1.2 Pengukuhan kawasan HLGL HASIL DAN PEMBAHASAN

Kabupaten Pasir tahun 2001-2005. UPTD Planologi Balikpapan dalam pengelolaan HLGL melakukan kegiatan tentang penataan batas berupa orientasi batas yang telah dilakukan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Pasir. Kegiatan pengelolaan yang dilakukan oleh Tropenbos Internasional Indonesia semuanya adalah bersifat penelitian yang dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi para stakeholder lain dalam melakukan aktivitas pengelolaan HLGL, khususnya bagi Pemerintah Kabupaten Pasir. Begitu pula dengan PeMA, tidak mengeluarkan kebijakan yang berpengaruh secara langsung terhadap pengelolaan HLGL karena kegiatan atau program yang telah dilakukan PeMA lebih mengarah kepada masyarakat sekitar dan dalam HLGL. BKSDA Seksi Konservasi Wilayah III Pasir Kalimantan Timur memiliki kewenangan yang berasal dari pemerintah pusat. Dalam kegiatannya BKSDA hanya mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan cagar alam yang pengelolaannya langsung dipegang oleh pemerintah pusat. BKSDA hanya memiliki wewenang dalam pengawasan peredaran tumbuhan dan satwa dari dalam seluruh kawasan hutan di Kabupaten Pasir, termasuk HLGL, sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan SK MenHut No. 62Kpts-II1998. Sebagai stakeholder swasta, PT. RKR melakukan kegiatan pengelolaan kawasan HLGL hanya ke dalam kegiatan penggunaan kawasan yaitu penggunaan jalan bekas logging yang membelah kawasan HLGL. Ketidakhadiran unit pengelola HLGL menunjukkan bahwa masih lemahnya peran pemerintah Kabupaten Pasir dan juga belum jelasnya kebijakan yang memberikan panduan tentang lahirnya sebuah unit pengelola hutan lindung.

E. 1.2 Pengukuhan kawasan HLGL

Di tahun 1986, kegiatan penataan batas HLGL pernah dilakukan oleh Sub Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Balikpapan sesuai dengan Berita Acara Tata Batas No. 02BATBIVSub.1-11986. Dalam Buku Berita acara tersebut dijelaskan bahwa telah dilakukan pembuatan pal batas walaupun hanya meliputi bagian kawasan HLGL dengan panjang trayek 100.975 meter. Dalam kegiatan ini pembuatan pal batas belum mancakup keseluruhan kawasan HLGL belum temu gelang karena keterbatasan dana. Dalam perencanaan strategik renstra Dinas Kehutanan Pasir tahun 2001- 2005 dinyatakan bahwa akan diadakannya kegiatan yaitu kegiatan pemeliharaan batas hutan lindung yang ditargetkan di tahun 2002, 2003, 2004, dan 2005. Kegiatan tersebut diadakan oleh Dinas Kehutanan tetapi kegiatan tersebut tidak sesuai dengan petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh Bupati Pasir. Yang seharusnya dilakukan adalah pemasangan pal batas berupa kayu atau beton, tetapi pada pelaksanaan hanya menandai pohon sekitar dengan cat merah. Resiko hal tersebut dapat berupa penghapusan ataupun pergeseran oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab atau bisa pula luntur karena terhapus oleh aliran hujan pada batang pohon. Pelaksanaan kegiatan penataaan batas dan juga pemeliharaan batas yang ditargetkan empat kali dalam setahun tetapi hanya delaksanakan sekali dalam empat tahun. Pada tahun 2001, Bupati Pasir mengeluarkan SK No. 746 tahun 2001 tentang petunjuk teknis pelaksanaan rekonstruksi batas kawasan hutan produksi dan hutan lindung dan kawasan konservasi lainnya. Dalam surat ini disebutkan bahwa adanya pelibatan masyarakat yang diwakili oleh tokoh masyarakat adat ataupun tokoh masyarakat setempat. Hal ini dimaksudkan agar hutan lindung tidak melintasi hutan milik masyarakat yang digunakan untuk berkebun, menghindari konflik. Karena dalam pemasangan batas akan dilakukan rintis batas sejauh 2 meter di sekitar pal batas dan di sepanjang jalur rintis. Menurut laporan hasil orientasi batas kawasan HLGL pada tahun 2003, UPTD telah melakukan kegiatan orientasi batas di kawasan HLGL. Hasil laporan tersebut menyatakan bahwa dari panjang batas 121,575 km terdapat total pal batas 1208 buah, dengan rincian 223 buah rusak, 979 buah hilang, dan 3 buah dalam kondisi yang masih baik. Ini dapat dapat dilihat bahwa dari total 1208 buah, pal batas yang tidak jelas kondisinya ada 3 buah tidak dinyatakan dan dari jumlah pal batas yang hilang, maka kawasan HLGL belum menghasilkan batas yang temu gelang. Di Desa Rantau Layung pernah ditemukan konflik karena pelaksanaan surat keputusan Bupati di atas yang tidak lengkap yaitu di tahun 20022003. Orang-orang yang melaksanakan kegiatan rekonstruksi batas tersebut tidak melibatkan pihak desa dan juga masyarakat, hasilnya terjadinya pembabatan kebun rotan milik masyarakat untuk pemasangan pal batas. Menurut Undang Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan pada pasal 22 menyebutkan bahwa tata hutan meliputi pembagian kawasan hutan dalam blok-blok berdasarkan ekosistem, tipe, fungsi dan rencana pemanfaatan hutan. Juga menurut PP No. 34 tahun 2002 pasal 12 menyebutkan bahwa pembagian hutan ke dalam blok- blok, terdiri dari blok perlindungan, blok pemanfaatan, dan blok lainnya. HLGL pembagian kawasannya belum sampai pada tahap pembagian hutan berdasarkan blok- blok pengelolaan. Maka Dinas Kehutanan sebagai stakeholder yang bertugas merancang pengelolaan hutan lindung maka dirasakan perlu untuk memasukkan kegiatan penataan kawasan HLGL ke dalam blok-blok yang bertujuan untuk mempermudah kegiatan pengelolaan. Kegiatan pengukuhan kawasan HLGL yang telah ada sekarang menunjukkan juga bahwa masih lemahnya peran dan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Pasir. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kali penataan batas dilakukan hasil yang didapat masih belum temu gelang. E. 1.3 Konflik melalui pendekatan kebijakan E. 1.3.1 Pemanfaatan Hasil Hutan Non Kayu