Tabel 8. Jenis pengaruh, asal kewenangan, dan bentuk kepentingan stakeholder Hutan Lindung Gunung
Lumut
Stakeholder Asal kewenangan
Jenis pengaruh
Bentuk kepentingan Masyarakat Desa Rantau
Layung Kerarifan lokal
Hak tenurial Pemanfaatan hutan
Masyarakat Desa Pinang Jatus
Kerarifan lokal Hak tenurial
Pemanfaatan hutan Masyarakat Dusun Mului
Kerarifan lokal Hak tenurial
Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan
Dinas Kehutanan Pemkab Pasir
Hak mandat Penataan hutan
Perencanaan hutan Rehabilitasi
Perlindungan dan konservasi hutan Bappeda
Pemkab Pasir Hak Mandat
Penataan hutan UPTD Planologi
Balikpapan Pemprop
Kaltim Hak Mandat
Penataan hutan BKSDA Pasir
Pemerintah Pusat
Hak Mandat Pelindungan dan konservasi hutan
TBI -
- Perlindungan dan konservasi hutan
PeMA Paser -
- Perlindungan hutan
PT. RKR -
- Penggunaan kawasan
D. Interaksi antara Stakeholder dalam Pengelolaan HLGL
Dalam mengelola semua hutan lindung yang berada di Kabupaten Pasir, Dinas Kehutanan Kabupaten Pasir memiliki sub dinas yang langsung mempunyai
tugas dalam mengelola HLGL yaitu sub dinas perlindungan hutan dan pengendalian kebakaran hutan. Tetapi dalam pengelolaan HLGL Dinas Kehutanan Pasir belum
melakukan upaya yang maksimal karena berbagai macam kendala. Masalah yang dihadapi oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Pasir adalah usia
yang masih tergolong muda, berdiri tahun 2001. Sehingga dalam pelaksanaan tugas antara sub dinas dan juga peralatan yang menunjang pengelolaan hutan lindung
dirasakan menjadi faktor penghambat dalam pengelolaan HLGL. Dinas Kehutanan Pasir dalam menjaga kawasan hutan lindung seluruh Kabupaten Pasir, dengan luas
total 116.952 ha Maulana, 2004 hanya memiliki 2 personil polisi kehutanan. Walaupun dalam bulan Februari kemarin ada penambahan 2 personil polisi
kehutanan, tetap jumlah ini tidak sebanding dengan jumlah total kawasan hutan lindung.
Pengaturan yang ditetapkan di Dinas Kehutanan, 2 orang personil Polisi Kehutanan yang ada digilir 2 orang personil per kawasan per minggu. Tetapi pada
kenyataannya patroli ke dalam kawasan HLGL dapat mencapai enam bulan sekali karena minimnya dana yang tersedia untuk kegiatan pengamanan kawasan.
Peralatan yang dimiliki Dinas Kehutanan dalam pengelolaan hutan lindung khususnya dalam bidang pengamanan kawasan hutan sangat minim. Radio yang
harusnya menjadi alat komunikasi antara kawasan dengan Dinas Kehutanan Pasir tidak ada sehingga alur komunikasi tidak terbentuk. Radio sangat penting dalam
pengelolaan khususnya pengamanan kawasan karena banyaknya illegal logging yang terjadi di dalam kawasan karena adanya akses yang membelah HLGL. Mobil maupun
motor patroli yang dimiliki oleh Dinas Kehutanan tidak mencukupi dalam pengelolaan kawasan hutan, mobil patroli hanya berjumlah satu buah dan motor
patroli hanya berjumlah 2 buah dan keadaannya tidak layak untuk dijadikan kendaraan patroli ataupun untuk meninjau kawasan.
Kawasan HLGL sebelum adanya peta Tata Guna Hutan Kesepakatan adalah merupakan areal HPH PT. Telaga Mas dan PT. Telaga Mas dilarang untuk
melakukan aktivitas di plot yang ditetapkan sebagai kawasan HLGL. Maka aksesibilitas yang membelah HLGL dan juga yang mengitari kawasan ini bekas jalan
logging. Dengan memantau keadaan di lapangan, terlihat bahwa jalan tersebut digunakan sebagai jalan keluar masuk yang bebas oleh pihak yang tidak bertanggung
jawab untuk melakukan kegiatan penebangan liar. Jalan yang ditemukan sering digunakan dalam kegiatan penebangan liar ini terdapat di jalan menuju Desa Rantau
Layung dan Desa Pinang Jatus. Selama ini masyarakat sekitar dan dalam kawasan belum dilibatkan dalam
pengamanan kawasan karena selama ini Dinas Kehutanan Pasir tidak membangun usaha pendekatan persuasif dengan masyarakat desa sekitar dan dalam kawasan.
Pelibatan masyarakat sangat penting untuk mengefisisensikan dana dan juga usaha. Khusus untuk Dusun Mului Dinas Kehutanan perlu membangun jaringan komunikasi
karena dusun ini berada di dalam kawasan HLGL dan menurut laporan mereka sering terjadi pencurian kayu di wilayah dusun mereka. Karena itu Dinas Kehutanan
bekerjasama dengan PT. RKR membentuk Himpunan Warga Mului yang bertujuan khusus untuk kegiatan pengamanan kawasan. Desa Rantau Layung dan Desa Pinang
Jatus diharapkan diikutsertakan juga dalam pengamanan kawasan karena letak kedua desa ini merupakan pintu masuk dari jalan yang sering digunakan dalam kegiatan
illegal logging. Sebenarnya masyarakat desa-desa sekitar dan dalam kawasan HLGL sudah
mengetahui dan sering melihat langsung kegiatan penebangan liar tersebut. Tetapi karena ketakutan dan keterbatasan dana yang dimiliki oleh masyarakat maka
masyarakat merasa tidak perlu melapor kepada Dinas Kehutanan Pasir. Untuk itu perlunya radio yang menghubungkan antara masyarakat desa sekitar dan dalam
kawasan dengan Dinas Kehutanan Pasir untuk mencegah dan menanggulangi kegiatan penebangan liar. Pos jaga Polisi Kehutanan juga sangat diperlukan dalam
kegiatan pengamanan kawasan karena jika dilihat secara langsung kawasan HLGL mudah dijangkau oleh siapa pun. Juga Dinas Kehutanan Pasir tidak mengeluarkan
izin resmi untuk mengawasi dan mengontrol pihak-pihak yang memasuki kawasan ini.
Pengelolaan yang
dilakukan oleh masyarakat tiga desa Desa Rantau Layung, Dusun Mului, dan Desa Pinang Jatus meliputi pengumpulan madu, berburu satwa,
berladang khusus Dusun Mului, mencari rotan, mencari gaharu, dan mencari burung. Jika dilihat secara langsung dapat jelas terlihat pelibatan masyarakat dalam
mengelola hutan dengan stakeholder lain sangat rendah. Padahal sebenarnya masyarakat merupakan kunci dari pengelolaan HLGL karena faktanya masyarakat
ketiga desa ini sudah memanfaatkan HLGL jauh sebelum adanya SK Penunjukkan yang dibuat oleh Menteri Kehutanan tahun 1982. Dusun Mului yang paling
tergantung dengan keberadaan HLGL karena mereka berada di dalam kawasan dan
hampir sebagian kebutuhan hidup mereka dicukupi dari sumberdaya alam yang ada di dalam Kawasan HLGL.
Dinas Kehutanan Pasir yang diharapkan sebagai ujung tombak dari pengelolaan HLGL juga belum melakukan upaya yang berarti dalam membangun
kerjasama dengan masyarakat. Ini terbukti dari masih banyaknya masyarakat desa yang belum mengetahui arti dan fungsi dari HLGL. Dengan bekerjasama dengan
UPTD Planologi Kehutanan Balikpapan dan Bappeda Pasir, Dinas Kehutanan Pasir harusnya bekerja sama dalam sosialisasi untuk batas-batas kawasan HLGL dengan
hutan yang sudah dikelola oleh masyarakat. Masyarakat Dusun Mului harus diberi pengertian lebih lanjut karena dusun ini
memanfaatkan HLGL dengan merubah fungsi kawasan yaitu dengan cara membabat hutan yang ada dan menggantikannya dengan ladang untuk menanam padi. Hal ini
jika terus dibiarkan akan merusak dan mengesampingkan fungsi lindung dari HLGL karena enclave yang ada sekarang pasti akan semakin meluas di hari kedepannya. Hal
ini juga dirasakan oleh PeMA, yang merupakan LSM lokal, memiliki usul untuk memindahkan masyarakat Dusun Mului ke daerah yang lebih layak dan tidak
mengganggu fungsi dari HLGL yaitu ke daerah Tompok dan Long Sayung. Tetapi karena tidak ada hubungan kerjasama yang jelas antara Dinas Kehutanan dan
Bappeda dengan PeMA maka usul ini belum sampai dilaksanakan sampai sekarang.
Gambar 11. Interaksi stakeholder HLGL
E. Evaluasi Kebijakan Pengelolaan HLGL