lain juga dikaitkan dengan kesehatan yang lebih baik. Selain itu, memberikan dan mendapatkan bantuan juga melewati mekanisme kognisi
yang sama. 5. Attachment yaitu adanya perasaan kedekatan secara emosional kepada
orang lain yang memberikan rasa aman, biasanya didapatkan dari pasangan, teman dekat, atau hubungan keluarga.
6. Social integration integrasi sosial merujuk pada adanya perasaan memiliki minat, kepedulian, dan aktivitas rekreasional yang sama. Fungsi ini
biasanya didapatkan dari teman dan dapat memberikan kenyamanan, rasa aman, kepuasan, dan identitas.
2.2.3 Pengukuran dukungan sosial
Russel dan Cutrona 1987 juga telah mengukur dukungan sosial melalui komponen-komponen dari dukungan sosial yang disebut dengan the social
provisions scale, terdiri dari enam komponen yang membentuk dukungan sosial dan keberadaannya saling memiliki keterikatan yaitu, guidance, reliable
alliance, reassurance of worth, opportunity for nurturance, attachment, social integration. Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan alat ukur Social
Provisions Scale Cutrona, C. E. Russell, D. 1987 dalam mengukur social support.
2.3 Self-Efficacy
2.3.1 Pengertian self-eficacy
Menurut Bandura dalam Natalie Sachs, 2011 “Self efficacy, is described as a person’s beliefs about their capacity to
exert control over their own functioning and over events that affect their lives “
Self efficacy digambarkan sebagai keyakinan seseorang tentang kapasitas mereka untuk melakukan kontrol atas fungsi mereka sendiri dan atas peristiwa
yang mempengaruhi kehidupan mereka. Self efficacy juga disebut sebagai penguasaan diri oleh Pearlin dan
Schooler dalam Natalie Sachs, 2011 Sedangkan menurut Tafarodi dan Swann dalam Natalie Sachs, 2011
self-efficacy terkait dengan sejumlah aspek konsep diri termasuk pengendalian diri, self menghubungkan diri kemampuan yang dirasakan dan harga diri.
Dari beberapa pengertian di atas peneliti mengambil pengertian self-efficacy dari Bandura yaitu digambarkan sebagai keyakinan seseorang tentang kapasitas
mereka untuk melakukan kontrol atas fungsi mereka sendiri dan atas peristiwa yang mempengaruhi kehidupan mereka.
2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi self-efficacy
Bandura 1995 mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi self-efficacy seseorang, yakni:
a. Penguasaan pengalaman mastery experience Jika orang mengharapkan keberhasilan dengan mudah mereka akan
mengharapkan hasil yang cepat dan mereka mudah juga untuk putus asa. Rasa tangguh pada keberhasilan membutuhkan pengalaman dalam mengatasi
hambatan melalui usaha ketekunan. Beberapa kesulitan dan ketidak berhasilan dalam kehidupan manusia mempunyai tujuan yang berguna dalam mengajar
kesuksesan yang biasanya membutuhkan usaha yang gigih dan terus menerus. Setelah orang menjadi yakin pada diri mereka, mereka memiliki keyakinan
untuk berhasil, dan mereka mempraktekkan keyakinan mereka dalam menghadapi kesulitan dan cepat bangkit dari keterpurukan. Dengan
menghadapi masa-masa sulit, mereka muncul lebih kuat dari kegagalan. b. Pengalaman orang lain vicarious experience
Self-efficacy dapat juga dipengaruhi karena pengalaman orang lain. Individu yang melihat atau mengamati orang lain yang mencapai keberhasilan dapat
menimbulkan persepsi self-efficacy-nya. Dengan melihat keberhasilan orang lain, individu dapat meyakinkan dirinya bahwa ia juga bisa untuk mencapa hal
yang sama dengan orang yang diamati. Ia juga meyakinkan dirinya bahwa jika orang lain bisa melakukannya, ia juga harus dapat melakukannya. Jika
seseorang melihat bahwa orang lain yang memiliki kemampuan yang sama ternyata gagal meskipun ia telah berusaha dengan keras, maka dapat
menurunkan penilaiannya terhadap kemampuan dia sendiri dan juga akan menguarangi usaha yang akan dilakukan menurut Brown dan Inonye dalam
Bandura, 1986. Ada kondisi-kondisi dimana penilaian terhadap self-efficacy dipengaruhi
oleh informasi dari orang lain. Pertama adalah ketidakpastian mengenai kemampuan yang dimiliki individu. Self-efficacy dapat diubah melalui
pengaruh modeling yang relevan ketika seseorang memiliki sedikit pengalaman sebagai dasar penilaian kemampuannya. Kedua adalah penilaian
self-efficacy selalu berdasarkan kriteria dimana kemampuan mengevaluasi oleh Festinger dan Miller dalam Bandura, 1986. Kegiatan yang bisa
memberikan informasi eksternal mengenai tingkat kinerja dijadikan dasar
untuk menilai kemampuan seseorang, tetapi sebagain besar kinerja tidak memberikan informasi yang cukup memenuhi, sehingga penilaian self-efficacy
diukur melalui membandingkannya dengan kinerja dari orang lain Bandura, 1986.
c. Persuasi verbal verbal persuasion Persuasi verbal digunakan untuk memberikan keyakinan kepada seseorang
bahwa ia memiliki suatu kemampuan yang memadai untuk mencapai apa yang diinginkan. Seseorang yang berhasil diyakinkan secara verbal akan
menunjukkan suatu usaha yang lebih keras jika dibandingkan dengan individu yang memiliki keraguan dan hanya memikirkan kekurangan diri ketika
menghadapi suatu kesulitan. Namun, peningkatan keyakinan individu yang tidak realistis mengenai kemampuan diri hanya akan menemui kegagalan. Hal
ini dapat menghilangkan kepercayaan self-efficacy orang yang dipersuasi. d. Keadaan dan reaksi psikologis phychological state
Seseorang menjadikan keadaan fisiologisnya sebagai sumber informasi untuk memberikan penilaian terhadap kemampuan dirinya. Individu merasa gejala-
gejala somatik atau ketegangan yang timbul dalam situasi yang menekan sebagai pertanda bahwa ia tidak dapat untuk menguasai keadaan atau
mengalami kegagalan dan hal ini dapat menurunkan kinerjanya. Dalam kegiatan yang membutuhkan kekuatan dan stamina tubuh, seseorang merasa
bahwa keletihan dan rasa sakit yang dia alami merupakan tanda-tanda kelemahan fisik dan hain ini menurunkan keyakinan akan kemampuan
fisiknya.
2.2.3 Aspek- aspek self-efficacy