IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tepung Pisang Modifikasi TPM 1. Profil Mikroflora dan Perubahan pH Selama Fermentasi
Selama fermentasi 24 jam terjadi perkembangan bakteri mesofilik dan BAL dari cairan fermentasi yang cukup signifikan dari sekitar 10
3
cfuml menjadi 10
8
cfuml. Profil mikroflora selama fermentasi dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Profil mikroflora dan perubahan pH selama fermentasi
Mikroflora Jumlah mikroba cfuml
pH 0 jam
24 jam 0 jam
24 jam Bakteri mesofilik
2,4 x 10
3
3,1 x 10
8
6.18 5.24 BAL 1,2
x 10
3
2,0 x 10
8
Mikroorganisme mesofilik yang tumbuh pada pisang yang difermentasi spontan akan menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel irisan
pisang sedemikian rupa sehingga terjadi pembebasan granula pati. Selanjutnya granula pati tersebut akan mengalami hidrolisis oleh enzim amilase menghasilkan monosakarida berupa
glukosa. BAL menggunakan glukosa hasil degradasi pati sebagai bahan baku untuk menghasilkan asam-asam organik terutama asam laktat. Asam laktat yang dihasilkan ini akan
meningkatkan suasana asam yang sesuai untuk pertumbuhan BAL. Dengan demikian, peningkatan pertumbuhan BAL ini menunjukkan bahwa proses fermentasi spontan
berlangsung dengan baik. Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan BAL, maka terjadi penurunan pH yang
cukup signifikan selama 24 jam fermentasi yaitu dari pH 6.18 menjadi 5.24 Tabel 5. Menurut Oberman 1985, BAL memproduksi asam organik seperti asam laktat, asam
format, asam asetat dan asam-asam organik lainnya. Pada umumnya, asam organik utama yang dihasilkan oleh BAL adalah asam laktat. Profil mikroflora dan perubahan pH selama
fermentasi irisan pisang uli pada penelitian ini serupa dengan penelitian Abdillah 2010 yang melaporkan terjadi peningkatan mikroorganisme mesofilik dari 1,9 log cfuml menjadi
8,4 log cfuml dan BAL dari 1,3 log cfuml menjadi 7,8 log cfuml selama fermentasi irisan pisang tanduk, sedangkan penurunan pH selama fermentasi pisang tanduk dari 5.86
menjadi 5.6.
2. Pengaruh Fermentasi dan Pemanasan Otoklaf terhadap Mutu TPM
Tepung pisang uli modifikasi TPM dibuat melalui tahap fermentasi spontan 24 jam kemudian diotoklaf. Metode ini diterapkan mengacu pada metode pembuatan tepung pisang
tanduk Abdillah 2010. Tujuan dari fermentasi spontan adalah untuk membantu meningkatkan kadar RS pisang oleh bakteri asam laktat BAL. Proses pemanasan pada suhu
121
o
C selama 15 menit dan pendinginan selama 24 jam pada suhu 5-10
o
C dapat membentuk
25 RS tipe III. Menurut Gonzales et al. 2004, RS tipe III adalah pati hasil retrogradasi yang
terbentuk akibat pemanasan suhu tinggi yang disusul dengan penyimpanan pada suhu rendah. Sebelum proses fermentasi, pisang masih berwarna putih kekuningan, sementara
setelah difermentasi, warna pisang menjadi lebih cokelat karena adanya proses pencokelatan enzimatis. Setelah diotoklaf, didinginkan selama 24 jam dan dikeringkan dalam pengering
kabinet, intensitas warna cokelat pada pisang semakin meningkat Gambar 5. Pada pembuatan TPM, tidak dilakukan penambahan SO
2
yang dapat mencegah pencoklatan.
a b
Gambar 5. Penampakan tepung pisang uli a alami b modifikasi
Pisang uli dengan tingkat kematangan ¾ penuh memiliki kulit berwarna hijau yang tergolong cukup tebal. Hal ini mengakibatkan rendemen pisang setelah dikupas sebesar
55,32. Rendemen pada pembuatan TPM tergolong rendah, yaitu sekitar 19,31 dari berat pisang utuh tanpa kulit Lampiran 4. Rendemen tepung yang dihasilkan tergantung pada
kandungan air dan bahan kering dari bahan baku segarnya. Kandungan air yang tinggi dalam bahan pangan akan menghasilkan rendemen yang kecil ketika ditepungkan. Pengayakan
TPM dengan saringan 60 mesh juga bertujuan untuk meningkatkan rendemennya. Selain itu, SNI juga mensyaratkan bahwa kelolosan tepung pisang pada ayakan 60 mesh minimal
sebesar 95 Tabel 1. Oleh sebab itu, ukuran TPM yang dipilih adalah TPM dengan ukuran partikel 60 mesh. Komposisi kimia TPM dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi kimia tepung pisang modifikasi TPM
Komponen Komposisi Air
10,14 Abu
2,12 Protein
5,27 Lemak
0,21 Karbohidrat 92,41
Total Pati 60,57
Serat Tidak Larut 10,05
Serat Larut 7,43
Total Serat Pangan 18,38
RS 9,19
26 Perlakuan fermentasi dan kombinasi otoklaf dapat meningkatkan kadar RS dari 6,17
bk menjadi 9,19 bk pada TPM. Enzim α-amilase yang dihasilkan oleh mikroba
amilolitik akan memecah ikatan α-1,4 glikosidik pada pati sehingga rantai amilosa dan
amilopektin menjadi lebih pendek. Selain itu, asam-asam organik yang dihasilkan oleh BAL juga akan menghidrolisis pati. Oleh sebab itu, setelah fermentasi, struktur pati yang tadinya
kompleks akan menjadi lebih sederhana dan rantai amilosa serta amilopektin menjadi lebih pendek. Jumlah amilosa yang lebih banyak dengan derajat polimerisasi yang lebih rendah
akan memudahkan amilosa membentuk kristalin yang bersifat resisten selama proses retrogradasi setelah diotoklaf. Dengan demikian, jumlah RS yang terbentuk akan semakin
tinggi pula. Menurut Onyango et al. 2006, selama proses retrogradasi, dengan jumlah amilosa
yang lebih banyak maka pati akan lebih mudah membentuk struktur kristalin yang resisten. Menurut Thompson 2000, amilosa lebih mudah membentuk ikatan hidrogen selama
retrogradasi dan strukturnya menjadi lebih stabil sedangkan amilopektin lebih sulit membentuk ikatan hidrogen selama retrogradasi dan strukturnya lebih tidak stabil.
Fermentasi spontan yang melibatkan BAL dapat meningkatkan jumlah asam laktat yang merupakan asam lemah. Asam laktat yang dihasilkan ini akan menghidrolisis rantai
cabang pada pati pisang linierisasi sehingga dapat mempertahankan sifat amilosa pada tepung pisang uli setelah mengalami proses pemanasan otoklaf dan retrogradasi. Aparicio-
Saguilan et al. 2005 juga melaporkan bahwa tepung kaya RS dihasilkan dari pati pisang cavendish
yang dilinierisasi dengan cara hidrolisis asam lemah, dapat mempertahankan sifat amilosanya setelah mengalami perlakuan panas berulang-ulang Aparicio-Saguilan et al.
2005. Hidrolisis ini terjadi pada granula pati, terutama pada bagian amorf amilosa dan cabang pada amilopektin. Perlakuan ini akan meningkatkan sifat kristalisasi pati yang akan
menghasilkan sifat resisten terhadap hidrolisis enzim. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdillah 2010 menunjukkan bahwa fermentasi
spontan selama 24 jam yang dilanjutkan dengan satu siklus pemanasan otoklaf dapat meningkatkan kadar RS tepung pisang tanduk dari 6,38 bk menjadi 15,24 bk. Kadar
RS yang dihasilkan oleh tepung pisang tanduk lebih tinggi dari tepung pisang uli. Perbedaan kadar RS pada tepung pisang uli dan tepung pisang tanduk disebabkan oleh kadar pati dan
kadar amilosa pisang tanduk yang lebih tinggi daripada pisang uli. Berdasarkan penelitian Abdillah 2010, kadar pati dan kadar amilosa pada pisang tanduk berturut-turut sebesar
73,65 dan 39,35 sedangkan pada pisang uli berturut-turut sebesar 69,96 dan 35,72. Kadar amilosa yang tinggi berkorelasi positif dengan kadar RS yang dihasilkan Sajilata et
al., 2006. Thompson 2000 menyatakan bahwa amilosa dengan derajat polimerisasi DP
n
yang lebih tinggi dari 300 umumnya 40-610 akan sulit membentuk kristalin resisten. Meskipun kadar amilosa tepung pisang uli dan tepung pisang tanduk tidak berbeda jauh,
namun derajat polimerisasi amilosa yang berbeda juga dapat menyebabkan perbedaan jumlah RS yang dihasilkan. Data dan analisis statistik kadar RS pada tepung pisang uli dapat dilihat
pada Lampiran 17 dan 18.
27
B. Pengaruh Substitusi TPM terhadap Mutu Kukis 1. Pembuatan Kukis