Prioritas II Pembinaan Lokasi Bertelur Kesimpulan

Peningkatan keterampilan bagi para perempuan dan ibu-ibu perlu dilakukan, dengan pelatihan atau kursus membuat kerajinan tangan dari bahan-bahan alami yang tersedia melimpah di daerah tersebut. Dengan meningkatnya kesadaran terhadap pelestarian Maleo senkawor dan taraf hidup yang lebih mapan, ketergantungan masyarakat terhadap telur dan Maleo senkawor secara perlahan berkurang dan pola pikir yang sebelumnya memanfaatkan menjadi melindungi Maleo senkawor, habitat hidup serta lokasi bertelur.

b. Prioritas II Pembinaan Lokasi Bertelur

Lokasi bertelur yang dimaksud prioritas konservasi II adalah lokasi bertelur perlu mendapat perhatian oleh segenap elemen terkait untuk dapat bersama-sama memperbaiki kualitas lokasi bertelur. Lokasi bertelur yang termasuk dalam kategori ini adalah 38.9 lokasi bertelur yang berdasarkan hasil penilaian kondisi umum mendapat gangguan yang mengkhawatirkan. Lokasi tersebut adalah 1. Tobinta 2. Bambamata 3. Tanjung Tambue 4. Padongga 5. Belang-belang 6. Barang-barang 7. Tambung Lokasi bertelur yang ditetapkan pada prioritas II dengan tujuan utama pembinaan habitat. Lokasi dengan kondisi demikian perlu mendapat perhatian yang serius. Kegiatan sosialisasi dan penyuluhan berkesinambungan perlu dilakukan sebagai tahap awal sebelum mengerjakan program berikutnya. Apabila masyarakat telah faham sepenuhnya, bahkan diharapkan ada sebagian anggota masyarakat yang tergugah kesadarannya dan membantu secara sukarela program yang akan dijalankan di lokasi bertelur. Maka, pembinaan habitat dan lokasi bertelur Maleo senkawor telah dapat dilaksanakan. Pemberantasan vegetasi sekunder yang memiliki perakaran kuat harus dilakukan, sehingga memperluas areal peneluran Maleo senkawor. Penanaman kembali bibit-bibit tanaman keras lokal sebaiknya dilakukan, untuk menjamin tersedianya pakan Maleo senkawor di masa yang akan datang, dan menjamin tersedianya habitat hutan tempat Maleo senkawor hidup. Mengubah pola pandang masyarakat pengumpul telur, dengan memberlakukan kegiatan pemanenan telur yang arif dan bijaksana. Aktivitas pemanenan telur menjadi lebih baik dan menjamin keberlangsungan populasi Maleo senkawor, dengan menerapkan sistem ambil 5 lima butir telur dan simpan 2 dua butir telur. Diharapkan dengan sistem pemanenan demikian memberi kesempatan telur Maleo senkawor yang tidak diambil oleh pegumpul telur untuk dapat menetas.

c. Prioritas III Pengelolaan Terpadu Lokasi Bertelur

Lokasi bertelur yang dimaksud dalam lokasi bertelur yang perlu mendapat pengelolaan terpadu adalah lokasi bertelur yang terletak pada kawasan yang dikuasai oleh perseorangan atau berada pada perkebunan Masyarakat. Lokasi bertelur yang termasuk dalam prioritas konservasi III adalah sebanyak 16.7, yaitu : 1. Randomayang 2. Kayumaloa 3. Malasigo Pelaksanaan konservasi terhadap lokasi bertelur yang tumpang tindih dengan lahan milik masyarakat harus dilaksanakan dengan melibatkan pemilik lahan. Pemilik lahan perlu mendapat penyadaran dan pemahaman sehingga nantinya pemilik lahan mampu bertindak sebagai polisi dan mengatur kegiatan pengambilan telur sehingga dapat lestari. Kegiatan sosialisasi dan penyuluhan selalu merupakan langkah awal dalam upaya konservasi kawasan, demi tercapainya tujuan konservasi. Gambar 28 Peta Prioitas Konservasi Lokasi Bertelur

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisa data serta pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : a. Di Kabupaten Mamuju ditemukan sebanyak 23 lokasi bertelur Maleo senkawor, 18 lokasi bertelur aktif, 2 dua lokasi bertelur yang telah ditinggalkan, dan 3 tiga lokasi bertelur yang statusnya tidak diketahui. Terdapat 8 delapan lokasi baru yang ditemukan dan belum pernah diungkapkan oleh peneliti sebelumnya. b. Kondisi umum lokasi bertelur Maleo senkawor di Kabupaten Mamuju adalah tidak ada lokasi bertelur yang kondisinya baik, 55.6 lokasi bertelur dalam keadaan sedang, lokasi yang kondisi buruk terdapat 33.3 dan lokasi yang kondisinya sangat buruk sebanyak 11.1. c. Maleo senkawor melakukan proses adaptasi dengan cara membuat suatu lokasi bertelur baru, memanfaatkan tepi jalan sebagai areal bertelur, atau membuat lokasi bertelur dalam areal perkebunan d. Masyarakat belum paham sepenuhnya bahwa Maleo senkawor adalah satwa yang endemik, dillindungi, dan saat ini terancam punah. e. Prioritas konservasi kawasan di lokasi bertelur yaitu prioritas I dengan 8 delapan atau 44.4 lokasi bertelur, prioritas II dengan 7 tujuh atau 38.9 lokasi bertelur dan prioritas III dengan 3 tiga atau 6.7 lokasi bertelur.

5.2 Saran

Dokumen yang terkait

Strategi Burung Maleo (Macrochepalon maleo SAL. MULLER 1846) dalam Seleksi Habitat Tempat Bertelurnya di Sulawesi

1 13 236

Biologi Perkembangan Burung Maleo (Macrocephalon maleo, Sall, Muller 1846) yang Ditetaskan Secara Ex Situ

3 48 190

Pendugaan Populasi, Preferensi Habitat Peneluran dan Pola Sebaran Maleo (Macrocephalon maleo Sal Muller 1846) Berdasarkan Keberadaan Sarang di Kawasan Taman Nasional Lore Lindu Kabupaten Donggala Propinsi Sulawesi Tengah.

0 16 97

Analisis Preferensi Habitat Burung Maleo (Macrocephalon maleo) di Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah

11 49 113

Analisis Preferensi Habitat Burung Maleo (Macrocephalon maleo) di Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah

3 27 70

Karakteristik Fisik Sarang Burung Maleo (Macrocephalon maleo) Di Suaka Margasatwa Pinjan-Tanjung Matop, Sulawesi Tengah.

0 0 7

FAKTOR PENYEBAB PENURUNAN POPULASI MALEO SENKAWOR DI DESA SAUSU PIORE KABUPATEN PARIGI MOUTONG SULAWESI TENGAH | Arista | Jurnal Warta Rimba 6341 20989 1 PB

1 2 8

KARAKTERISTIK TANAH DAN MIKROKLIMAT HABITAT BURUNG MALEO (MACROCEPHALON MALEO) DI TAMAN NASIONAL LORE LINDU SULAWESI TENGAH (Soil Characteristics and Microclimate of Habitat Maleo Bird (Macrocephalon Maleo) in Lore Lindu National Park Central Sulawesi | H

0 0 6

this PDF file KERAGAMAN GENETIK BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) BERDASARKAN POLIMORFISME PROTEIN DARAH | Hastarina | AGRISAINS 1 SM

0 0 9

STUDI KARAKTERISTIK MIKRO-HABITAT BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL RAWA AOPA WATUMOHAI (TNRAW) SULAWESI TENGGARA

0 1 14