34
a. Fungsi Penerangan the information function
Televisi mendapat perhatian yang besar di kalangan masyarakat karena dianggap sebagai media yang mampu menyiarkan informasi yang sangat memuaskan. Hal ini didukung oleh
2dua faktor sebagai berikut : •
Immediacy kesegaran Pengertian ini mencakup langsung dan peristiwa yang disiarkan oleh stasiun televisi
dapay dilihat dan didengar oleh para pemirsa pada saat peristiwa itu berlangsung. •
Realism kenyataan Ini berarti bahwa televisi menyiarkan informasinya secara audio dan visual dengan
perantara mikrofon dan kamera sesuai dengan kenyataan. Dalam melaksanakan fungsinya sebagai sarana penerangan, stasiun televisi selain
menyiarkan informasi dalam bentuk pandangan mata atau berita yang dibacakan penyiar dilengkapi dengan gambar-gambar yang sudah tentu faktual.
b. Fungsi pendidikan the educational function
Sebagai media massa, televisi merupakan sarana yang ampuh untuk menyiarkan acara pendidikan kepada khalayak yang jumlahnya begitu banyak secara simultan dengan makna
pendidikan, yaitu meningkatkan pengetahuan dan penalaran masyarakat. Siaran televisi menyiarkan acara-acara tersebut secara teratur, misalnya pelajaran bahasa, matematika,
ekonomi, politik, dan sebagainya. Selain acara pendidikan yang dilakukan secara berkesinambungan seperti di atas, stasiun televisi juga menyiarkan berbagai acara yang
implicit mengandung pendidikan. Antara lain acara-acaranya adalah kuis keluarga, drama, cerdas tangkas, dan sebagainya.
c. Fungsi hiburan the entertainment function
Sebagai media yang melayani kepentingan masyarakat luas, fungsi hiburan yang melekat pada televise tampaknya lebih dominant dari fungsi lainnya. Sebagian besar dari alokasi
Universitas Sumatera Utara
35 waktu siaran televisi diisi oleh acara-acara hiburan, seperti lagu-lagu, film cerita, olahraga,
dan sebagainya. Fungsi hiburan ini amat penting, karena ia menjadi salah satu kebutuhan manusia untuk mengisi waktu mereka dari aktivitas di luar rumah.
2.3. Teori Kultivasi
Program penelitian teoritis lain yang berhubungan dengan hasil sosiokultural komunikasi massa dilakukan George Gerbner dan teman-temannya. Peneliti ini percaya
bahwa karena televisi adalah pengalaman bersama dari semua orang, dan mempunyai pengaruh memberikan jalan bersama dalam memandang dunia.
Televisi adalah bagian yang menyatu dengan kehidupan sehari-hari kita. Dramanya, iklannya, beritanya, dan acara lain membawa dunia yang relatif koheren dari kesan umum
dan mengirimkan pesan ke setiap rumah. Televisi mengolah dari awal kelahiran predisposisi yang sama dan pilihan yang biasa diperoleh dari sumber primer lainnya. Hambatan sejarah
yang turun temurun yaitu melek huruf dan mobilitas teratasi dengan keberadaan televisi. Televisi telah menjadi sumber umum utama dari sosialisasi dan informasi sehari-hari
kebanyakan dalam bentuk hiburan dari populasi heterogen yang lainnya. Pola berulang dari pesan-pesan dan kesan yang diproduksi massal dari televisi membentuk arus utama dari
lingkungan simbolis umum. Gerbner menamakan proses ini sebagai cultivation kultivasi, karena televisi
dipercaya dapat berperan sebagai agen penghomogen dalam kebudayaan. Teori kultivasi sangat menonjol dalam kajian mengenai dampak media televisi terhadap khalayak. Bagi
Gerbner, dibandingkan media massa yang lain, televisi telah mendapatkan tempat yang sedemikian signifikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga mendominasi “lingkungan
simbolik” kita, dengan cara menggantikan pesannya tentang realitas bagi pengalaman pribadi dan sarana mengetahui dunia lainnya McQuail, 1996 : 254.
Universitas Sumatera Utara
36 Ada beberapa tahap riset yang dilakukan untuk meneliti mengenai agresi sebagai efek
komunikasi massa. Di Amerika Serikat semenjak tahun 1950-an telah ada usaha untuk dilakukan untuk meneliti hubungan antara adegan kekerasan yang ditonton oleh khalayak
dengan perilaku agresi. Riset yang dilakukan ini mayoritas lahir disebabkan oleh karena ada kecemasan akibat semakin meningkatnya proporsi adegan kekerasan dalam televisi. Sebagai
bukti tingginya tayangan kekerasan di televisi diperlihatkan dengan hasil riset analisis isi yang dilakukan George Gerbner di tahun 1978 yang menunjukan 80 sampai dengan 90 persen
adegan yang ada dalam program televisi di Amerika Serikat berisi adegan kekerasan. Menurut Baron dan Byrne terdapat tiga fase riset mengenai kultivasi. Pertama adalah
fase Bobo Doll, kedua adalah fase penelitian laboratorium dan ketiga adalah fase riset lapangan. Fase pertama dirintis oleh Bandura dan kawan-kawannya yang mencoba meneliti
apakah anak-anak yang melihat orang dewas melakukan tindakan agresi juga akan melakukan agresi sebagaimana yang mereka lihat. Seratus anak-anak setingkat taman kanak-
kanak dibagi ke dalam empat kelompok, dengan treatment yang berbeda. Satu kelompok pertama melihat seorang dewasa menyerang boneka balon Bobo Doll sambil berteriak
garang, “Hantam Sikat hidungnya”. Kelompok kedua dari anak-anak tersebut melihat tindakan yang sama dalam film berwarna pada pesawat televisi. Kelompok ketiga juga
melihat adegan film televisi, namun yang tidak menampilkan adegan kekerasan. kelompok terakhir, sama sekali tidak diberi akses menonton adegan kekerasan sama sekali. Setelah
treatment tersebut setiap anak diberikan waktu untuk bermain selama 20 menit sembari diamati melalui kaca yang tembus pandang. Di ruangan bermain disediakan Bobo Doll dan
alat-alat permainan lainnya, dan terbukti kelompok pertama dan kedua melakukan tindakan agresif, sebanayk 80 – 90 persen dari jumlah kelompok tersebut.
Fase kedua penelitian kultivasi yang mencoba mengganti obyek perilaku agresif secara lebih realistis, yaitu bukan lagi boneka plastik melainkan manusia. Adegan kekerasan
Universitas Sumatera Utara
37 diambilkan dari film-film yang dilihat para remaja yaitu film serial televisi The
Untouchtables. Liebert dan Baron, yang melakukan penelitian generasi kedua ini di tahun 1972, membagi para remaja menjadi dua kelompok yaitu kelompok pertama melihat film The
Untouchtables yang berisi beragam adegan kekerasan, dan yang kedua melihat adegan menarik dari televisi tapi tidak dibumbui adegan kekersan sama sekali. Kemudian mereka
diberi kesempatan untuk menekan tombol merah yang dikatakan dapat menyakiti remaja yang berada di ruangan lain. ternyata kelompok pertama lebih banyak dan lebih lama
menekan tombol merah daripada kelompok kedua. Fase ketiga dilakukan Layens dan kawan-kawan di Belgia tahun 1975. Perilaku
agresif diamati pada situasi ilmiah bukan di laboratorium dan dengan jangka waktu yang lama. kegiatan obyek yang diteliti juga tidak diganggu sama sekali. Mereka dibagi kedalam
dua kelompok, di mana kelompok pertama menonton lima film berisi adegan kekerasan selama seminggu dan kelompok kedua menonton lima film tanpa adegan kekerasan. Selama
seminggu itu pula perilaku mereka diamati secara intens, dan ternyata kelompok pertama lebih sering melakukan adegan kekerasan http:komunikasimassa-umy.blogspot.com.
Ringkasnya, Gerbner meringkaskan teori Kultivasi dalam enam preposisi sebagai berikut Winarso, 2005:100 :
• Televisi merupakan suatu media yang unik yang memerlukan pendekatan khusus
untuk diteliti. •
Pesan-pesan televisi membentuk sebuah sistem yang koheren, mainstream dari budaya kita.
• Sistem-sistem isi pesan tersebut memberikan tanda-tanda untuk kultivasi.
• Analisis kultivasi memfokuskan pada sumbangan televisi terhadap waktu untuk
berfikir dan bertindak dari golongan-golongan sosial yang besar dan heterogen. •
Teknologi baru memperluas daripada mengelakkan jangkauan pesan televisi.
Universitas Sumatera Utara
38 •
Analisis kultivasi memfokuskan pada penstabilan dan penyamaan akibat-akibat.
2.4. Model AIDDA