1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pasar  Modal  merupakan  pasar  untuk  berbagai  macam  instrumen  keuangan jangka  panjang  yang  bisa  diperjualbelikan,  memiliki  dua  fungsi  sekaligus,  yaitu
fungsi  ekonomi  dan  fungsi  keuangan.  Pasar  modal  dikatakan  memiliki  fungsi ekonomi  karena  pasar  modal  menyediakan  fasilitas  atau  wahana  yang
mempertemukan  dua  kepentingan,  antara  pihak  yang  memiliki  kelebihan  dana investor  dan  pihak  yang  memerlukan  dana  issuer  atau  emiten.  Dengan  adanya
pasar modal maka pihak yang memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dana tersebut  dengan  harapan  memperoleh  imbal  hasil,  sedangkan  pihak  emiten  dapat
memanfaatkan  dana  tersebut  untuk  kepentingan  investasi  tanpa  harus  menunggu tersedianya  dana  dari  operasi  perusahaan.  Pasar  modal  dikatakan  memiliki  fungsi
keuangan  karena    memberikan  kemungkinan  dan  kesempatan  memperoleh  imbal hasil  bagi  pemilik  dana,  sesuai  dengan  karakteristik  investasi  yang  dipilih.  Karena
kedua  fungsi  dijalankannya  tersebut,  maka  semakin  jelas  bahwa  pasar  modal memiliki  peran  yang  besar  bagi  perekonomian  suatu  negara.  Dengan  adanya  pasar
modal  maka  aktivitas  perekonomian  akan  meningkat  karena  pasar  modal menyediakan  berbagai  alternatif  pendanaan  bagi  perusahaan,  sehingga  dapat
2
beroperasi  dengan  skala  yang  lebih  besar  dan  selanjutnya  akan  meningkatkan pendapatan perusahaan dan kemakmuran rakyat luas.
1
Salah satu alternatif instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal adalah reksadana. Reksadana menurut undang-undang pasar modal No. 8 tahun 1995
merupakan  wadah  yang  di  pergunakan  dalam  rangka  menghimpun  dana  dari masyarakat  dalam  pemodal  untuk  selanjutnya  diinvestasikan  dalam  portofolio  efek
yang  dilakukan  oleh  manajer  investasi.  Reksadana  merupakan  instrument  investasi yang  belum  begitu  populer  dibanding  dengan  investasi  pada  valas  atau  deposito,
ternyata mampu
menghasilkan keuntungan
yang cukup
tinggi dalam
perkembangannya. Sejak di perkenalkan di Indonesia oleh PT Danareksa tahun 1967, terjadi  peningkatan  karena  masyarakat  mulai  mengenal  dan  mendapatkan
pengembalian  dari  investasi  reksadana  yang  dilakukan  lebih  baik  dibanding  dengan investasi lainnya.
Reksadana  dirancang  sebagai    sarana  untuk  menghimpun  dana  dari masyarakat  yang  memiliki  modal  dan  keinginan  untuk  berinvestasi,  namun  hanya
memiliki  waktu,  pengetahunan  serta  keahlian  menghitung  profil  resiko  dan  imbal hasil  investasi,  yang  terbatas.  Himpunan  dana  dari  masyarakat  investor  tersebut
1
Tjiptono Darmadji dan Hendy M. F, Pasar Modal di Indonesia Jakarta, Salemba Empat, 2006, h.11.
3
kemudian  diinvestasikan,  dalam  portofolio  efek  oleh  manajer  investasi  yang  di percaya oleh pihak investor untuk mengelola dana tersebut
2
. Di  Indonesia,  pasar  modal  syariah  mulai  sejak  tahun  2003  walaupun
instrument  syariah  telah  diluncurkan  sejak  tahun  1997.  Hal  ini  ditandai  dengan peluncuran  Danareksa  syariah  pada  3  Juli  1997  oleh  PT  Danareksa  Investment
Management.  Selanjutnya  Bursa  Efek  Indonesia  bekerjasama  dengan  PT  Danareksa Investment  Management  meluncurkan  Jakarta  Islamic  Index  JII  pada  3  Juli  2000
yang  bertujuan  untuk  memandu  investor  yang  ingin  menanamkan  dananya  secara syariah.  Dengan  hadirnya  indeks  tersebut,  maka  telah  tersedia  saham-saham  yang
dapat dijadikan sarana berinvestasi dengan penerapan prinsip syariah.
3
Perkembangan  pasar  modal  syariah  memberikan  dampak  positif  terhadap perkembangan  reksadana  syariah.  Produk  reksadana  kini  semakin  beragam  dengan
hadirnya  berbagai  jenis  reksadana  seperti  reksadana  syariah  pendapatan  tetap, reksadana  syariah  saham,  reksadana  syariah  campuran,  dan  yang  paling  baru
reksadana syariah indeks. Reksadana  Syariah  merupakan reksadana  yang  mengalokasikan seluruh dana
ke  dalam  instrumen  investasi  yang  berbasis  syariah  seperti  saham-saham  yang tergabung  dalam  JII,  Obligasi  syariah  dan  instrumen  keuangan  berbasis  syariah
2
Anisa  Rachmawati,  “Komparasi  Reksadana  Syariah  dan  Reksadana  Konvensional  kategori Saham, Campuran, dan Pendapatan Tetap di Indonesia : Periode maret-2005-Maret 2008”, Skripsi S1
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok, 2008, h.6.
3
Anonimous,  “Tentang  Efek  Syariah”  Artikel  di  akses  pada  November  2010  dari http:www.idx.co.idHomeProductAndServicesShariaMarketShariaSecuritiestabid156languageid-
IDDefault.aspx
4
lainnya  untuk  membentuk  suatu  portofolio.  Hal  ini  yang  menjadi  pembeda  antara reksadana syariah dengan reksadana konvensional. Sedangkan dalam hal mekanisme
perdagangan,  tidak  ada  perbedaan  diantara  keduanya.  Suatu  efek  dapat  memenuhi kriteria  syariah  apabila  memenuhi  beberapa  persyaratan  ,  antara  lain  core  business
dari  perusahaan  penerbit  efek  emiten  tersebut  tidak  bertentangan  dengan  prinsip syariah  islam  sesuai  dengan  Fatwa  DSN  No.  20DSN-MUIIV2001  yaitu
diantaranya;  i  Kegiatan  usahanya  tidak  tergolong  judi  atau  perdagangan  yang dilarang,  ii  usahanya  tidak  bersifat  ribawi  atau  mengandung  bunga,  iii  tidak
memproduksi,  mendistribusi,  dan  memperdagangakan  makanan  atau  minuman haram, serta barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat
4
. Dalam hal proses  manajemen  portofolio,  reksadana  syariah  melakukan  proses  penyaringan
filtering  efek  dalam  portofolio  reksadana  benchmarking  kinerja  reksadana  syariah, serta  cleansing.  Dari  sisi  filtering  saham-saham  yang  kegiatan  usaha  emitenya
memiliki  keterkaitan  denga  sesuatu  yang  diharamkan  seperti  yang  telah  disebutkan pada  fatwa  DSM  MUI.  Sementara  dari  sisi  benchmarking,  penilaian  kinerja
portofolio reksadana syariah belum ada satuan khusus sebagai rujukan perbandingan. Selain  filtering  dan  benchmarking,  reksadana  syariah  juga  melakukan  proses
cleansing . Proses ini perlu dilakukan karena hasil investasi dapat berasal dari sumber
non halal atau mengandung sesuatu yang tidak halal, misalnya bunga bank, proses ini
4
Anisa  Rachmawati,  “Komparasi  Reksadana  Syariah  dan  Reksadana  Konvensional  kategori Saham, Campuran, dan Pendapatan Tetap di Indonesia : Periode maret-2005-Maret 2008,” Skripsi S1
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok, 2008, h.8.
5
dilakukan untuk membersihkan dana yang disimpan dalam kas bank, kemudian agar bersih dari unsur tidak halal.
Alat atau tolak ukur Reksadana ialah NAB nilai Aktiva bersih. Nilai Aktiva Bersih NAB merupakan indikator untuk menentukan harga beli maupun harga jual
dari  setiap  unit  penyertaan  reksadana. Perubahan  dari  Nilai  Aktiva  Bersih  ini  dapat dijadikan indikator kinerja suatu reksa dana apakah nilainya positif meningkat atau
negatif menurun. Nilai Aktiva Bersih dihitung dengan menjumlahkan nilai masing- masing  efek  yang  ada  dalam  suatu  reksa  dana,  berdasarkan  harga  pasar  penutupan
efek  yang  bersangkutan,  yang  kemudian  dikurangkan  dengan  kewajiban-kewajiban reksa dana tersebut seperti biaya Manajer Investasi, biaya Kustodian dan biaya-biaya
lainnya.
5
Namun,  NAB  hanya  memberikan  infomasi  harian  atas  satu  portofolio reksadana  itu  sendiri.  Investor  tidak  dapat  melihat  secara  langsung  perbandingan
kinerja terhadap reksadana lain, selain itu reksadana hanya mewakili return atas satu reksadana  tersebut,  tanpa  mempertimbangkan  tingkat  resiko  yang  dimiliki.  Bila
menggunakan NAB saja, investor dapat memperoleh informasi yang keliru. Misalnya salah  satu  reksadana  memiliki  NAB  tinggi  di  beberapa  periode  tanpa
memperhitungkan  tingkat  resiko  yang  dimiliki,  investor  tersebut  dapat  langsung
5
Anonimuos,  “Nilai  Aktiva  Bersih  NAB”  Artikel  diakses  pada  2  desember  2010  dari http:www.wealthindonesia.commutual-fundnilai-aktiva-bersih-nab.html
6
menginterpretasikan  bahwa  reksadana  tersebut  menguntungkan.
6
Oleh  karena  itu dalam  mengukur  kinerja  suatu  reksadana  tidak  hanya  dilihat  dari  imbal  hasil  saja
tetapi juga harus memperhatikan resiko yang akan di tanggung investor. Mustakim 2008 telah meneliti kinerja reksadana syariah dari jenis reksadana
syariah campuran dan reksadana syariah pendapatan tetap yang terdapat di Indonesia selama periode desember 2006 sampai desember 2007. dengan menggunakan metode
sharpe  dan  treynor  di  hasilkan  bahwa  kinerja  sharpe  memiliki  risk  adjusted  return yang  lebih  baik  dibanding  dengan  analisis  kinerja  treynor  untuk  reksadana  jenis
campuran, tetapi untuk reksadana syariah pendapatan tetap, pengukur kinerja sharpe mencerminkan nilai yang negatif.
Perbedaan  yang  terdapat  dalam  penelitian  ini  dengan  penelitian  sebelumnya adalah metode yang digunakan tidak hanya mentode sharpe dan treynor tetapi juga di
tambah dengan metode Jensen. Selain itu, jenis reksadana syariah yang diteliti terdiri dari  reksadana  syariah  saham,  reksadana  pendapatan  tetap  syariah,  reksadana
campuran syariah dan reksadana indeks syariah.  Periode  yang diteliti pun jauh lebih lama,  penelitian  sebelumnya  hanya  meneliti  selama  13  bulan,  sedangkan  dalam
penelitian  ini  periode  yang  digunakan  selama  36  bulan  atau  tiga  tahun  dari  januari 2008 sampai desember 2010.
6
Yeni Rahmawati, “Analisis Penilaian Kinerja Reksadana Syariah Campuran Menggunakan Risk adjusted  return  Method:  Studi  Komparasi  Indonesia  Dan  Malaysia  Periode  November  2004-Mei
2007,” Skripsi S1 Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok, 2008, h.4.
7
Berkaitan  dengan  latar  belakang  tersebut,  maka  penulis  tertarik  untuk
mengambil  judul  PENILAIAN  KINERJA  REKSADANA  SYARIAH  DI INDONESIA  PERIODE  2008-2010  DENGAN  METODE  RISK  ADJUSTED
RETURN”.
B. Perumusan Masalah