C. Penggolongan Stakeholder HLGL
HLGL dikelola oleh para stakeholder yang mengelola dengan cara dan kegiatannya masing-masing menurut kepentingan dan tugasnya. Dilihat dari
identifikasi stakeholder di atas dapat terlihat bahwa ada 10 stakeholder yang mengelola kawasan HLGL.
Mengacu pada Freeman dan Gilbert 1987, kriteria yang digunakan dalam pengklasifikasian stakeholder terhadap suatu kegiatan adalah berdasarkan:
1. Kekuasaan power dan kepentingan interest dari setiap stakeholder Freeman, 1984
2. Kepentingan kepentingan dan pengaruh influence yang mereka miliki Grimble dan Wellard, 1996
3. Program maupun kebijakan yang dikeluarkan 4. Kerjasama dan koalisi yang dilakukan antara stakeholder
Berdasarkan kriteria
di atas maka penggolongan stakeholder HLGL digambarkan dalam tabel stakeholder stakeholder mapping berikut:
Gambar 10. Penggolongan stakeholder HLGL
Melihat gambar
tersebut dapat dilihat bahwa stakeholder HLGL memiliki beragam posisi dalam hal kepentingan dan pengaruhnya terhadap kawasan HLGL.
Kepentingan stakeholder dilihat dari seberapa tinggi atau rendahnya kepentingan dari stakeholder terhadap kawasan HLGL baik dari pemanfaatan hutan, penggunaan
kawasan, penataan hutan, rehabilitasi hutan, serta perlindungan dan konservasi hutan UU No. 41 tahun 1999. Kepentingan dari sebuah stakeholder dianalisis dari tingkat
ketergantungan dari stakeholder terhadap kawasan dan juga dilihat berdasarkan stakeholder yang paling awal terkena dampak jika adanya perubahan yang terjadi
pada kawasan, baik yang positif maupun negatif. Sedangkan pengaruh dianalisis berdasarkan seberapa kuatnya kekuasaan yang dimiliki oleh stakeholder dapat
mempengaruhi pengelolaan kawasan HLGL. Masyarakat desa sekitar dan dalam hutan yang ada di HLGL, Desa Rantau
Layung, Desa Pinang Jatus, dan Dusun Mului merupakan stakeholder yang memiliki pengaruh dan kepentingan tinggi. Memiliki kepentingan yang tergolong tinggi karena
masyarakat ketiga desa ini sangat bergantung kepada kawasan HLGL. Kebutuhan masyarakat dicukupi dari kawasan HLGL yang meliputi kegiatan berburu satwa
sebagai sumber protein dan penghasilan, kegiatan pengumpulan madu hutan, rotan, dan gaharu yang mencukupi kebutuhan mereka dalam penghasilan rumah tangga
tambahan. Khusus untuk masyarakat Dusun Mului, kawasan HLGL menjadi tempat bagi kegiatan berladang mereka. Kegiatan berladang ini sudah ada sebelum penetapan
kawasan HLGL. Ketiga stakeholder ini memiliki pengaruh yang tinggi karena jika ditelusuri
dengan seksama sejarah yang dimiliki oleh mereka erat kaitannya dengan kawasan HLGL karena mereka sudah ada jauh sebelum adanya penetapan HLGL 1983,
bahkan jauh juga dari penetapan areal konsesi dari PT. Telaga Mas 1970. Maka ketiga stakeholder ini memiliki pengaruh yang tinggi berdasarkan hak tenurial dari
leluhur mereka dan akan sangat sulit untuk mentraslokasi mereka ke tempat yang baru.
Dinas Kehutanan Pasir, Bappeda Pasir, UPTD Planologi Kehutanan Balikpapan, dan BKSDA Seksi Konservasi Wilayah Pasir berada digolongkan
sebagai stakeholder yang memiliki pengaruh yang tinggi tetapi memiliki kepentingan rendah. Dinas Kehutanan Pasir dan Bappeda Pasir berpengaruh tinggi karena kedua
institusi ini memiliki wewenang langsung dari pemerintah daerah dalam hal ini Bupati Pasir. Dinas Kehutanan memiliki wewenang langsung dalam hal pengelolaan
seluruh kawasan Hutan yang berada dalam wilayah adminstratif Kabupaten Pasir PP No. 62 tahun 1998 dan Keputusan Presiden No. 32 tahun 1990, kecuali kawasan
dengan status kawasan pelestarian alam, kawasan suaka margasatwa, dan taman buru UU No. 5 tahun 1990, UU No. 41 Tahun 1999 dan PP No. 68 tahun 1998. Bappeda
Pasir memiliki wewewang yang juga berasal Bupati Pasir dalam hal perencanaan tingkat kabupaten Pasir tugas pokok dan fungsi Bappeda No. 14 tahun 2002 tentang
fungsi Bappeda Kabupaten Pasir serta Perda Kabupaten Pasir No. 20 tahun 2000. Kaitannya dengan pengelolaan HLGL adalah Bappeda Pasir bertugas untuk
menyusun RTRW Kabupaten Pasir yang salah satu isinya adalah perencanaan kawasan lindung karena HLGL termasuk ke dalam kriteria kawasan lindung.
UPTD Planologi Kehutanan Balikpapan memiliki wewenang yang berasal dari Gubernur Propinsi Kalimantan Timur Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 50
tahun 2000 Pedoman Susunan Organisasi Perangkat Daerah, dimana hasil dari segala kegiatan UPTD ini akan digunakan sebagai dasar penataan batas kawasan
HLGL. BKSDA Seksi Koservasi Wilayah Pasir memiliki pengaruh yang tinggi dalam hal pengawasan peredaran tumbuhan dan satwa dari seluruh kawasan hutan yang ada
di Kabupaten Pasir tanpa terkecuali. Asal kewenangan dari BKSDA ini adalah langsung dari pemerintah pusat atau Departemen Kehutanan, sesuai dengan UU No. 5
tahun 1990 dan UU No. 41 tahun 1999.
Tabel 8. Jenis pengaruh, asal kewenangan, dan bentuk kepentingan stakeholder Hutan Lindung Gunung
Lumut
Stakeholder Asal kewenangan
Jenis pengaruh
Bentuk kepentingan Masyarakat Desa Rantau
Layung Kerarifan lokal
Hak tenurial Pemanfaatan hutan
Masyarakat Desa Pinang Jatus
Kerarifan lokal Hak tenurial
Pemanfaatan hutan Masyarakat Dusun Mului
Kerarifan lokal Hak tenurial
Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan
Dinas Kehutanan Pemkab Pasir
Hak mandat Penataan hutan
Perencanaan hutan Rehabilitasi
Perlindungan dan konservasi hutan Bappeda
Pemkab Pasir Hak Mandat
Penataan hutan UPTD Planologi
Balikpapan Pemprop
Kaltim Hak Mandat
Penataan hutan BKSDA Pasir
Pemerintah Pusat
Hak Mandat Pelindungan dan konservasi hutan
TBI -
- Perlindungan dan konservasi hutan
PeMA Paser -
- Perlindungan hutan
PT. RKR -
- Penggunaan kawasan
D. Interaksi antara Stakeholder dalam Pengelolaan HLGL