Pangan Fungsional TINJAUAN PUSTAKA

10 pendinginan sebelum retrogradasi dimulai dan pada akhirnya akan menghambat retrogradasi dari amilosa yang tidak berikatan dengan lipid. Selama retrogradasi, panjang rantai amilosa dan amilopektin pada kentang dalam bentuk amylomaize memiliki ikatan yang lemah pada suhu rendah yang disebabkan karena hambatan yang disebabkan oleh rantai bercabang Chung dan Liu 2009. Shamai et al. 2003 juga melaporkan bahwa jumlah RS III dapat meningkat saat makanan dipanggang atau dalam bentuk pasta dan produk sereal. Hal ini disebabkan terjadinya proses gelatinisasi ketika makanan dipanggang dan proses retrogradasi ketika makanan didinginkan setelah dipanggang. Berdasarkan beberapa penelitian in vivo yang dilakukan pada hewan dan manusia, RS menunjukkan adanya potensi sebagai bahan prebiotik. Penelitian Brown et al. 1998 menunjukkan bahwa tikus yang diberi ransum yang mengandung Bifidobacterium longum hidup dan RS beramilosa tinggi mengeksresikan bifidobakteria dalam jumlah yang lebih banyak daripada tikus yang tidak diberi RS. Efek prebiotik tidak hanya terbatas pada RS yang secara alami terdapat pada tanaman RS tipe I dan II, tetapi juga dimiliki oleh pati yang dimodikasi secara fisik dan kimia RS tipe III dan IV. Penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa bifidobakteria dapat melekat pada pati yang dimodifikasi dengan metode asilasi, oktenilsuksunilasi, karboksimetilasi dan suksinilasi. Pelekatan ini bervariasi untuk setiap galur bakteri yang digunakan. Asupan RS yang dibutuhkan setiap negara berbeda-beda, tergantung pada kondisi kesehatan penduduk negara tersebut. Di Australia, asupan RS diperkirakan sekitar 5-7 gramoranghari. Untuk memperoleh manfaat kesehatan dari RS, dianjurkan untuk mengonsumsi 20 gramhari Cassidy et al. 1994. Meskipun asupan RS yang dianjurkan adalah 20 gramhari, Douglas 2008 menyatakan bahwa konsumsi RS sebanyak 2,5-5 gramhari terbukti telah dapat memberikan efek prebiotik.

F. Pangan Fungsional

Menurut konsensus pada The First International Conference on East-West Perspective on Functional Foods tahun 1996, pangan fungsional merupakan pangan yang memiliki kandungan komponen aktif sehingga dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, diluar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya. Badan POM Pengawasan Obat dan Makanan mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan yang secara alamiah maupun telah melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Komponen-komponen pangan fungsional yang memiliki manfaat kesehatan antara lain: serat pangan, gula alkohol, asam lemak tidak jenuh, peptida dan protein tertentu, asam amino, prebiotik, probiotik, glikosida dan isoprenoid, polifenol teh dan isoflavon kedelai, kolin, lesitin, dan inositol, karnitin dan skualen, fitosterol dan fitostanol, serta vitamin dan mineral. Pangan fungsional dikonsumsi selayaknya makanan dan minuman, serta memiliki karakteristik sensori yang dapat diterima oleh konsumen. Pangan fungsional berbeda dengan suplemen maupun obat sehingga pangan fungsional dapat dikonsumsi tanpa dosis tertentu, dapat dinikmati sebagaimana makanan pada umumnya. Prebiotik merupakan bahan pangan yang tidak dapat dicerna, memiliki efek menguntungkan terhadap inang dengan cara menstimulir pertumbuhan secara selektif 11 terhadap aktivitas satu atau lebih dalam jumlah terbatas bakteri di dalam usus Lactobacilli dan Bifidobacteria, sehingga meningkatkan kesehatan inang Gibson 2004; Manning et al., 2004; Manning dan Gibson 2004. Suatu bahan makanan dapat dikategorikan sebagai prebiotik, apabila tidak dapat dihidrolisa atau diserap oleh saluran pencernaan bagian atas, secara selektif menstimulir pertumbuhan bakteri potensial yang menguntungkan dan dapat menekan pertumbuhan patogen dan virulen sehingga dapat meningkatkan kesehatan inang. Prebiotik memiliki berbagai manfaat, yaitu dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen, menstimulir pertumbuhan flora usus besar, meningkatkan penyerapan kalsium, mencegah kanker usus, memberikan pengaruh terhadap sistem imun immunological effect dan dapat menurunkan kolesterol Manning dan Gibson 2004. FAO 2007 menyatakan bahwa peraturan mengenai standar jumlah prebiotik yang dikonsumsi belum ada karena umumnya asupan prebiotik tergantung kepada kebiasaan penduduk suatu negara. Menurut Reid et al. 2001 dalam Surono 2004, jumlah prebiotik yang disarankan adalah 1-3 gramhari untuk anak-anak dan 5-15 gramhari untuk orang dewasa. Konsumsi prebiotik yang berlebih lebih dari 20 gramhari dikhawatirkan memberi efek laksatif yaitu mempercepat pengeluaran pada sistem saluran pencernaan Bouhnik et al., 1999. Serat pangan merupakan komponen dari jaringan tanaman berupa karbohidrat kompleks yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan manusia. American Association of Cereal Chemistry AACC 2000 mendefinisikan serat pangan sebagai bagian tumbuhan yang dapat dimakan atau karbohidrat yang tahan terhadap pencernaan dan absorpsi di dalam usus halus manusia dan mengalami fermentasi sebagian atau seluruhnya di dalam usus besar. Serat pangan dapat dikelompokkan sebagai prebiotik, apabila substrat tidak dapat diserap atau dihidrolisis di dalam usus halus, secara selektif dapat difermentasi oleh bakteri yang menguntungkan seperti Bifidobacterium, fermentasi substrat memberikan efek sistemik yang menguntungkan bagi inangnya. Bahan prebiotik diklasifikasikan sebagai GRAS atau generally recognized as safe Weese 2002, Gibson 2004 dan FAO 2007. Serat pangan yang terdapat pada bahan pangan sudah terbukti secara ilmiah mempunyai fungsi fisiologis bagi tubuh. Secara umum, serat pangan pada bahan pangan mempunyai fungsi fisiologis bagi manusia, antara lain menurunkan IG pangan, berperan sebagai prebiotik, dan mengurangi berbagai macam risiko penyakit degeneratif. Asupan serat pangan yang dianjurkan adalah 38 gramhari untuk pria dan 25 gramhari untuk wanita FAOWHO, 2002. Peraturan Uni Eropa EC No 19242006 OJ 409 p9 20061230 tentang gizi dan kesehatan pada pangan menetapkan bahwa suatu makanan dapat diklaim sebagai makanan sumber serat pangan jika mengandung serat pangan sebesar 3-6. Daya cerna pati adalah kemampuan pati untuk dihidrolisis oleh enzim pemecah pati sehingga menjadi unit-unit yang lebih kecil gula-gula sederhana seperti maltosa atau glukosa dan alfa-limit dekstrin yang dapat diserap oleh tubuh. Pencernaan pati dalam tubuh manusia dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu jika bentuk fisik makanan menganggu pengeluaran amilase pankreatik, khususnya jika granula pati terhalang oleh material lain. Dinding sel granula pati yang kaku tidak elastis akan menghambat pembengkakan dan dispersi pati. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi hidrolisis pati oleh enzim adalah waktu transit, bentuk makanan, konsentrasi amilase pada usus, jumlah pati dan keberadaan komponen pangan lain Tharanthan dan Mahadevamma 2003. 12 Daya cerna pati merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kenaikan gula darah. Semakin tinggi daya cerna pati suatu makanan, maka akan mempercepat kenaikan gula darah setelah pangan tersebut dikonsumsi. Dewasa ini, pangan dengan daya cerna pati rendah lebih disukai karena dapat memperlambat kenaikan gula darah, menurunkan indeks glikemik serta dapat berperan sebagai makanan diet Mann 2002. Persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu produk agar dapat dikatakan sebagai pangan fungsional antara lain: 1 wajib memenuhi kriteria produk pangan; 2 menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu dan persyaratan keamanan serta standar dan persyaratan lain yang ditetapkan; 3 mempunyai manfaat bagi kesehatan yang dinilai dari komponen pangan fungsional berdasarkan kajian ilmiah Tim Mitra Bestari; 4 disajikan dan dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman; 5 memiliki karakteristik sensori seperti penampakan, warna, tekstur atau konsistensi dan cita rasa yang dapat diterima konsumen; dan 6 komponen pangan fungsional tidak boleh memberikan interaksi yang tidak diinginkan dengan komponen lain Badan POM 2005.

III. METODOLOGI PENELITIAN