Tanggung Jawab Kantor Jasa Penilai Publik

10. Praktek – praktek yang Tidak Etis

32 a. Tidak etis jika, jasa penilai mengaitkan perhitungan upah jasanya dengan : 1 Hasil suatu perselisihan mengenai obyek yang dinilai. 2 Jumlah penurunan pajak dalam hal penentuan pajak adalah berdasarkan laporan penelitian. 3 Hasil penjualan barang tertentu yang dinilainya. 4 Pada umumnya, semua usaha untuk menentukan upah jasanya yang berbeda berdasarkan jumlah yang diperlukan dalam pekerjaan penilaian adalah tidak etis. b. Tidak etis bagi jasa penilai menerima pekerjaan penilaian terhadap obyek-obyek tertentu, baik obyek-obyek tertentu dimana dia mempunyai kepentingan baik saat ini ataupun kepentingan di kemudian hari. Penilaian terhadap obyek yang juga merupakan kepentingan dari perusahaan penilai hanya bisa dilakukan apabila kepentingan ini atau kemungkinan memperoleh kepentingan dari obyek ini sebelumnya dinyatakan dengan jelas kepada pihak pengguna jasa, dan pengguna jasa tetap memberikan penugasan kepadanya untuk melakukan pekerjaan penilaian. 32 Nur Dewi Alfiyanah, “Tesis Pelaksanaan Tanggungjawab Hukum Perusahaan Jasa Penilai dalam Kegiatan Penilaian di Propinsi Jawa Tengah”, Semarang: Universitas Diponegoro, Semarang, 2008, h.51

C. Pembiayaan

Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit. 33 Pembiayaan secara luas berarti financing atau perbelanjaan, yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan baik dilakukan sendiri maupun dijalankan oleh orang lain. Dalam kata sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti bank syariah kepada nasabah. 34 Menurut M. Syafi’I Antonio, menjelaskan bahwa pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit. 35 Prinsip pembiayaan pada bank syariah itu ada dua yaitu bagi hasil mudharabah dan jual beli murabahah. Secara umum, prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu mudharabah, musyarakah, muzara’ah, dan musaqah. Sungguhpun demikian, prinsip yang paling banyak dipakai adalah mudharabah dan musyarakah. Adapun bentuk akad dari prinsip jual beli, yaitu murabahah, ba’I as-salam, dan ba’I al-istishna. 36 33 Yurista Pradana, Analisis Pembiayaan Mudharabah dan Murabahah studi kasus; BTN Syariah Cabang Gubeng Surabaya, Surabaya: Jurnal Universitas Negeri, 2013, h.9. 34 Erikson Damanik, Pengertian-pengertian dan info Kumpulan pengertian-pengertian menurut para ahli, 10 Desember 2015, artikel diakses pada 03 Agustus 2016 dari http:pengertian-pengertian-info.blogspot.co.id. 35 Ibid. 36 Muhammad Syafi’I Antoni, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, Jakarta:Buku Andalan. 2001, h.90-101 Menurut Antonio 37 , pembiayaan dapat dibagi menjadi dua berdasar sifat penggunaannya, yaitu: 1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi. 2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Menurut Antonio, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua hal berikut: 1. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan: a. peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi; b. untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. 2. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal capital goods serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu. 37 Muhammad Syafi’I Antoni, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, Jakarta:Buku Andalan. 2001, h.160.