Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan pada saat ini memiliki peran yang sangat penting dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam UU No.202003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tercantum pengertian pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara Wasilah, 2008. Pendidikan dapat dilaksanakan melalui beberapa jalur, diantaranya adalah pendidikan formal yang diselenggarakan di sekolah. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi “Pendidikan”, 2009. Sekolah merupakan tempat berlangsungnya kegiatan belajar – mengajar yang melibatkan siswa dan guru. Hadinata 2006 menyebutkan bahwa dalam kegiatan belajar sangat diperlukan adanya motivasi dalam diri siswa. Pendapat senada juga disebutkan oleh Kauchak Eggen 2004 bahwa motivasi dan belajar merupakan dua hal yang berhubungan erat. Seorang siswa tidak dapat dengan sepenuhnya melakukan kegiatan belajar dan memahami pelajaran tanpa adanya motivasi. Universitas Sumatera Utara Dalam pengertian umum, motivasi merupakan dorongan yang menggerakkan dan mengarahkan suatu perilaku untuk mencapai satu tujuan Parsons Hinson, 2001. Bila dikaitkan dengan kegiatan belajar, maka motivasi belajar dapat diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai Sardiman, 2003. Motivasi belajar merupakan syarat mutlak untuk belajar dan memegang peranan penting dalam memberikan gairah atau semangat dalam belajar. Motivasi belajar tidak hanya menjadi pendorong untuk mencapai hasil yang baik tetapi mengandung usaha untuk mencapai tujuan belajar, dimana terdapat pemahaman dan pengembangan dari belajar Hadinata,2006. Ormrod 2003 menambahkan bahwa motivasi belajar mengarahkan perilaku belajar dalam mencapai suatu tujuan, serta mendorong siswa untuk meningkatkan usaha dan energi dalam belajar. Peneliti melakukan survey pada tanggal 16 November 2009 dengan menyebarkan angket kepada 80 orang siswa SMA Negeri 1 Berastagi dan didapati bahwa beberapa siswa termotivasi untuk belajar mata pelajaran fisika dan beberapa siswa lain tidak termotivasi untuk belajar mata pelajaran fisika. Siswa tidak termotivasi untuk belajar mata pelajaran fisika sebab pada pelajaran fisika banyak sekali rumus dan teori yang harus dimengerti serta dihafal; pelajaran fisika yang membosankan; cara mengajar guru yang tidak menarik; teman-teman yang kurang mendukung untuk belajar mata pelajaran fisika bersama; dan anggapan Universitas Sumatera Utara para siswa bahwa guru mereka pilih kasih serta kurang peduli terhadap kesulitan siswa dalam belajar mata pelajaran fisika. Berikut hasil wawancara peneliti dengan salah seorang siswa: “Kalau pelajaran yang lain, kami senang belajarnya Kak, tapi kalau udah fisika, dengar fisika saja kami udah lemas duluan. Banyak rumus yang harus dihapal, kami juga kurang dekat dengan gurunya karena hanya siswa yang pintar saja yang diperhatikan, kurang pintar menerangkan lagi. Teman - teman juga nggak ada yang mau belajar fisika sama-sama.” Komunikasi personal, 16 November 2009 Beberapa siswa lain termotivasi untuk belajar mata pelajaran fisika sebab menurut mereka pelajaran fisika memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari; pelajaran fisika penting karena ikut diujikan dalam ujian nasional dan ujian masuk perguruan tinggi; dan adanya rasa penasaran serta tertantang dalam diri siswa untuk mengerjakan soal fisika. Berikut hasil wawancara peneliti dengan siswi X 1, yang berinisial EM 16 tahun: “Yah, sebenarnya Kak kalau belajar fisika sulit juga karena banyak rumus yang harus dihapal. Mau nanya sama guru, saya malas karena nggak begitu dekat sama gurunya, apalagi gurunya juga terlalu cepat menjelaskan materinya padahal kami belum ngerti. Dari teman-teman juga jarang ada yang mau mengajari karena kurang paham. Saya sendiri tetap mau belajar fisika karena fisika kan masuk ujian nasional.” Komunikasi personal, 16 November 2009 Peneliti juga sempat melakukan observasi saat pelajaran fisika berlangsung, peneliti melihat beberapa orang siswa saling membantu dalam mengerjakan soal yang diberikan guru. Namun, ada juga yang tampak hanya berbicara dengan temannya di belakang kelas tanpa mengerjakan soal. Menurut penuturan seorang guru fisika, saat pelajaran fisika berlangsung, hanya sedikit siswa yang terlibat aktif dalam kelas. Nilai siswa dalam pelajaran fisika juga Universitas Sumatera Utara kurang memuaskan. Siswa sering memperoleh nilai yang rendah pada mata pelajaran fisika yaitu berkisar 60 – 70 padahal standar ketuntasan minimal untuk mata pelajaran fisika sendiri adalah 69. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan beberapa siswa SMA Negeri 1 Berastagi juga ditemukan bahwa beberapa siswa memiliki penilaian negatif tentang hubungan siswa dengan guru. Siswa merasa tidak memiliki hubungan yang dekat dengan guru fisika mereka, berbeda dengan guru mata pelajaran yang lain dimana mereka mau bercanda saat berada dalam kelas, interaksi antara guru dengan siswa juga berjalan kaku sebab ada ketakutan dalam diri siswa untuk menanyakan hal yang mereka tidak ketahui. Selain itu adanya anggapan para siswa bahwa guru mereka hanya memperhatikan siswa yang pintar saja dan kurang peduli pada siswa yang lain membuat siswa malas bertanya pada guru selama kegiatan belajar berlangsung. Begitu juga dengan siswa yang mereka anggap pintar pada mata pelajaran fisika tapi lebih suka belajar sendiri. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti melalui survey di SMA Negeri 1 Berastagi bahwa beberapa siswa termotivasi untuk belajar mata pelajaran fisika. Namun, ada juga siswa yang tidak atau kurang termotivasi untuk belajar mata pelajaran fisika padahal menurut Sunardi 2009 belajar fisika merupakan aktivitas yang sangat penting dilakukan oleh siswa sebab hidup manusia dalam kesehariannya tidak dapat dilepaskan dari fisika. Pelajaran fisika memberikan pengetahuan tentang lingkungan alam dan segala sesuatu yang terdapat di dalamnya, mengembangkan keterampilan dan wawasan yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Pemahaman akan pelajaran fisika sangat perlu untuk Universitas Sumatera Utara meningkatkan kesejahteraan manusia sebab dengan belajar fisika, maka siswa akan memiliki kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Pelajaran fisika juga memberikan pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang diperlukan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi. Sunardi 2009 juga menambahkan dengan adanya motivasi dalam belajar mata pelajaran fisika akan mendorong siswa untuk lebih semangat dan aktif dalam kegiatan belajar. Namun, saat siswa memiliki motivasi belajar yang rendah pada mata pelajaran fisika maka akan menyebabkan siswa tidak dapat belajar secara optimal dan kurang bersemangat dalam melaksanakan kegiatan belajar sehingga terhambat dalam mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Hal ini semakin diperkuat oleh Uno 2008 yang menyatakan bahwa kurang atau tidak adanya motivasi untuk belajar akan membuat siswa tidak tahan lama dalam belajar dan mudah tergoda untuk mengerjakan hal lain dan bukan belajar. Pendapat senada juga disebutkan oleh Kauchak dan Eggen 2004 yang menyatakan bahwa siswa yang memiliki motivasi dalam belajar akan melakukan usaha untuk memahami topik pelajaran baik pelajaran itu menarik atau pun tidak bagi siswa tersebut. Mereka berusaha dalam belajar karena mereka yakin bahwa pemahaman yang mereka peroleh itu berharga dan bermanfaat bagi mereka. Berkaitan dengan motivasi belajar yang telah dijelaskan sebelumnya, Parsons dan Hinson 2001 menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mendorong atau menghalangi motivasi belajar siswa adalah iklim kelas. Iklim kelas yang dirasakan aman oleh siswa akan mendukung siswa dalam belajar. Universitas Sumatera Utara Namun, iklim yang terbentuk dalam kelas juga dapat dirasakan mengancam oleh siswa dan berakibat pada rendahnya keterlibatan siswa dalam belajar. Tokoh lain seperti Kauchak Eggen 2004 juga menyatakan bahwa iklim kelas memiliki peran penting dalam menciptakan suatu lingkungan yang dapat meningkatkan motivasi belajar dan prestasi siswa. Iklim kelas yang mendukung siswa dalam belajar, membuat siswa merasa aman, bebas dalam menyampaikan ide - ide yang dimiliki, kualitas hubungan yang baik dalam kelas, seperti saling memberikan perhatian dan saling menghargai akan membuat siswa lebih terdorong untuk belajar. Dinamika interpersonal yang ada dalam lingkungan kelas atau cara siswa berhubungan dengan orang lain, baik dengan guru maupun dengan siswa lain dalam mencapai tujuan akan membentuk atmosfer kelas yang dapat memberi dampak terhadap motivasi belajar siswa Parsons Hinson, 2001. Bila siswa merasa dirinya diterima oleh siswa yang lain dan punya keahlian sosial yang baik, biasanya mereka memiliki motivasi belajar dan prestasi akademik yang baik. Sebaliknya, saat siswa merasa ditolak oleh teman - temannya, maka siswa tersebut akan mengalami masalah dalam belajar, seperti rendahnya motivasi untuk belajar, mendapat nilai buruk, dan dikeluarkan dari sekolah. Hubungan yang negatif antara siswa dengan guru juga berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Apabila siswa merasa diperhatikan dan didukung oleh gurunya, maka siswa tersebut akan lebih termotivasi untuk belajar, dibandingkan dengan siswa yang merasa punya guru yang tidak supportif dan tidak perhatian kepadanya Santrock, 2004. Universitas Sumatera Utara Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, iklim kelas memegang peranan penting dalam menciptakan suatu lingkungan yang dapat meningkatkan motivasi belajar dan prestasi siswa Kauchak Eggen, 2004. Firr dalam Amar Strugo, 2003 menyebutkan bahwa iklim kelas merupakan suasana yang terbentuk dalam kelas sebagai hasil dari proses pendidikan dan interaksi sosial yang terjadi antara siswa, guru, dan sekolah. Iklim kelas ini gabungan dari kondisi psikologis serta kondisi sosial yang terdapat dalam lingkungan kelas yang bersifat spesifik karena di dalamnya terlibat proses persepsi individu terhadap lingkungan tersebut. Nair 2001 menyatakan bahwa persepsi siswa terhadap iklim kelas merupakan penilaian paling tepat untuk mengetahui iklim kelas karena siswa adalah orang yang paling banyak menghabiskan waktunya di dalam kelas, lebih mengetahui hal - hal yang terjadi di dalam kelas sehingga memiliki penilaian yang lebih akurat terhadap kelas. Meskipun siswa berada pada kelas yang sama namun siswa dapat memiliki persepsi yang berbeda terhadap suasana kelas mereka. Persepsi siswa yang positif terhadap lingkungan kelas, akan mendorong motivasi dan performa akademik yang lebih baik serta sikap yang lebih positif terhadap suatu pelajaran. Persepsi siswa terhadap iklim kelas ini merupakan data penting bagi pihak sekolah sebagai umpan balik untuk perbaikan lingkungan belajar yang lebih kondusif Chen Chang 2002. Berdasarkan fenomena yang ditemukan peneliti di SMA Negeri 1 Berastagi serta uraian teori yang telah dijelaskan sebelumnya, peneliti melihat adanya ketidaksesuaian antara fakta di lapangan dengan teori. Menurut McCombs Universitas Sumatera Utara dalam Santrock, 2004 jika siswa merasa dirinya diterima oleh teman-teman sekelas dan memiliki guru yang perhatian, mendukung siswa dalam belajar, mengerti kesulitan yang dihadapi siswa tersebut dalam belajar maka itu akan memotivasi siswa untuk lebih giat belajar. Sebaliknya, ketika siswa merasa tidak diperhatikan dan didukung oleh guru dan siswa-siswa yang lain, maka akan menyebabkan siswa tidak termotivasi untuk melakukan kegiatan akademik sebab tidak adanya pemberian semangat dan dorongan dari orang sekitar untuk belajar. Namun, data di lapangan menunjukkan bahwa ada siswa yang tetap termotivasi untuk belajar mata pelajaran fisika meskipun merasa guru kurang peduli terhadap kesulitan mereka dalam belajar fisika, seperti terus menerangkan materi tanpa mempedulikan apakah siswa mengerti apa tidak, hanya memperhatikan siswa yang pintar fisika saja dan teman-teman yang juga kurang mendukung untuk belajar bersama. Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara persepsi terhadap iklim kelas dengan motivasi belajar mata pelajaran fisika pada siswa SMA Negeri 1 Berastagi.

B. Rumusan Masalah