petanda dan tanda, namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya. Atau dengan kata lain, mitos
adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran kedua. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda.
Dalam kririk kebudayaan dan satranya, Barthes menggunakan konsep semiotik konotatif untuk mengungkapkan makna yang tersembunyi dalam teks.
Dalam Mythologies-nya 1957 : 131, dia mendefinisikan sistem-sistem makna sekunder semacam ini sebagai mitos, kemudian Barthes mendeskripsikan bidang
konotasi ini sebagai ideologi. Media massa menciptakan mitologi-mitologi atau ideologi-ideologi sebagai sistem-sistem konotatif sekunder dengan berupaya
memberikan landasan kepada pesan-pesan mereka dengan alam, yang dianggap sebagai denotatif primer. Pada tataran denotatif, mereka mengekspresikan makna
“alami” primer. Pada tataran konotatif, media massa mengungkapkan makna ideologis sekunder.
Gagasan lapisan denotasi primer yang secara ideologis tidak berdosa ini kemudian ditinggalkan. Dalam SZ, Barthes mendefinisikan denotasi kembali
sebagai hasil akhir proses konotatif, efek penutupan semiotik Noth, 2006 : 316.
2. 1. 8. Pendekatan Semiotik Dalam Film
Menurut John Fiske, dalam bukunya Cultural And Communication Studies, disebutkan bahwa terdapat dua perspektif dalam mempelajari ilmu
komunikasi. Perspektif pertama melihat komunikasi sebagai transmisi pesan. Sedangkan perspektif kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran
makna. Bagi perspektif yang kedua, studi komunikasi adalah studi tentang teks dan kebudayaan. Metode studinya yang utama adalah semiotika ilmu tentang
tanda dan makna Fiske, 2006 : 9. Perspektif produksi dan pertukaran makna memfokuskan bahasanya pada
bagaimana sebuah pesan ataupun teks berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya untuk dapat menghasilkan sebuah makna. Hal ini berhubungan
dengan peranan teks tersebut dalam budaya kita. Perspektif ini seringkali menimbulkan kegagalan berkomunikasi karena pemahaman yang berbeda antara
pengirim pesan dan penerima pesan. Meskipun demikian, yang ingin dicapai adalah signifikasinya dan bukan kejelasan sebuah pesan disampaikan. Untuk
itulah pendekatan yang berasal dari perspektif tentang teks dan budaya ini dinamakan pendekatan semiotik.
Definisi semiotik yang umum adalah studi mengenai tanda-tanda Chandler, 2002 : www.aber.ac.uk studi ini tidak hanya mengarah pada ‘tanda’
dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga tujuan dibuatnya tanda-tanda tersebut. Bentuk-bentuk tanda disini antara lain berupa kata-kata, images, suara, gesture,
dan objek. Bila kita mempelajari tanda tidak biasa memisahkan tanda yang satu dengan tanda yang lain membentuk suatu sistem, dan kemudian disebut sistem
tanda. Lebih sederhananya semiotik mempelajari bagaimana sistem tanda membentuk sebuah makna. Menurut John Fiske dan John Hartlye, konsentrasi
semiotik adalah pada hubungan yang timbul antara sebuah tanda dan makna yang dikandungnya. Juga bagaimana tanda-tanda tesebut dikomunkasikan dalam kode-
kode Chandler, 2002 : www.aber.ac.uk.
Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis struktural atau semiotika. Seperti dikemukakan Van Zoest, 1993 : 109, dalam Sobur, 2004 :
128, film dibangun dengan tanda semata-mata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang
diharapkan. Berbeda dengan fotografi statis, rangkaian gambar dalam film menciptakan imaji dan sistem penandaaan. Karena itu, menurut Van Zoest,
bersamaan dengan tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu Van Zoest, 1993 : 109, dalam Sobur, 2004 : 128. Memang, ciri gambar-
gambar film adalah persamaannya dengan realitas yang ditunjuknya. Gambar- gambar yang dinamis dalam film merupakan ikonis bagi realitas yang
dinotasikannya. Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk
berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang diharapkan. Yang penting dalam film adalah gambar dan suara : kata yang
diucapkan ditambah dengan suara-suara lain yang serentak mengiringi gambar dan musik film. Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam film adalah
digunakannya tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu Sobur, 2004 : 128.
Menurut Fiske dalam bukunya berjudul Television Cultural, analisis semiotik pada sinema atau film layar lebar wide screen disetarakan dengan
analisis film yang ditayangkan di televisi. Fiske mengkategorikan sign pada film ke dalam tiga kategori, yakni kode-kode sosial social codes, kode-kode teknis
technical codes, dan kode-kode representasi representational codes. Kode-
kode tersebut bekerja dalam sebuah struktur hierarki yang kompleks Fiske, 1990 : 40, dalam Mawardhani, 2006 : 39. Analisis yang dilakukan pada video klip
”Janji Janji” ini dapat terbagi menjadi beberapa level, yaitu : 1.
Level Realitas reality Pada level ini, realitas dapat berupa penampilan, pakaian dan make-up yang
digunakan pemain, lingkungan, perilaku, ucapan, gesture, ekspresi, suara dan sebagainya yang dipahami sebagai kode budaya yang ditangkap secara
elektronik melalui kode-kode teknis Fiske, 1990 : 40. 2.
Level Representasi representation Level representasi meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, musik dan
suara, yang ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang bersifat konvensional. Bentuk-bentuk representasi dapat berupa cerita, konflik,
karakter, action, dialog, setting, casting dan sebagainya. Level representasi meliputi :
a. Teknik Kamera
Ada tiga jenis shot gambar yang paling dasar yaitu meliputi : 1.
Long Shot LS, yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah manusia maka dapat diukur antara lutut kaki hingga sedikit ruang
di atas kepala. Dari jenis shot ini dapat dikembangkan lagi yaitu Extreme Long Shot ELS, mulai dari sedikit ruang dibawah kaki
hingga ruang tertentu di atas kepala. Pengambilan gambar long shot ini menggambarkan dan memberikan informasi kepada
penonton mengenai penampilan tokoh termasuk pada body
language, ekspresi tubuh, gerak cara berjalan dan sebagainya dari ujung rambut sampai kaki yang kemudian mengarah pada karakter
serta situasi dan kondisi yang sedang terjadi pada adegan tersebut. 2.
Medium Shot MS, yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah manusia, maka dapat diukur sebatas dada hingga sedikit ruang di
atas kepala. Dari medium shot dapat dikembangkan lagi, yaitu Wide Medium Shot WMS, gambar medium shot tetapi agak
melebar kesamping kanan kiri. Pengambilan gambar medium shot menggambarkan dan memberikan informasi kepada penonton
tentang ekspresi dan karakter, secara lebih dekat lagi dibandingkan long shot.
3. Close-Up CU, yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah
manusia, maka dapat diukur dari bahu hingga sedikit ruang di atas kepala. Pengambilan gambar close up menggambarkan dan
memberikan informasi kepada penonton tentang penguatan ekspresi dan dialog penting untuk lebih diperhatikan penonton.
4. Ekstrem Close-Up, menggambarkan secara detail ekspresi pemain
dari suatu peristiwa lebih detail pada ekspresi tubuh, contohnya mata, bibir, tangan dan sebagainya.
b. Pencahayaan
Cahaya menjadi salah satu unsur media visual, karena cahayalah informasi bisa dilihat. Cahaya ini pada mulanya hanya merupakan unsur teknis yang
membuat benda bisa dilihat. Maka penyajian film juga, pada mulanya
disebut sebagai “painting withlight”, melukis dengan cahaya. Namun dalam perkembangannya bertutur dengan gambar, ternyata fungsinya
berkembang semakin banyak. Yakni mampu menjadi informasi waktu, menunjang mood atau atmosfer set dan bisa menunjang dramatik adegan
Biran, 2006 : 43. c.
Penata Suara Dalam penelitian ini, peneliti hanya akan membahas lebih lanjut
penggunaan voice over yang sering dimunculkan di beberapa scene video klip “Janji Janji”. Voice Over VO adalah suara-suara diluar kamera,
dapat berupa narasi atau penuturan seorang tokoh Effendy, 2002 : 155. Voice Over sering digunakan sebagai penjelasan suatu cerita yang berasal
dari sudut pandang orang pertama. d.
Teknik Editing e.
Penataan Musik Namun dalam penelitian ini peneliti tidak akan membahas lebih lanjut
pada teknik editing dan penataan musik yang ada dalam level representasi, karena keduanya dianggap tidak memiliki kaitan langsung terhadap
pembahasan representasi laki-laki dalam video klip “Janji Janji”. 3.
Level Ideologi ideology Level ideologi diorganisasikan ke dalam kesatuan coherens dan penerimaan
sosial social acceptability seperti individualism, kelas patriarki, gender, ras, materialism, capitlism dan sebagainya.
2. 2. Kerangka Berpikir