tahun 1997 belanja tidak langsung sebesar Rp.987,39 miliar atau 68,51 persen dan meningkat menjadi Rp.1.532,71 miliar atau 68,72 persen dari keseluruhan belanja
pemerintah tahun 1998. Tahun 1999 proporsi anggaran belanja tidak langsung naik menjadi 71,06 persen dan 74,84 persen pada tahun berikutnya. Sedangkan
pada tahun 2006 proporsi belanja tidak langsung sebesar 69,45 persen dan meningkat pada tahun 2008 menjadi 71,29 persen. Dalam APDB 2009 Provinsi
Jawa Barat untuk anggaran belanja tidak langsung sebesar Rp.5.388,57 miliar atau 65,20 persen.
Tabel 4.3. Realisasi Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 1997-2009
Tahun Belanja Tidak
Langsung Miliar
Belanja Langsung
Miliar Total
Belanja Miliar
Proporsi Belanja Tidak Langsung
1997 987,39
453,86 1.441,25
68,51 1998
1.532,71 697,50
2.230,21 68,72
1999 2.312,41
944,23 3.256,64
71,06 2000
3.091,97 1.039,47
4.131,44 74,84
2006 3.374,40
1.484,37 4.858,77
69,45 2007
3.661,38 1.610,68
5.272,06 69,44
2008 4.313,02
1.736,99 6.050,01
71,29 2009
5.388,57 2.876,10
8.264,67 65,20
Sebelum desentralisasi
Setelah desentralisasi
1.981,12 4.184,34
783,76 1.927,03
2.764,88 6.111,37
70,78 68,84
Sumber : Kajian Regional Provinsi Jawa Barat tahun 1997-2009
4.2. Perkembangan Investasi di Jawa Barat
Investasi dapat pula disebut sebagai akumulasi modal capital accumulation atau pembentukan modal capital formation yang bersumber dari
dalam negeri dan asing. Provinsi Jawa Barat dengan segala potensi sumber daya
yang dimiliki mampu menarik investor baik dalam maupun luar negeri untuk menanamkan modalnya di Jawa Barat.
Pada awal tahun 90-an terjadi kenaikan investasi yang cukup signifikan Tabel 4.4. Hal itu disebabkan perekonomian mulai meningkat dengan berdirinya
industri-industri pengolahan. Pada akhir tahun 1997 terjadi goncangan ekonomi yang menyebabkan para investor beramai-ramai menarik dana dari Indonesia.
Bahkan pemilik modal dalam negeri pun ikut mengalihkan modalnya ke luar negeri. Hilangnya kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya ke dalam
negeri membuat investasi di Jawa Barat semakin menurun sejak tahun 1998. Tabel 4.4.
Realisasi Investasi PMA dan PMDN di Jawa Barat Periode Tahun 1993-2009 Juta Rupiah
Tahun PMA
PMDN Perubahan
PMA dan PMDN 1993
8.245,31 3.986,02
168,33 1994
2.593,08 3.605,85
29,81 1995
2.943,49 2.713,96
-9,11 1996
2.811,92 3.093,91
6,25 1997
6.811,50 6.765,74
143,04 1998
13.518,90 3.446,18
43,39 1999
11.729,72 2.851,74
-24,52 2000
20.757,97 4.542,75
61,77 2001
5.069,39 410,42
-78,34 2002
9.127,36 2.201,53
106,74 2004
10.721,70 3.424,38
8,84 2005
14.160,26 4.210,73
29,87 2006
17.861,22 5.868,75
29,17 2007
12.197,41 11.347,89
-0,78 2008
25.526,58 4.075,17
25,72 2009
26.045,35 4.167,00
2,06 Sebelum desentralisasi
Setelah desentralisasi 8.676,49
14.539,35 3.445,13
4.284,20 46,55
15,34
Sumber : BPS Jawa Barat
Penurunan investasi yang terjadi pada tahun 1998 terjadi pada sektor utama, yaitu pertanian, industri perumahan, dan jasa terutama sektor industri dan
jasa yang telah mengalami kemerosotan sejak awal krisis pada tahun 1997. Dampak krisis ekonomi masih dirasakan hingga tahun 1999, pertumbuhan
investasi Jawa Barat negatif 24,5 persen. Sejak tahun 2000, Jawa Barat mulai pulih dari keterpurukannya terbukti dengan meningkatnya pertumbuhan investasi
menjadi 61,77 persen. Pada periode tiga tahun terakhir penelitian, investasi Jawa Barat
cenderung menurun. Perubahan ini terjadi sebagai akibat adanya gejolak politik karena mendekati Pemilu sehingga berpengaruh terhadap penanaman modal
investasi di Jawa Barat. Pada tahun 2009, investasi hanya naik pada angka 2,06 persen.
4.3. Gambaran Tingkat Keterbukaan Daerah