42.2
27.7 18.8
9.4 1.9
Tdk tamat SD SD
SMP SMU
Lainnya
4.4 Aspek Sosial
Berdasarkan hasil penelitian, masyarakat yang bermukim di dekat lokasi bertelur berjumlah sekitar 915 kepala keluarga yang bermata pencaharian
umumnya sangat bergantung pada sumber daya alam. Mata pencaharian utama masyarakat yang berada di sekitar lokasi bertelur adalah nelayan.
Untuk meningkatkan pendapatan, penduduk juga bermata pencaharian dengan mengelola perkebunan ataupun bekerja di tambak-tambak Lampiran 5. Bahkan,
di tengah-tengah waktu luang beberapa anggota masyarakat melakukan kegiatan pengambilan telur Maleo senkawor.
Penduduk di Kabupaten Mamuju mayoritas berasal dari suku Mandar, terdapat juga suku Bugis dan suku Kaili yang menghuni kawasan pesisir di
Kabupaten Mamuju. Tingkat pendidikan masyarakat desa yang bermukim di sekitar lokasi bertelur juga tergolong masih rendah. Berdasarkan hasil penelitian,
dari total 415 responden yang diperoleh sebanyak 42.2 tidak menamatkan pendidikan dasar. Kemudian, anggota masyarakat yang mampu menamatkan
pendidikan hingga jenjang SMU hanya sebanyak 9.4 dan hanya 1.9 yang dapat melanjutkan ke tingkat sekolah tinggi, pendidikan diploma, atau pun
universitas. Persentase tingkat pendidikan masyarakat yang berada di sekitar lokasi bertelur di Kabupaten Mamuju disajikan pada gambar 27.
Gambar 27
Persentase Tingkat Pendidikan Masyarakat di Sekitar Lokasi Bertelur Maleo Senkawor
Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di lokasi tersebut tidak lepas kaitannya dengan masih sangat minimnya sarana dan prasarana penunjang
kegiatan pendidikan. Bahkan di beberapa tempat, jenjang pendidikan yang tersedia hanya pada tingkat SD Sekolah Dasar sehingga apabila ingin
melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi maka harus ke desa tetangga atau bahkan harus ke kota. Letak permukiman yang terisolasi juga menjadi faktor
tidak meratanya pendidikan di daerah-daerah terpencil seperti permukiman yang berada di dekat lokasi bertelur Maleo senkawor. Tidak semua masyarakat yang
bermukim di sekitar lokasi bertelur memiliki perhatian terhadap Maleo senkawor. Hanya orang-orang tertentu yang memiliki pengetahuan mengenai musim
bertelur Maleo senkawor, teknik dalam penggalian lubang hingga perilaku bertelur Maleo senkawor. Anggota masyarakat yang memiliki pengetahuan
tersebut biasanya merupakan pengumpul telur. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, hanya masyarakat yang memiliki profesi sebagai penggali
telur dan orang-orang tua yang memiliki keahlian untuk mendapatkan telur Maleo senkawor. Kesulitan dalam mendapatkan telur Maleo senkawor dikarenakan
sang induk akan membuat lubang-lubang jebakan yang tidak berisi telur hingga 5 lima lubang. Hal ini sesuai dengan pendapat Dekker 1990 bahwa selain
lubang utama induk Maleo senkawor juga membuat lubang-lubang jebakan yang berfungsi untuk mengecoh predator atau manusia yang akan mengambil telur
Maleo senkawor. Para pengumpul telur umumnya mengetahui dengan pasti bahwa Maleo
senkawor bertelur di musim kemarau, musim pada angin timur atau sekitar bulan April hingga Oktober. Hal ini hampir sesuai dengan pendapat Argeloo 1991
bahwa Maleo senkawor yang bertelur di lokasi bertelur di tepi pantai terjadi pada bulan Juni hingga September. Diduga pada bulan tersebut frekuensi hujan tidak
banyak dan sinar matahari cukup terik sehingga akan memberikan kondisi pengeraman yang optimal. Berdasarkan data hasil kuesioner, rata-rata
masyarakat tidak menjadikan aktivitas pencarian telur Maleo senkawor sebagai pekerjaan utama. Mereka melakukan pencarian telur Maleo senkawor di sela-
sela rutinitas harian mereka seperti pada saat istirahat memancing, menebar pukat di pantai, atau mencari kayu bakar di hutan.
Telur yang diperoleh biasanya dijadikan lauk makan siang dengan cara dibakar. Menurut masyarakat, bahwa telah terjadi penurunan populasi Maleo
senkawor salah satunya diketahui dengan makin sedikitnya induk Maleo senkawor yang terlihat mengunjungi lokasi bertelur dan jumlah telur berhasil
ditemukan semakin hari semakin berkurang jumlahnya.
4.4.1 Sikap dan Perilaku Masyarakat
Masyarakat memanfaatkan telur Maleo senkawor secara langsung, yaitu sebagai bekal santap siang pada saat sedang melakukan pekerjaan sebagai
nelayan ataupun dibawa pulang ke rumah untuk dimakan atau dijual. Tidak ada lokasi khusus yang dijadikan tempat menjual telur Maleo senkawor, dan biasanya
telur dijual ke tetangga atau pembeli yang datang langsung ke rumah-rumah penduduk. Berdasarkan hasil kuesioner yang dilakukan dalam penelitian,
masyarakat menggemari telur Maleo senkawor karena ukurannya yang besar dan cita rasa yang nikmat dan sedikit beda dibandingkan telur pada umumnya
karena tidak amis. Telur Maleo senkawor telah mempunyai nilai historis dan telah mengakar dalam budaya orang Mamuju.
Telur Maleo senkawor digunakan sebagai salah satu syarat dalam pelaksanaan upacara adat penting, seperti pelaksanaan Maulid, pernikahan,
sunatan atau neuri, yakni peringatan 7 tujuh bulan usia kandungan ibu hamil.
Selain digunakan dalam kepentingan tersebut, telur Maleo senkawor juga dimanfaatkan sebagai media untuk melakukan tindakan penyuapan dengan
seseorang yang tingkatan sosialnya lebih tinggi ataupun sebagai oleh-oleh khas daerah.
4.4.2 Pemahaman Masyarakat terhadap Maleo Senkawor
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa masyarakat sebagian besar belum mengetahui bahwa burung Maleo senkawor merupakan satwa dilindungi
undang-undang dan perburuan terhadap telur dan burung Maleo senkawor merupakan hal terlarang. Pemahaman masyarakat yang rendah dengan tingkat
pendidikan yang juga rendah menyebabkan aktivitas perburuan telur dan Maleo senkawor serta pengrusakan lokasi bertelur terus berlangsung hingga saat ini.
Berbagai tindakan ekspliotasi dan pengrusakan menyebabkan penurunan populasi Maleo senkawor dewasa. Diduga jumlah Maleo senkawor dewasa yang
ada di Kabupaten Mamuju saat ini kurang dari 100 ekor. Tidak berjalannya kegiatan penyuluhan oleh aparat pemerintahan yang terkait mengakibatkan
terpuruknya pemahaman masyarakat akan nilai penting satwa Maleo senkawor, arti satwa endemik dan satwa yang terancam punah yang harus segera
dilestarikan keberadaannya.
4.5 Prioritas Konservasi