Berbagai tindakan ekspliotasi dan pengrusakan menyebabkan penurunan populasi Maleo senkawor dewasa. Diduga jumlah Maleo senkawor dewasa yang
ada di Kabupaten Mamuju saat ini kurang dari 100 ekor. Tidak berjalannya kegiatan penyuluhan oleh aparat pemerintahan yang terkait mengakibatkan
terpuruknya pemahaman masyarakat akan nilai penting satwa Maleo senkawor, arti satwa endemik dan satwa yang terancam punah yang harus segera
dilestarikan keberadaannya.
4.5 Prioritas Konservasi
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis kondisi umum lokasi bertelur, karakteristik lokasi bertelur serta pengaruh aspek sosial maka diperoleh
3 tiga peringkat untuk menetapkan prioritas konservasi kawasan di lokasi bertelur, yaitu prioritas I dengan tujuan utama perlindungan lokasi bertelur,
prioritas II dengan tujuan pembinaan lokasi bertelur dan prioritas III dengan tujuan utama berupa pengelolaan lokasi bertelur secara terpadu. Lebih lengkap
mengenai gambaran prioritas konservasi disajikan pada Gambar 28. Kegiatan sosialisasi dan penyuluhan secara benar dan berkelanjutan
harus dilakukan, untuk menggugah kesadaran masyarakat yang selama ini berhubungan dengan Maleo senkawor. Motivasi masyarakat untuk menghargai
dan turut melestarikan Maleo senkawor sebagai satwa khas Sulawesi, dapat ditumbuhkan dengan mengangkat nilai historis hubungan antara Maleo senkawor
dengan leluhur asli masyarakat Mamuju. Mengkaji ulang norma-norma adat yang mulai kurang diperhatikan juga merupakan salah satu pertimbangan dalam
upaya menggugah kesadaran. Beberapa daerah di Sulawesi menetapkan hukum adat yang memberlakukan larangan mengambil telur Maleo senkawor pada saat-
saat tertentu. Tindakan seperti ini dapat dijadikan panduan dalam kegiatan sosialisasi dan penyuluhan terhadap masyarakat.
a. Prioritas I Perlindungan Lokasi Bertelur
Lokasi bertelur yang dimaksud dalam prioritas konservasi I adalah lokasi bertelur yang perlu mendapat perlindungan hukum sehingga
diharapkan dengan adanya status hukum dapat mengurangi gangguan bagi telur, Maleo senkawor dan lokasi bertelur Maleo senkawor. Prioritas I
ditetapkan berdasarkan hasil analisis kondisi umum lokasi bertelur dimana lokasi bertelur yang memiliki nilai dan hasil yang lebih baik lebih
diprioritaskan dibandingkan lokasi memiliki hasil lebih buruk. Hal lain yang mendasari penetapan prioritas I adalah adanya keunikan, kekhasan yang
dimiliki suatu lokasi bertelur terkait dengan hal ini adalah topografi wilayah Lampiran 6. Berdasarkan berbagai syarat tersebut maka lokasi yang
mendapat prioritas I adalah 44.4 dan diharapkan dapat dilindungi lokasi bertelur tersebut adalah
1. Tambung Tangnga
2. Koloe 3. Lemo
4. Pambua 5. Kasoloang
6. Udung Butung
7. Lelo Losso 8. Tapanduli
Segala bentuk aktivitas masyarakat yang mengancam keberadaan Maleo senkawor serta dapat mengubah kondisi apalagi merusak lokasi
bertelur Maleo senkawor merupakan tindakan melawan hukum. Penetapan lokasi bertelur sebagai kawasan khusus dan dilindungi dimulai
dengan tahap awal, yaitu sosialisasi dan kegiatan penyuluhan intensif dengan masyarakat. Masyarakat diberikan alternatif sumber-sumber mata
pencaharian sehingga mengurangi tingkat ketergantungan terhadap lokasi bertelur Maleo senkawor. Bentuk mata pencaharian alternatif bagi
masyarakat di pesisir pantai adalah dengan membentuk kelompok- kelompok taninelayan dan terkoordinasi dengan baik, selanjutnya
mengupayakan pemberian bantuan penyediaan sarana yang dibutuhkan dalam menangkap ikan.
Peningkatan keterampilan bagi para perempuan dan ibu-ibu perlu dilakukan, dengan pelatihan atau kursus membuat kerajinan tangan dari
bahan-bahan alami yang tersedia melimpah di daerah tersebut. Dengan meningkatnya kesadaran terhadap pelestarian Maleo senkawor dan taraf
hidup yang lebih mapan, ketergantungan masyarakat terhadap telur dan Maleo senkawor secara perlahan berkurang dan pola pikir yang
sebelumnya memanfaatkan menjadi melindungi Maleo senkawor, habitat hidup serta lokasi bertelur.
b. Prioritas II Pembinaan Lokasi Bertelur