Analisis Model Pertumbuhan Ekonomi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi,

Tenaga Kerja, dan Kemiskinan di Provinsi Jawa Barat Hasil estimasi model ekonometrika yang terdiri dari tiga persamaan struktural secara umum menunjukkan hasil yang baik. Parameter estimasi sebagian besar telah sesuai dengan teori walaupun ada beberapa yang berbeda dengan dugaan awal penelitian. Evaluasi hasil secara statistika juga menunjukkan hasil yang baik, yaitu nilai R-Square lebih dari 0,50 sehingga model telah mampu menjelaskan keragaman masalah dengan baik. Nilai DW berkisar antara 1,43-2,57 sehingga tidak terdapat masalah autokorelasi. Secara garis besar variabel-variabel penjelas yang dimasukkan ke dalam persamaan signifikan pada taraf nyata α10 persen dan mampu menjelaskan variabel tak bebasnya.

5.1.1. Analisis Model Pertumbuhan Ekonomi

Hasil estimasi model persamaan simultan terhadap pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa model yang dibangun signifikan pada taraf nyata 10 persen dan mampu menjelaskan permasalahan dengan sangat baik. Hal ini terlihat dari nilai R-squared-nya yaitu sebesar 0,948 yang berarti bahwa model telah mampu menjelaskan keragaman masalah sebesar 94,8 persen dan sisanya dijelaskan oleh variabel-variabel di luar model Tabel 5.1. Tabel 5.1. Hasil Pendugaan Parameter Model Terhadap PDRB Jawa Barat Tahun 1993-2009 Variabel Koefisien Prob Intercept 1,430309 0,0764 LOG PADPendapatan Asli Daerah 0,470523 0,0298 LOG DAFER Dana Transfer 0,130422 0,0137 LOG INV Investasi 0,268646 0,0640 LOG XM Ekspor dan Impor 0,319150 0,0740 LOH POP Populasi -1,91563 0,1550 LOG Tenaga Kerja L 0,290510 0,0688 D1 Dummy Desentralisasi 0,083664 0,0955 D2 Dummy Krisis Ekonomi -0,529118 0,0392 R-Square Adj R-Square F-Value Prob Durbin Watson 0,94874 0,89748 18,51 0,0006 1,9636734 Berdasarkan hasil estimasi terhadap model pertumbuhan ekonomi terlihat bahwa variabel modal pemerintah yang terdiri dari PAD dan Dana Transfer terbukti signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Hal ini karena PAD dan Dana Perimbangan merupakan sumber utama pendapatan daerah. Semakin besar pendapatan daerah maka pemerintah dapat menggunakan dana tersebut untuk membiayai kegiatan pembangunan dan menyediakan fasilitas publik untuk masyarakatnya. Variabel PAD memiliki nilai elastisitas sebesar 0,47 yang berarti bahwa setiap kenaikan 1 persen pada PAD akan meningkatkan PDRB sebesar 0,47 persen, ceteris paribus. Dana perimbangan yang juga merupakan pembentuk modal pemerintah signifikan meningkatkan PDRB Jawa Barat dengan nilai elastisitas sebesar 0,13. Hal ini berarti bahwa apabila terjadi kenaikan dana perimbangan sebesar 1 persen maka akan meningkatkan PDRB sebesar 0,13 persen. Variabel investasi swasta signifikan dan berpengaruh positif terhadap PDRB Jawa Barat dengan nilai elastisitas 0,27. Hal ini bermakna bahwa setiap kenaikan investasi sebesar 1 persen maka akan menyebabkan PDRB naik 0,27 persen. Fakta ini sesuai dengan teori ekonomi Keynes yang menyebutkan bahwa invetasi meningkatkan output total agregat expenditure. Dari hasil estimasi variabel keterbukaan daerah yang diwakili dengan ekspor dan impor signifikan memengaruhi PDRB Jawa Barat. Dari hasil estimasi diperoleh bahwa setiap terjadi peningkatan ekspor dan impor sebesar 1 persen maka akan mampu meningkatkan output PDRB sebesar 0,31 persen, ceteris paribus. Berdasarkan hasil pendugaan diketahui variabel tenaga kerja L meningkatkan PDRB Jawa Barat dengan nilai koefisien 0,2 yang berarti bahwa setiap kenaikan tenaga kerja 1 persen akan mampu meningkatkan PDRB sebesar 0,2 persen. Hal ini karena tenaga kerja merupakan sumberdaya manusia yang melakukan kegiatan ekonomi. Sehingga semakin banyak manusia yang diberdayakan maka akan mempercepat roda perekonomian. Namun, peningkatan kuantitas dari tenaga kerja juga harus diikuti oleh kualitas yang baik pula. Peubah dummy desentralisasi fiskal signifikan terhadap PDRB Jawa Barat pada taraf nyata 10 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa penerapan kebijakan desentralisasi fiskal di Jawa Barat sejak tahun 2001 mampu meningkatkan PDRB. Nilai koefisien dummy desentralisasi fiskal paling rendah diantara variabel yang diamati. Dalam Media Otonomi 2009, sebagian ekonom mensinyalir bahwa kecilnya pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi disebabkan karena moment pelaksanaan desentralisasi fiskal yang bersamaan dengan masa pemulihan ekonomi pasca krisis ekonomi tahun 1998. Karena pada permulaan desentralisasi fiskal perekonomian Indonesia baru pada tahap recovery sehingga imbas dari krisis masih terasa ketika diterapkannya otonomi daerah. Selain itu, sebagian lain mengatakan bahwa di era desentralisasi, banyak daerah yang kurang siap baik SDM dan kapabilitas pemerintahnya dalam pengelolaan keuangan dan pembangunan. Hal ini terlihat dari opini Badan Pemeriksa Keuangan BPK atas laporan keuangan daerah sejak 2004 hingga 2007 yang menunjukkan temuan yang mengecewakan. Dalam penelitian Suparno 2010, pengaruh dari desentralisasi fiskal juga dipengaruhi faktor lain seperti kinerja dari aparat pemerintah dan tidak efisiennya pengelolaan keuangan serta alokasi dana sebagai imbas dari besarnya dana transfer yang berlebihan. Sementara itu, peubah dummy krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 dan pertengahan tahun 2007 signifikan pada taraf nyata 10 dan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat.

5.1.2. Analisis Model Tenaga Kerja

Dokumen yang terkait

Dampak desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketahanan pangan di wilayah Provinsi Jawa Barat

1 26 281

Dampak kebijakan fiskal terhadap perubahan struktur output dan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat

1 47 459

Dampak desentralisasi fiskal terhadap distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan

0 9 436

Dampak desentralisasi fiskal terhadap kinerja keuangan daerah dan kemiskinan di Kabupaten Kota Provinsi Jawa Barat

4 23 106

Dampak desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketahanan pangan di wilayah Provinsi Jawa Barat

0 16 563

Dampak desentralisasi fiskal terhadap distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan

3 27 226

PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL, PENGELUARAN PEMERINTAH, DAN PDRB TERHADAP KEMISKINAN PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL, PENGELUARAN PEMERINTAH, DAN PDRB TERHADAP KEMISKINAN Studi Kasus Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2002-2013.

0 3 12

ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEMISKINAN, TENAGA KERJA DANDESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI Analisis Pengaruh Tingkat Kemiskinan, Tenaga Kerja Dan Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Eks-Karesidenan Surakarta Tahun 2006-2

0 2 13

ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEMISKINAN, TENAGA KERJADAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN Analisis Pengaruh Tingkat Kemiskinan, Tenaga Kerja Dan Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Eks-Karesidenan Surakarta Tahun 2006-2010.

0 2 16

Analisis Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Tingkat Kemiskinan di Sumatera Barat.

0 0 6