Gambaran Tingkat Keterbukaan Daerah Kondisi Ketenagakerjaan dan Upah di Jawa Barat

Penurunan investasi yang terjadi pada tahun 1998 terjadi pada sektor utama, yaitu pertanian, industri perumahan, dan jasa terutama sektor industri dan jasa yang telah mengalami kemerosotan sejak awal krisis pada tahun 1997. Dampak krisis ekonomi masih dirasakan hingga tahun 1999, pertumbuhan investasi Jawa Barat negatif 24,5 persen. Sejak tahun 2000, Jawa Barat mulai pulih dari keterpurukannya terbukti dengan meningkatnya pertumbuhan investasi menjadi 61,77 persen. Pada periode tiga tahun terakhir penelitian, investasi Jawa Barat cenderung menurun. Perubahan ini terjadi sebagai akibat adanya gejolak politik karena mendekati Pemilu sehingga berpengaruh terhadap penanaman modal investasi di Jawa Barat. Pada tahun 2009, investasi hanya naik pada angka 2,06 persen.

4.3. Gambaran Tingkat Keterbukaan Daerah

Dalam teori export base dikemukakan pentingnya peranan sektor ekspor. Ide dasar dari teori export base ini tidak hanya mencakup besarnya volume eksport dari suatu daerah tetapi juga diperhitungkan besarnya volume impor ke daerah tersebut. Dalam hal ini, kegiatan ekspor memperlihatkan kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan suatu produk yang diekspor, sedangkan impor memperlihatkan teknologi baru dari suatu daerahnegara lain yang akan mengefisienkan proses produksi. Tabel 4.5. menunjukkan perkembangan nilai ekspor dan impor Provinsi Jawa Barat sejak tahun 2004 hingga 2009. Pada tahun 2004 nilai ekspor adalah sebesar Rp.114 ,87 triliun dan impor sebesar Rp.90,75 triliun. Tahun 2005 nilai ekspor meningkat menjadi Rp.147,4 triliun dan nilai impor Rp.130,65 triliun. Nilai ekspor dan impor pengalami penurunan pada tahun 2008 yang disebabkan oleh krisis ekonomi global yang terjadi pada pertengahan tahun 2007. Tabel 4.5. Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Provinsi Jawa Barat Tahun 2004-2009 Miliar Rupiah Tahun Ekspor Impor 2004 114.872,22 90.755,48 2005 147.397,62 130.655,66 2006 139.910,51 116.659,76 2007 134.666,19 108.100,17 2008 119.357,67 96.365,58 2009 127.552,01 92.221,79 Sumber: Jawa Barat Dalam Angka Tahun 2004-2009

4.4. Kondisi Ketenagakerjaan dan Upah di Jawa Barat

Proporsi penduduk bekerja menurut lapangan pekerjaan merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk melihat potensi sektor perekonomian dalam menyerap tenaga kerja. Indikator tersebut juga digunakan sebagai salah satu ukuran untuk menunjukkan struktur perekonomian suatu wilayah. Dari 5 lapangan usaha terbesar di Jawa Barat terdapat 4 sektor lapangan usaha yang kini menjadi sektor usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Kontribusi dari keempat sektor ini masing-masing adalah sektor pertanian 25,03, sektor industri 18,60, sektor perdagangan 25,01, dan sektor jasa 15,53. Sedangkan sisanya sebesar 15,82 penduduk bekerja terserap di berbagai lapangan usaha seperti pertambangan, listrik, gas, air, transportasi, akomodasi, keuangan, dan lapangan usaha lainnya. Kondisi ini menunjukkan adanya transisi pergeseran sektor yang banyak menyerap tenaga kerja Jawa Barat dari sektor pertanian ke sektor industri, perdagangan, dan jasa. Pertumbuhan penduduk usia kerja di Jawa Barat terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dari total penduduk usia kerja di Jawa Barat pada tahun 2009, sebanyak 28.270.131 orang penduduk berada pada rentang 15- 64 tahun, dan kurang dari 2 juta orang 6,34 penduduk berada pada rentang usia non-produktif. Tabel 4.6. Tabel 4.6. Tabel Penduduk Usia Kerja PUK Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Jawa Barat Tahun 2009 Kelompok Umur Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan 15-19 2.137.279 2.099.030 4.236.309 20-24 1.592.903 1.648.816 3.241.719 25-29 1.871.189 1.961.028 3.832.217 30-34 1.819.052 1.879.633 3.698.685 35-39 1.624.295 1.695.085 3.319.380 40-44 1.554.835 1.424.557 2.979.392 45-49 1.252.299 1.176.029 2.428.328 50-54 1.037.000 937.004 1.974.004 55-59 769.842 702.876 1.472.718 60-64 577.000 510.379 1.087.379 65-69 383.101 380.968 764.069 70-74 285.880 306.708 592.588 75+ 259.414 295.987 555.401 Jumlah 15.164.089 15.018.100 30.182.189 Sumber : Jawa Barat Dalam Angka tahun 2009 Pada Tabel 4.7 dapat dilihat perkembangan jumlah tenaga kerja di Jawa Barat sejak tahun 2001 dimana awal dari kebijakan desentralisasi fiskal hingga tahun 2009. Pada tahun 2002 jumlah tenaga kerja justru berkurang 81.681 jiwa. Hal ini mengindikasikan bahwa dampak dari krisis ekonomi tahun 1997 masih terasa. Pada tahun 2004 keadaan mulai membaik ditandai dengan meningkatnya jumlah tenaga kerja menjadi 14,61 juta jiwa. Tahun 2005 jumlah tenaga kerja kembali meningkat namun hanya sebesar 10,34 ribu jiwa dari tahun sebelumnya. Kenaikan jumlah tenaga kerja yang cukup besar terjadi pada tahun 2009 yaitu meningkat sebesar 1,9 juta jiwa dari tahun sebelumnya. Jumlah tenaga kerja di provinsi Jawa Barat memang mengalami kenaikan setiap tahunnya namun belum mampu mengurangi jumlah pengangguran. Kondisi pengangguran terbuka ini merefleksikan bahwa peningkatan kesempatan kerja di Jawa Barat belum sebanding dengan angkatan kerja sehingga masih banyak orang yang tidak mempunyai pekerjaan. Pengangguran terbuka dapat pula wujud dari kegiatan ekonomi yang menurun dan kemajuan teknologi yang mengurangi penggunaan tenaga kerja. Tabel 4.7. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Provinsi Jawa Barat Tahun 2001-2009 Orang Tahun Tenaga kerja yang bekerja Perubahan 1993 13.876.496 - 1994 14.327.990 3,15 1995 15.420.259 7,08 1996 15.000.519 -2,80 1997 15.190.843 1,25 1998 15.623.836 2,77 1999 16.181.026 3,44 2000 17.048.013 5,09 2001 14.499.420 -17,58 2002 14.417.739 -0,57 2004 14.618.934 1,87 2005 14.629.276 0,07 2006 14.997.578 2,46 2007 15.853.822 5,40 2008 16.824.106 5,77 2009 18.785.641 10,44 Sumber: Jawa Barat Dalam Angka tahun 1993-2009 Perkembangan jumlah pengangguran terbuka di Jawa Barat sejak tahun 1993 hingga 2009 dapat dilihat pada Tabel 4.8. Memasuki era 90-an banyak sekali transmigran yang melakukan transmigrasi ke Pulau Jawa karena Pulau Jawa dianggap kondusif untuk membuka peluang bisnis. Banyaknya para transmigran di Pulau Jawa khususnya Jawa Barat juga ikut penyumbang angka pengangguran. Pada tahun 1998 terjadi ledakan pengangguran yaitu sekitar 44,44 persen akibat krisis ekonomi. Banyak pekerja yang terkena PHK akibat perusahaan tidak mampu mempertahannya usahanya. Setelah itu merupakan masa recovery dimana perusahaan mulai memperbaiki kondisi usahanya sehingga pengangguran menurun. Tabel 4.8. Pengangguran Terbuka di Jawa Barat Tahun 1993-2009 Tahun Jumlah Pengangguran Perubahan Pengangguran 1993 561.564 27,27 1994 911.059 27,26 1995 1.219.844 -28,44 1996 1.078.289 4,88 1997 1.042.756 63,50 1998 1.302.133 60,14 1999 1.764.384 -8,39 2000 1.684.394 -13,90 2001 1.933.784 -5,60 2002 2.191.531 25,96 2003 2.047.851 16,58 2004 2.319.715 3,65 2005 2.527.807 -0,06 2006 2.561.525 26,32 2007 2.386.214 -6,83 2008 2.311.592 -5,14 2009 2.262.889 -0,03 Sumber : Data Sosial Ekonomi Jawa Barat tahun 1993-2009 Pemerintah dalam upayanya meningkatkan kesejahteraan rakyat menetapkan batasan upah minimum bagi para pekerja. Kondisi Upah Minimum Provinsi Jawa Barat UMP meningkat setiap tahunnya seperti yang terlihat pada Gambar 4.1. Kenaikan pada UMP dimaksudkan agar kualitas hidup dari para pekerja meningkat sekaligus melindungi mereka dari tekanan perusahaan. Pada tahun 1993 upah riil Provinsi Jawa Barat adalah sekitar Rp.102 ribu dan terus meningkat hingga Rp.587 ribu pada tahun 2009. Sumber : Data Sosial Ekonomi Jawa Barat tahun 1993-2009 Gambar 4.1. Perkembangan Upah Minimum Provinsi Jawa Barat Tahun 1993-2009 4.5. Kondisi Pendidikan di Jawa Barat Pendidikan merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam pembangunan. Dengan pendidikan maka akan tercipta sumberdaya-sumberdaya manusia yang bermutu yang akan menjadi lokomotif dalam proses pembangunan suatu daerah. Oleh karena itu, pendidikan menjadi salah satu konsen utama bagi - 100.000 200.000 300.000 400.000 500.000 600.000 700.000 Upah Minimum Provinsi Upah pemerintah. Hal ini terlihat dari kebijakan-kebijakan di bidang pendidikan yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, diantaranya dengan program wajib belajar 9 tahun dan meningkatnya anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari total APBN. Tabel 4.9 memperlihatkan kondisi pendidikan masyarakat Jawa Barat tahun 1997 hingga 2008. Pendidikan di Jawa Barat masih di dominasi oleh lulusan Sekolah Dasar dengan rata-rata persentase di atas 30 persen setiap tahunnya. Persentase penduduk dengan pendidikan di atas SMA masih terbilang rendah yaitu rata-rata berada di bawah 20 persen. Keadaan ini mengindikasikan bahwa sumber daya manusia yang berpendidikan harus ditingkatkan. Tabel 4.9. Persentase Penduduk 10 Tahun ke atas Menurut Jenjang Pendidikan yang Ditamatkan Tahun Tidak Belum Pernah Tidak Tamat SD SD SMP SMA Perguruan Tinggi 1997 7,00 25,94 39,05 13,01 12,29 2,71 1998 6,98 26,04 37,91 12,86 13,07 3,14 1999 6,99 25,30 36,56 13,93 14,11 3,11 2000 6,52 23,96 37,01 14,51 14,96 3,04 2001 6,71 23,74 39,88 13,44 13,18 3,04 2002 5,92 22,21 38,96 14,62 14,58 3,72 2003 5,61 21,55 39,70 15,24 14,60 3,31 2004 5,05 21,58 37,86 16,84 15,45 3,22 2005 5,05 21,42 37,65 15,92 15,78 4,19 2006 4,82 20,38 36,58 17,03 16,78 4,41 2007 5,35 19,82 36,69 16,56 16,48 5,09 2008 6,92 15,48 29,55 17,99 27,80 8,28 Sumber: Jawa Barat Dalam Angka tahun 1993-2008 Pada tahun 1997 jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas dengan jenjang pendidikan SD sebesar 39,05 persen, SMP 13,01 persen, SMA 12,29 persen, dan Perguruan Tinggi sebesar 2,71 persen. Persentase penduduk yang hanya menamatkan sekolah sampai tingkat SD menurun dari tahun ke tahun. Sebaliknya, persentase jumlah penduduk dengan jenjang pendidikan SMA ke atas semakin meningkat. Pada tahun 2008, persentase penduduk dengan jenjang pendidikan SD turun menjadi 29,55 persen, sedangkan persentase penduduk dengan pendidikan SMA dan Perguruan Tinggi meningkat masing-masing sebesar 27,80 persen dan 8,28 persen. Hal ini sejalan dengan program pemerintah dalam mencerdaskan bangsa yaitu pendidikan wajib 9 tahun. Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan masyarakat diharapkan mampu menciptakan SDM yang berkualitas sehingga dapat diberdayakan untuk membangun negeri

4.6. Kondisi Kemiskinan di Jawa Barat

Dokumen yang terkait

Dampak desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketahanan pangan di wilayah Provinsi Jawa Barat

1 26 281

Dampak kebijakan fiskal terhadap perubahan struktur output dan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat

1 47 459

Dampak desentralisasi fiskal terhadap distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan

0 9 436

Dampak desentralisasi fiskal terhadap kinerja keuangan daerah dan kemiskinan di Kabupaten Kota Provinsi Jawa Barat

4 23 106

Dampak desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketahanan pangan di wilayah Provinsi Jawa Barat

0 16 563

Dampak desentralisasi fiskal terhadap distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan

3 27 226

PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL, PENGELUARAN PEMERINTAH, DAN PDRB TERHADAP KEMISKINAN PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL, PENGELUARAN PEMERINTAH, DAN PDRB TERHADAP KEMISKINAN Studi Kasus Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2002-2013.

0 3 12

ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEMISKINAN, TENAGA KERJA DANDESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI Analisis Pengaruh Tingkat Kemiskinan, Tenaga Kerja Dan Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Eks-Karesidenan Surakarta Tahun 2006-2

0 2 13

ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEMISKINAN, TENAGA KERJADAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN Analisis Pengaruh Tingkat Kemiskinan, Tenaga Kerja Dan Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Eks-Karesidenan Surakarta Tahun 2006-2010.

0 2 16

Analisis Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Tingkat Kemiskinan di Sumatera Barat.

0 0 6