebut demikian karena memiliki sepasang kaki belakang yang berfungsi sebagai kaki renang, berbentuk seperti dayung. Karapasnya memiliki tekstur yang kasar, karapas melebar dan datar, sembilan gerigi disetiap sisinya; dan gigi terakhir dinyatakan sebagai tandu. Karapas tersebut umumnya berbintik biru pada jantan dan berbintik coklat pada betina, tetapi intensitas dan corak dari pewarnaan karapas berubah-ubah pada tiap individu, Kangas (2000).

2.6.1 Sistematika Rajungan

Moosa et al. (1980) menyatakan bahwa sistematika rajungan (Portunus pelagicus) adalah sebagai berikut :

Filum : Antrhopoda Kelas : Crustacea

Subkelas : Malacostraca Ordo : Decapoda Sub Ordo : Reptantia Seksi : Branchyrhyncha Famili : Portunidae

Sub Famili : Portunninae Genus : Portunus

Spesies : Portunus pelagicus

(1) Portunus pelagicus jantan (2) Portunus pelagicus betina Gambar 5 Rajungan (Portunus pelagicus) (1) jantan dan (2) betina


(39)

Rajungan merupakan jenis paling terkenal diantara jenis kepiting lainnya bahkan di Indonesia, Australia dan India, rajungan merupakan hasil perikanan yang penting bagi Industri perikanan dan sangat digemari, terbukti dengan banyaknya terdapat di pasar-pasar (Soim, 1999)

2.6.2 Habitat dan Penyebaran

Penyebaran rajungan (Portunus pelagicus) sangat luas, dapat hidup diberbagai ragam habitat mulai dari tambak, perairan pantai hingga perairan lepas pantai dengan kedalaman mencapai 60 m. Substrat dasar perairan berlumpur, berpasir, campuran lumpur dan pasir, beralga hingga padang lamun. Biasanya rajungan hidup didasar perairan, tetapi sesekali dapat juga terlihat berada dekat permukaan atau kolom perairan pada malam hari saat mencari makan ataupun berenang dengan sengaja dengan mengikuti arus (Nontji, 1986)

Moosa et al. (1980) menyebutkan bahwa Marga Portunus hidup pada beranekaragam habitat : dasar berpasir, pasir-lumpuran, lumpur-pasiran, pasir kasar dengan pecahan karang mati. Rajungan hidup di wilayah yang luas di pinggir pantai dan wilayah continental shelf, termasuk pasir, berlumpur atau berhabitat algae dan padang lamun dari zona intertidal (wilayah pasang surut) sampai perairan dengan kedalaman 50 m, CIESM ( 2000).


(40)

24

Rajungan banyak terdapat di perairan Indonesia sampai perairan kepulauan Pasifik serta terdapat di sepanjang negara-negara Indo Pasifik Barat, Samudera Hindia, Asia Timur dan Tenggara (Singapura, Philipina, Jepang, Korea, China, Teluk Benggala), Turki, Lebanon, Sicilia, Syiria, Cyprus, dan sekitar Australia (CIESM, 2000).

Rajungan jantan menyenangi perairan dengan salinitas rendah sehingga penyebarannya di sekitar perairan pantai yang dangkal. Sedangkan rajungan betina menyenangi perairan dengan salinitas lebih tinggi terutama untuk melakukan pemijahan, sehingga menyebar ke perairan yang lebih dalam dibanding jantan, Saedi (1997). Hal ini diperkirakan karena kondisi lingkungan yang berubah. Perubahan salinitas dan suhu di suatu perairan mempengaruhi aktivitas dan keberadaan suatu biota (Gunarso, 1985).

Tabel 1 Siklus perkembangan hidup dan habitat rajungan (Portunus

pelagicus)

Tahap

Perkembangan Lokasi Ukuran Keterangan

Dewasa

Estuaria, teluk yang terlindungi dan perairan pantai sampai kedalaman 65 m (CEISM, 2000)

7≥CW≤9 cm, (kumar et

all, 2000) 3,7 cm CL

(Rousenfell, 1975. vide

Solihin, 1993)

Usia sekitar satu tahun

Bertelur Daerah pesisir pantai dekat teluk

(Thomson, 1974)

Memijah Daerah pesisir pantai dekat teluk

(Thomson, 1974)

Larva Perairan terbuka (West

Australian Government, 1997) CW≤0.48 mm

Sifat planktonik

Juvenil

Teluk terbuka lalu menuju muara dan berakhir disekitar perairan estuaria (West Australian Government, 1997)

CW antara 0.4 cm

≥CW≤1.0 cm

Transisi dari plantonik menuju Benthik

Muda Estuaria (West Australian

Government, 1997) Benthik


(41)

2.7 Dampak Penambangan Pasir Laut

Saraswati (2005) menuturkan dalam penelitian pasir laut yang pernah dilakukan, bahwa penambangan pasir laut telah berdampak pada aspek ekonomi, aspek lingkungan dan aspek sosial.

2.7.1 Aspek Ekonomi

Secara ekonomi penerimaan PAD pemerintah daerah Kabupaten Serang dari retribusi pasir laut seharga Rp. 1.000,- per meter kubik dikalikan produksi pasir laut 2.194.103 meter kubik maka didapat penerimaan senilai Rp. 2.194.103.000,- per tahun. Penerimaan ini memberikan sumbangan sebesar 0,025% terhadap PDRB dan 3,547% terhadap PAD Kabupaten Serang. Apabila penambangan pasir laut dilarang maka pemerintah daerah Kabupaten Serang akan kehilangan penerimaan tersebut ditambah dengan kehilangan nilai ekonomi lain dari turunan kegiatan ekonomi penambangan pasir laut. Tetapi jika dilihat dari total nilai ekonomi yang hilang dibanding dengan potensi cadangan yang diperkirakan maka potensi ekonomi yang hilang ini diperkirakan sebesar 0,63% sehingga dari sisi perspektif ekonomi finansial, kerugian ekonomi akibat pelarangan penambangan pasir laut memang sangat kecil dibanding dengan potensi ekonomi yang mungkin dihasilkan.

2.7.2 Aspek Lingkungan

Kegiatan penambangan pasir laut memberikan pengaruh langsung terhadap kondisi lingkungan perairan. Terdapat 3 (tiga) tahapan kegiatan penambangan pasir laut yang memberikan dampak langsung terhadap kualitas lingkungan perairan, yaitu tahap penggalian (dredging), pemuatan dan pengangkutan hasil galian. Dampak langsung dari aktivitas penambangan pasir laut adalah penurunan kualits air berupa peningkatan kekeruhan dan kadar padatan tersuspensi (TSS ; Total Suspended Solid), rusaknya wilayah pemijahan (spawning ground) dan daerah asuhan (nursery ground). Kapal keruk yang melakukan aktivitas penggalian pasir dengan menggunakan Suction Cutter Dredger akan menimbulkan turbulensi pada saat cutter menghancurkan endapan pasir yang ada di dasar perairan sehingga akan terjadi peningkatan kekeruhan air


(42)

26

laut dan kadar TSS di dasar perairan tersebut. Peningkatan nilai kekeruhan dan kadar TSS di kolom dan permukaan perairan justru terjadi pada tahap pemuatan material galian yang dialirkan masuk ke dalam tongkang (hopper barger) dan pada tahap pengangkutan hasil galian. Pada kegiatan pemuatan bahan galian, seluruh material yang dihisap oleh suction dredger yang terdiri dari pasir, lumpur dan air akan terangkut. Material berat yaitu pasir akan mengendap pada bagian bawah tongkang, sedangkan lumpur dan air akan berada di permukaan tongkang dan kemudian melimpah kembali ke laut, baik ketika proses pemuatan masih berlangsung maupun selama proses pengangkutan bahan galian. Limpahan material galian tersebut akan menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap kekeruhan dan kadar TSS. Penyebaran dampaknya akan sangat tergantung kepada komposisi lumpur dan pola aliran air laut pada saat operasi penambangan pasir laut dilakukan.

2.7.3 Aspek Sosial

Dampak sosial yang sangat dominan, terutama di Desa Lontar adalah terjadinya konflik antara masyarakat dengan pemerintah daerah, konflik masyarakat dengan pihak pengusaha penambangan pasir laut, maupun konflik intern dalam masyarakat. Hasil analisis yang pernah dilakukan menggunakan game theory pada interaksi pemerintah daerah dengan nelayan didasarkan dana kompensasi maka interaksi akan memberikan solusi optimum bila meneruskan kebijakan penambangan pasir. Tetapi bila payoff nelayan didasarkan pada perubahan pendapatan, maka keputusan menghentikan penambangan pasir laut akan memberikan solusi optimum. Kondisi yang sama terjadi pada interaksi perusahaan dengan nelayan. Interaksi Masyarakat dengan pemerintah, maupun interaksi masyarakat dengan perusahaan, bila payoff masyarakat adalah pendapatan, maka dihentikannya penambangan pasir laut bagi masyarakat merupakan solusi yang memberikan manfaat yang optimal. Analisis multikriteria adalah kerangka kerja (frame work) terstruktur untuk menginvestigasi, menganalisis, dan memecahkan pengambilan keputusan yang terkendala dengan berbagai tujuan dan kriteria dan merupakan teknik pengambilan keputusan berbasis non-parametrik. Hasil analisis multikreteria yang pernah dilakukan


(43)

dengan menggunakan teknik PRIME dinyatakan bahwa penghentian penambangan pasir laut merupakan keputusan yang optimis dengan potensi kerugian ekonomi yang paling kecil.


(44)

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode dan Lokasi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus

(case study). Studi kasus adalah penelitian tentang status subyek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas, Nazir (1999). Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat, serta karakter yang khas dari kasus. Adapun yang menjadi satuan kasus adalah Kabupaten Serang Propinsi Banten, khususnya Kecamatan Tirtayasa, Karena pada wilayah ini terdapat aktivitas penambangan pasir laut. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus – September 2005.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder baik kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan, wawancara, dan kuesioner. Data sekunder diperoleh melalui laporan-laporan dari berbagai instansi di Pemerintah Daerah Kabupaten Serang seperti kantor pusat statistik, Dinas Perikanan dan Kelautan, Kantor Lingkungan Hidup, Kantor Kepala Desa maupun melalui penelusuran literatur. Jenis data yang dikumpulkan adalah jumlah produksi rajungan, jumlah produksi rajungan, ukuran panjang, lebar karapas dan berat rajungan tertangkap, jumlah trip, biaya operasional melaut dan harga rajungan.

3.3 Metode Pengambilan Contoh atau Data

Unit analisis ini adalah Rumah Tangga Perikanan (RTP. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling (secara sengaja), dimana sampel ditarik secara sengaja dari berbagai kelompok dalam masyarakat pantai. Teknik ini lebih mengandalkan logika atas kaidah yang berlaku, dimana pemilihan responden dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa responden mampu berkomunikasi dengan baik dalam mengisi kuesioner (Nazir, 1999).


(45)

3.4 Analisis Data

3.4.1 Uji Perbedaan Produksi

Pengujian ini biasanya dilakukan pada penelitian dengan teknik eksperimen dimana satu sampel diberi perlakuan tertentu kemudian dibandingkan dengan kondisi sampel sebelum adanya perlakuan. Jadi satu kelompok sampel akan berfungsi sebagai variabel pengendali terhadap variabel yang lain yang mendapat perlakuan tertentu. Produksi rajuangan setelah adanya penambangan pasir laut diasumsikan sebagai sampel yang telah mengalami perlakuan.

Untuk menguji apakah ada perbedaan produksi sebelum adanya penambangan pasir laut dengan produksi setelah adanya penambangan pasir laut maka langkah-langkah yang dilakukan adalah :

1. Merumuskan hipotesis null dan alternatif Ho : µ1 = µ2 atau µ1 - µ2 =0

Ha : µ1≠ µ2 atau µ1 - µ2 ≠0

Selang kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau dengan menggunakan α 0,05.

Pada penelitian ini hipotesisnya adalah :

Ho : tidak ada perbedaan produksi rajungan sebelum dan sesudah

penambangan pasir laut

Ha : terdapat perbedaan produksi rajungan sebelum dan sesudah

penambangan pasir laut

2. Menentukan aturan pengambilan keputusan

Aturan dalam pengambilan keputusan adalah menerima Ho jika t hitung lebih

kecil daripada t tabel dan menolak Ho jika t hitung lebih besar dari t tabel.

thitung > ttabel maka H0 ditolak

thitung < ttabel maka H0 diterima

3. Menghitung nilai t hitung atau t statistik.

Untuk menghitung nilai t statistik kita menggunakan program MS. Excel. 4. Pengambilan keputusan dan interpretasi hasil .

Setelah menghitung t statistik, langkah yang terakhir adalah mengambil keputusan atas hasil analisis dan interpretasi atas hasil tersebut.


(46)

30 3.4.2 Kualitas Rajungan

Terganggunya atau berubahnya habitat rajungan diperkirakan akan mempengaruhi aspek biologi rajungan. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran berat rajungan (gram), panjang carapace rajungan (centimeter) dan lebar carapace rajungan (centimeter) yang tertangkap. Pengolahan data ukuran dan jumlah rajungan yang tertangkap dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel untuk memperoleh komposisi ukuran tubuh rajungan yang tertangkap oleh jaring rajungan. Ukuran yang didapat merupakan kualitas rajungan yang akan dibandingkan dengan kualitas rajungan sebelum adanya penambangan pasir laut berdasarkan literatur atau hasil penelitian terdahulu.

Gambar 7 Pengukuran rajungan (Portunus pelagicus)

3.4.3 Analisis Hubungan Produksi Pasir Laut – Produksi Rajungan

Analisa regresi menjelaskan hubungan dua atau lebih dari variabel sebab akibat. Artinya variabel yang satu akan mempengaruhi variabel lainnya. Besarnya pengaruh varabel ini dapat diduga dengan besaran yang ditunjukan oleh koefisien regresi. Persamaan regresi dapat dituliskan :


(47)

keterangan:

Y = Produksi rajungan sebagai variabel yang dijelaskan (dependent variabel)

X1= Produksi pasir laut sebagai variabel yang menjelaskan

(independent variabel)

X2 = Trip penangkapan rajungan sebagai variabel yang menjelaskan

(independent variabel)

Pada penelitian ini dilakukan analisis regresi produksi pasir laut (X) terhadap produksi rajungan (Y). Analisis regresi ini untuk melihat seberapa besar hubungan produksi pasir laut terhadap produksi rajungan yang ditunjukan oleh koefisien regresi yang didapat.

3.4.4 Surplus Produsen

Analisa aspek ekonomi dapat dilakukan dengan valuasi ekonomi dengan menggunakan pendekatan berubahnya pendapatan melalui data produksi dan harga rajungan sebelum dan sesudah adanya penambangan pasir laut. Surplus produsen merupakan bagian dari valuasi ekonomi. Surplus produsen adalah pembayaran yang paling minimum yang bisa diterima oleh produsen dikurangi dengan biaya untuk memproduksi barang x. Surplus produsen diukur dari sisi manfaat dan kehilangan dari sisi produsen atau pelaku ekonomi. Pada penelitian ini dihitung pendapatan nelayan dari hasil produksi rajungan setiap bulan setelah dikurangi biaya produksi setiap bulan dan dengan cara yang sama dihitung pada masa sebelum adanya penambangan pasir laut. Selisih pendapatan nelayan rajungan pada masa sebelum adanya penambangan pasir laut dengan pendapatan setelah adanya penambangan pasir laut disebut perubahan surplus produsen.

Oleh karena kurva supply perikanan rajungan dalam penelitian ini tidak diketahui, maka penghitungan surplus produsen di proxy berdasarkan surplus penerimaan dengan cara menghitung :


(48)

32 Keterangan :

SP = Surplus Produsen

A = Produksi rajungan rata-rata per trip (kilogram) B = Harga jual rajungan (Rp / kg)

C = Jumlah trip (hari melaut per tahun) D = Jumlah armada tangkap (unit) E = Biaya operasional per trip (Rp)


(49)

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Kondisi Umum

Kabupaten Serang merupakan bagian dari Provinsi Banten dengan memiliki luas 1.734,09 km2 dan terdiri dari 32 kecamatan. Wilayah Kabupaten Serang berbatasan langsung dengan Kabupaten Tanggerang di sebelah timur, Kotamadya Cilegon dan Selat Sunda di sebelah barat, Kabupaten Lebak dan Pandeglang di sebelah selatan serta Teluk Banten dan Laut Jawa disebelah utara. Kecamatan yang berada di wilayah pesisir berjumlah 9 kecamatan yaitu Kecamatan Cinangka, Kecamatan Anyer, Kecamatan Pulo Ampel, Kecamatan Bojonegara, Kecamatan Kramatwatu, Kecamatan Kasemen, Kecamatan Pontang, Kecamatan Tirtayasa dan Kecamatan Tanara.

Topografi Kabupaten Serang merupakan wilayah dataran rendah dan pegunungan dengan ketinggian antara 0 sampai dengan 1.778 m diatas permukaan laut. Sedangkan fisiografi Kabupaten Serang dari arah utara ke selatan terdiri dari wilayah rawa pasang surut, rawa musiman, dataran, perbukitan dan pegunungan. Bagian utara merupakan wilayah yang datar dan tersebar luas sampai ke pantai, kecuali sekitar Gunung Sawi, Gunung Terbang dan Gunung Batusipat. Bagian selatan sampai ke barat berbukit dan bergunung antara lain sekitar Gunung Kencana, Gunung Karang dan Gunung Gede. Daerah yang bergelombang tersebar diantara kedua wilayah tersebut.

Iklim di wilayah Kabupaten Serang termasuk tropis dengan musim hujan antara Bulan November-April dan musim kemarau antara Bulan Mei-Oktober. Curah hujan rata-rata 3.92 mm/hari. Temperatur udara rata-rata berkisar antara 25,8o – 27,6o Celcius. Temperatur udara minimum 20,90o Celsius dan maksimum 33,8o Celsius. Tekanan udara dan kelembaban nisbi rata-rata 81,00 mb/bulan. Kecepatan arah angin rata-rata 2,80 knot, dengan arah terbanyak adalah dari barat.


(50)

34

didasari oleh potensi sumberdaya alam adalah sektor perikanan, pariwisata dan pertambangan.

4.2 Kondisi Perikanan Tangkap dan Budidaya Tambak

Perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang berkembang di Kabupaten Serang. Produksi perikanan Kabupaten Serang berasal dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Perikanan tangkap ini baik berasal dari perikanan laut maupun perairan umum (sungai dan rawa/danau), sedangkan perikanan budidaya meliputi tambak, kolam, dan sawah. Produksi perikanan ini pada tahun 2003 (Tabel 2). Pada tabel 3 terlihat bahwa perikanan laut memiliki kontribusi terbesar terhadap produksi perikanan Kabupaten Serang. Produksi perikanan laut pada tahun 2003 mencapai 6.008.500 ton atau 75.5% dari produksi total dengan nilai produksi mencapai Rp. 25.097.530.000,- atau 60.4% dari nilai produksi total, kemudian disusul oleh perikanan tambak dengan produksi mencapai 1.299.900 ton atau 16.3% dari produksi total dengan nilai produksi mencapai Rp. 12.090.995.000,- atau 29.1% dari nilai produksi total.

Tabel 2. Produksi perikanan tangkap/budidaya Kabupaten Serang tahun 2003

Produksi (Ton) Produksi (Ton)

Perikanan Tangkap/Budidaya 2002 2003 2002 2003 1. Perikanan Tangkap

a. Laut 11,491.80 6,008.50 51,857,812.00 25,097,530.00 b. Perairan Umum

Sungai 322.50 137.70 1,563,550.00 782,970.00 Rawa/Danau 320.50 149.10 2,094,200.00 1,057,100.00 2. Perikanan Budidaya

a. Tambak 1,739.70 1,299.90 20,850,700.00 12,090,995.00 b. Kolam 410.00 284.40 2,946,500.00 1,884,837.00 c. Sawah 201.40 81.20 1,594,200.00 651,155.00 JUMLAH 14,485.90 7,960.80 80,906,962.00 41,564,587.00 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang 2002-2003


(51)

Tabel 3. Produksi (ton) perikanan laut Kabupaten Serang menurut kecamatan

TAHUN TIRTAYASA KASEMEN KRAMATWATU BOJONEGARA ANYER CINANGKA JUMLAH

1998 977.10 3,397.80 3,588.60 1,713.00 2,736.60 767.80 13,180.90

1999 478.00 1,130.00 3,827.00 826.30 401.30 366.60 7,029.20

2000 544.00 1,284.60 4,349.70 940.00 456.00 272.50 7,846.80

2001 140.40 2,617.80 5,477.20 1,183.00 574.50 667.50 10,660.40

2002 458.00 3,534.20 4,387.70 1,783.30 771.60 557.00 11,491.80

2003 389.50 2,277.00 1,949.90 851.80 113.60 426.70 6,008.50

2,987.00 14,241.40 23,580.10 7,297.40 5,053.60 3,058.10 56,217.60

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang (1998-2003)

Tabel 4. Nilai produksi (Rp. 1000) perikanan laut Kabupaten Serang menurut kecamatan.

TAHUN TIRTAYASA KASEMEN KRAMATWATU BOJONEGARA ANYER CINANGKA JUMLAH

1998 2,651,967 4,107,746 5,525,914 2,936,814 2,957,128 1,193,670 19,373,239

1999 1,291,019 3,319,764 8,483,847 3,319,763 1,291,019 737,723 18,443,135

2000 3,536,000 4,753,000 14,829,280 732,420 3,830,400 2,402,400 30,083,500

2001 916,500 15,982,900 18,675,529 822,740 4,821,600 9,390,731 50,610,000

2002 4,610,910 9,461,280 26,401,480 2,900,600 3,480,800 5,002,742 51,857,812

2003 1,676,247 9,321,052 7,745,532 3,704,980 843,404 1,806,315 25,097,530

14,682,643 46,945,742 81,661,582 14,417,317 17,224,351 20,533,581 195,465,216

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang (1998-2003)

Hasil tangkapan ikan didaratkan melalui Tempat Pendaratan Ikan (TPI). Di Kabupaten Serang terdapat beberapa TPI, yaitu di Kecamatan Tirtayasa (Desa Tengkurak, Lontar), Pontang (Kemayungan Desa Sukajaya), Kecamatan Tanara (Desa Tenjo Ayu, baru dibangun), Kecamatan Kasemen (Karangantu), Kecamatan Kramatwatu. Sedangkan TPI yang berada di Selat Sunda terdapat di Merak, Anyer dan Cinangka.

Aktivitas nelayan Kabupaten Serang sebagian besar menangkap ikan di dekat pantai, sampai ke Suralaya. Beberapa nelayan mengkap ikan hingga ke selat sunda pada musim timur (Juli-Agustus), nelayan menangkap ikan di perairan sekitar P. Pamujan Besar, P. Pamujan Kecil, P. Panjang bagian barat dan utara.


(52)

36

Pada musim barat (Desember-Februari), dimana angin dan arus kuat, mereka menangkap ikan sampai ke perairan Kepulauan Seribu atau Lampung (Nuraini, 2004).

Tabel 5. Produksi perikanan laut menurut jenis ikan tahun 2002-2003

Produksi (Ton) Nilai Produksi (Rp. 1000)

No. Jenis Ikan 2002 2003 2002 2003

1 Petek 726.70 510.60 726,700.00 510,000.00

2 Manyung 178.30 79.60 1,248,100.00 557,200.00

3 Kakap 8.10 97,200.00

4 Kurisi 708.20 291.20 4,519,920.00 1,456,000.00

5 Cucut 118.70 31.60 593,500.00 158,000.00

6 Pari 131.10 10.50 327,750.00 31,500.00

7 Layang 600.30 553.50 3,305,500.00 2,767,500.00

8 Teri 840.00 303.40 1,680,000.00 910,200.00

9 Tembang 2,412.50 905.60 2,412,500.00 1,811,200.00 10 Lemuru 652.00 372.00 3,260,000.00 1,860,000.00 11 Kembung 1,550.00 500.70 1,085,100.00 3,504,900.00 12 Tengiri 328.20 30.10 3,260,000.00 361,200.00 13 Tongkol 702.50 191.50 4,533,500.00 1,532,000.00 14 Selar 608.20 249.30 3,041,000.00 1,246,500.00

15 Belanak 29.40 11.70 117,600.00 58,500.00

16 Kuro 9.10 8.60 45,500.00 43,000.00

17 Bawal 3.00 30,000.00

18 Layur 3.00 15,000.00

19 Japuh 12.30 12,300.00

20 Ikan Lainnya 1,019.50 1.606.0 4,715,942.00 3,094,130.00 21 Rajungan 208.10 102.60 2,081,000.00 1,026,000.00 22 Udang Jerbung 161.00 74.00 1,610,000.00 2,220,000.00

23 Udang Lainnya 104.00 832,000.00

24 Cumi 395.60 157.70 2,598,000.00 1,892,400.00 Jumlah 11,491.50 4,402.50 42,090,812.00 25,097,530.00 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang 2003


(53)

Tabel 6. PDRB Kab. Serang dan kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB

PDRB Harga Berlaku (Juta) PDRB Harga Konstan (Juta)

Tahun Kabupaten Perikanan % Kabupaten Perikanan %

1993 4,299,276.40 32,386.30 0.75 4,299,276.49 32,386.30 0.75 1994 4,857,784.41 33,929.83 0.70 4,638,237.12 30,750.68 0.66 1995 5,704,514.30 43,795.02 0.77 4,981,189.71 36,351.80 0.73 1996 6,539,244.20 52,257.74 0.80 5,419,288.96 39,049.10 0.72 1997 7,503,414.00 52,641.00 0.70 5,653,568.00 36,949.00 0.65 1998 5,209,013.00 71,714.00 1.38 2,424,614.00 32,635.00 1.35 1999 5,683,671.00 91,869.00 1.62 2,453,401.00 33,330.00 1.36 2000 6,541,283.00 106,798.00 1.63 2,577,376.00 36,154.00 1.40 2001 7,226,565.00 108,939.00 1.51 2,657,374.00 36,481.00 1.37 2002 8,212,199.00 120,301.00 1.46 2,751,767.00 38,137.00 1.39 2003 8,941,194.00 128,835.00 1.44 2,867,055.00 39,903.00 1.39 Sumber : Serang Dalam Angka 1993-2003

Berdasarkan laporan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang, armada penangkapan nelayan Kabupaten Serang merupakan perahu dengan motor tempel dan kapal motor, dengan rincian seperti tertera pada Tabel 6. Perahu motor berukuran panjang kurang dari 12 meter dengan lebar antara 1-3 meter dengan motor berkekuatan 4-9 HP.

Tabel 7. Jumlah armada penangkapan nelayan menurut kecamatan

Jumlah perahu/Kapal

Kecamatan Motor Tempel Kapal Motor Jumlah

Tirtayasa 399 399

Tanara 56 56

Kasemen 128 121 249

Kramatwatu 52 52

bojonegara 217 217

Anyar 21 36 57

Cinangka 61 61

Jumlah 882 209 1091


(54)

38

Beberapa alat tangkap yang umum dan potensial di Kabupaten Serang dalam produksi ikan adalah bubu (trap), pancing rawe (bottom lngline), payang, jaring dogol (danish seine), jaring bondet (beach seine), bagan tancap (fixed lift net), bagan apung/perahu, jaring klitik (bottom gill net) dan jaring insang (gill net), jaring klitik (bottom gill net) dan jaring insang (gill net), jaring arad (bag net), sudu perahu, dan sudu (push net,) Nuraini( 2004).

Berdasarkan laporan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang, jenis dan jumlah alat tangkap di Kabupaten Serang pada tahun 2003 tertera pada Tabel 8.

Pada tahun 1999, jumlah penduduk Kabupaten Serang sebesar 7.500.000 jiwa dan 10% dari jumlah penduduk tersebut hidup dan bermukim di kawasan pantai budidaya. Terdapat 1.553 rumah tangga perikana (RTP) yang memiliki aktivitas di bidang perikanan laut dan melibatkan 12.764 orang pada tahun1999 dengan pendapatan seperti tertera pada Tabel 9.

Tabel 8. Jumlah alat tangkap di Kabupaten Serang tahun 2003 Kecamatan Payang

Gill Net

Jr. Klitik

Tramel Net

Jr.

Angkat Pancing Arad Bondet Jumlah

Tirtayasa 72 40 12 9 - 48 - 8 189

Tanara 20 23 1 - - 11 - - 55

Kasemen 25 40 - 65 57 249 42 - 478

Kramatwatu 42 9 - - - 53 - 103 207

bojonegara 70 56 - - 9 5 - 37 177

Anyar 44 5 - - - 57 - - 106

Cinangka 61 - - - - - - 61

Jumlah 334 173 13 74 66 423 42 148 1273


(55)

Tabel 9. Perkiraan pendapatan nelayan dan buruh nelayan pada beberapa alat tangkap di Teluk Banten tahun 1998-1999

Alat Tangkap

Lokal kg/trip

Biaya Operasional per trip (Rp. 1000) Pendapatan per trip (Rp. 1000) Pendapatan pemilik perahu per trip (Rp. 1000) Pendapatan buruh nelayan per trip (Rp. 1000)

Payang 50-150 125-300 500-1000 190-350 15-30

Bagan Tancap 5-25 50-250 10-50 5-40 5-35

Bagan Apung 30 15-40 100-200 50-150 75-150

Jaring dogol

150-500 15-25 150-250 50-125 10-30

Jaring Rajungan 1-5 1-5 10-50 10-50 10-50

bondet 25-100 30 100-200 15-125 5-30

Jaring Insang 5-10 10 10-30 10-60 10-25

Jaring Arad 0.5-2 30 100-200 5-150 10-25

Bubu 1-20 5-10 5-250 5-75 5-25

Rawe 10-25 25-35 10-225 5-75 5-25

Sudu 0.5-2 2-5 5-20 5-20 5-20

Sudu Perahu 5-10 5-10 5-40 5-50 5-30

Sumber : Nuraini (2004)

Perikanan tambak memainkan peranan yang penting dalam perekonomian masyarakat pesisir. Berdasarkan laporan hasil penelitian Potensi Sumberdaya pesisir Kabupaten Serang Tahun 2003, luasan tambak di Kabupaten Serang mencapai 8.050,45 ha seperti tertera pada Tabel 10.

Produksi perikanan tambak meliputi ikan bandeng, mujahir, udang windu, udang putih, dan udang apai-api. Jumlah rumah tangga petani tambak pada 4 kecamatan mencapai 1145 orang dan luas tambak mencapai 5.462,37 ha seperti tertera pada Tabel 11.


(56)

40 Tabel 10. Luas tambak menurut kecamatan

Kecamatan Luas tambak (ha)

Bojonegara 157.22 Kasemen 988.14 Kramatwatu 656.60 Pontang 2,168.52

Pulo Ampel 19.22

Tanara 1,797.67 Tirtayasa 2,263.08 Jumlah 8,050.45 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang

Tabel 11. Jumlah rumah tangga petani tambak dan luas areal tambak di Kabupaten Serang

Kecamatan Desa Jumlah Petani Tambak Luas Areal (ha.)

Kasemen banten 49 126.60

Sawah Luhur 144 387.80

Sukajaya 105 340.50

Pontang Linduk 60 342.37

Wanayasa 70 425.80

Domas 104 522.90

Tirtayasa Alang-Alang 36 105.00

Lontar 88 521.70

Susukan 107 447.90

Sujung 8 54.00

Tengkurak 71 748.00

Tanara Pedaleman 52 240.40

Tenjoayu 234 1,118.90

Tanara 17 80.5

Jumlah 1145 5462.37

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang

4.3 Keadaan Umum Kecamatan Tirtayasa

Kecamatan Tirtayasa memiliki luas 64,46 km2 dan terdiri dari 14 Desa. Kecamatan Tirtayasa berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Kecamatan Tanara di sebelah timur, Kecamatan Pontang di sebelah barat dan selatan. Dari 14


(57)

Desa di Kecamatan Tirtayasa, 6 desa memiliki wilayah-wilayah pesisir/pantai, yaitu Desa Sujung, desa Lontar, Desa Susukan, Desa Alang-alang, Desa Tengkurak, dan Wargasara serta Pulo Panjang yang merupakan desa pulau.

Penduduk Kecamatan Tirtayasa pada tahun 2002 berjumlah 39.226 jiwa, dengan komposisi jumlah wanita dan laki-laki adalah 19.580 dan 19.646 jiwa, jumlah penduduk pada tiap desa tertera pada Tabel 12. Pada desa-desa yang terletak di wilayah pantai atau pesisir, sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai nelayan, petambak, bakul (tengkulak) dan pada desa-desa lainnnya, penduduk sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani sawah.

Komposisi penggunaan lahan untuk kegiatan perekonomian di KecamatanTirtayasa Pontang terdiri atas lahan persawahan, kebun, tegalan dan tambak, secara terperinci tertera pada Tabel 13. Sedangkan pemanfaatan lahan untuk aktivitas perekonomian pada 2 desa pengamatan di Tirtayasa tertera pada Tabel 14.

Tabel 12. Jumlah penduduk Kecamatan Tirtayasa Jumlah Penduduk Desa

Wanita Laki-laki KK

Tirtayasa 1587 1557 787

Sujung 2132 2011 1035

Kebon 1389 1311 758

Lontar 2604 2561 1932

Susukan 1785 1780 891

Pontang Legon 1195 1168 590

Kemanisan 1333 1259 648

Kebuyutan 943 928 467

Samparwadi 1308 1295 650

Puser 1213 1109 580

Laban 1072 1049 530

Alang-alang 1178 1160 648

Tengkurak 1259 1229 622

Wargasara 509 457 245

Jumlah 19507 18874 10383


(58)

42

Tabel 13. Luas penggunaan lahan di Kecamatan Tirtayasa (ha)

Kecamatan Pemukiman Sawah Kebun Semak Tambak Jumlah

Pontang 314.79 5,151.99 43.97 0.00 2,168.52 7,680.27

Tirtayasa 235.88 2,989.08 357.14 76.26 2,263.08 5,921.44 Sumber: Laporan Penelitian Survey Pemetaan Sumberdaya Pesisir Kabupaten

Serang 2002.

Tabel 14. Pemanfaatan lahan di Kecamatan Tirtayasa pada desa-desa pengamatan Luas Persawahan Luas Tambak Lain-lain Jumlah

Desa

(ha) (ha) (ha) (ha)

Lontar 199 223 133 555

Susukan 30 553 15 598

Sumber: Kantor Kecamatan Tirtayasa (2003)

Sarana dan Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Tirtayasa terdiri dari sebuah Puskesmas yang terletak di ibukota kecamatan, polindes dengan satu orang bidan desa pada tiap desa. Sedangkan sarana dan fasilitas pendidikan berupa lembaga pendidikan dasar dari tingkat sekolah dasar hingga SMA, serta pesantren.

Tingkat pendidikan di Kecamatan Tirtayasa khususnya pada 2 desa pengamatan relatif rendah seperti tertera pada Tabel 15.

Tabel 15. Jumlah lulusan tiap jenjang pendidikan di Kecamatan Tirtayasa

Desa SD SLTP SLTA Akademi Universitas

Lontar 900 250 122 12 6

Tengkurak 924 102 40 3 9

Susukan 300 140 95 25 7

Sumber: Bappeda Kabupaten Serang (2003)

Desa Lontar sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan dengan Desa Alang-Alang, Sebelah barat dengan Desa Susukan, dan sebelah timur dengan Desa Tengkurak. Desa Lontar yang terdiri dari 1932 KK, sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan. Selain nelayan, mata pencaharian utama yang lain adalah bakul (tengkulak), dimana hubungan antara


(59)

bakul dengan nelayan sudah terjalin erat dan melembaga. Bakul ini terdiri dari bakul pertama yang membeli hasil tangkapan langsung dari nelayan, bakul kedua, yang membeli hasil tangkapan dari bakul pertama dan bakul besar atau bakul pengumpul. Terdapat pula bakul besar yang membeli hasil tangkapan langsung dari nelayan dalam jumlah yang besar terutama untuk hasil tangkapan rajungan. Para bakul ini terdiri dari bakul yang memiliki kapal maupun bakul yang tidak memiliki kapal.

Nelayan yang ada di Desa Lontar terdiri dari nelayan yang memiliki perahu, nelayan tanpa perahu, nelayan jaring lempar, pengumpul kerang-kerangan. Jenis-jenis tangkapan yang dihasilkan para nelayan sangat tinggi, terdiri dari berbagai jenis ikan pelagis seperti tenggiri, tongkol, selar, layar dan lain-lain, udang, rajungan, berbagai jenis kerang-kerangan, benih kerapu. Kegiatan pengumpulan kerang-kerangan pada umumnya dilakukan oleh para wanita istri nelayan.

Kegiatan perikanan tambak terdapat pula di Desa Lontar dengan luas tambak sebesar 285 ha, dimana komoditas yang dihasilkan dari tambak ini adalah ikan mujair dan bandeng. Seperti halnya nelayan tangkap, nelayan tambak memasarkan panen tambaknya kepada para bakul. Selain ikan mujahir dan bandeng, petambak memanen pula udang alam (udang api) yang masuk ke tambak melalui saluran air masuk dari laut. Selain petani, bakul dan petambak, mata pencaharian lain yang cukup dominan adalah warung dan ojeg. Perekonomian di Desa Lontar digerakkan pula oleh banyaknya TKW yang bekerja di luar negeri, dimana pada saat-saat musim pacekcik, peran TKW ini cukup berarti untuk menopang perekonomian keluarga. Peran TKW yang cukup menonjol ini terlihat pada bangunan fisik rumah yang tergolong baik. Desa Lontar dengan panjang pantai kurang lebih 6 km, memiliki komunitas mangrove (jenis api-api) yang sudah rusak dan saat ini memiliki komunitas mangrove yang tidak berarti. Pantai di Desa Lontar adalah pantai berpasir dimana pada pantai ini pula terdapat komunitas nelayan dengan pemukiman yang terletak di pinggir pantai.

Pantai di Desa Lontar menjadi kawasan wisata lokal, baik untuk masyarakat Desa Lontar sendiri maupun desa-desa lain di Kecamatan Tirtayasa.

Sarana dan fasilitas kesehatan yang terdapat di Desa Lontar adalah sebuah polindes atau satu orang bidan desa. Sedangkan sarana pendidikan yang ada di Lontar berupa 1 buah lembaga pendidikan TK, 3 buah setingkat SD dan 1 buah Madrasah Tsanawiyah.


(1)

82

Lampiran 5. Peta zona daerah penangkapan ikan, kedalaman 0 – 5 m


(2)

83

Lampiran 6. Peta zona daerah penangkapan ikan, kedalaman 5 – 10 m


(3)

84

Lampiran 7. Peta zona daerah penangkapan ikan, kedalaman 10 – 15 m


(4)

85

Lampiran 8. Peta karakteristik pantai dan kuasa pertambangan pair laut


(5)

No Tahun / Bulan Rajungan (Ton) Udang (Ton) Ikan (Ton) 2002

1 Jan-02 9.10 2 Peb 30.18

3 Mar 50.30

4 April 14.40 5 Mei 15.40 6 Juni 18.20 7 Juli 4.00 8 Agustus 2.00 9 Sept 9.00 10 Okt 6.79

11 Nop 6.29

12 Des 14.80 2003

1 Jan-03 1.30 2 Pebruari 2.45

3 Maret 0.90 4 April 2.50 5 Mei 2.20 6 Juni 1.50 7 Juli 8.00 8 Agustus 11.00 9 September 12.00 10 Okt 7.88

11 Nopember 6.48

12 Desember 6.13

2004

1 Jan-04 2.00 2 Pebruari 1.80 3 Maret 2.50 4 April 3.00 5 Mei 2.20 6 Juni 1.80 7 Juli 4.00 8 Agustus 5.60 9 September 7.00 10 Okt 8.00 11 Nopember 7.00 12 Desember 5.30

2005

Jan-05 3.20 Peb 5.00 Maret 1.70

REKAPITULASI PRODUKSI

RAJUNGAN TAHUN 2002 - 2004

Produk

-10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 Jan-02 Apri l

Juli Okt Ja

Jumlah P


(6)

Produksi Rajungan 2002 - 2005

y = 0.031x2 - 1.628x + 23.979 R2 = 0.3868

2 Apri

l

Juli Okt

Jan-03 Apri

l

Juli Okt

Jan-04 Apri

l

Juli Okt

Jan-05