60 Jarik juga populer digunakan sebagai alat bantu gendong bayi. Nah, di
sini lah letak ragam budaya dan cerita yang berlaku pada masyarakat Jawa. Untuk menggendong bayi pun ada jenis
jarik tersendiri. Jenis jarik ini juga memiliki nama khusus, yaitu
jarik gendong. Sesuai namanya, lembaran kain ini diperuntukkan untuk menggendong.
c. Surjan
Bahan terbuat dari kain lurik tenun pengkol dengan warna dasar biru
tua mendekati hitam, bergaris biru muda telu dan papat tua atau Telupat
yang bermakna Kewulu Minangka Prepat yang berarti Rinengkuh Dados
Kadang KRT Tejasaputra, 4 Maret 2009. Berarti pakaian meliputi wadah bayi, rahim ibu, juga keturunan,
kadang, saudara, prepat pengiring, juga abdi terdekat dan punakawan. Baju terbuat dari kain lurik, bercorak garis lirik
telu papat telupat kewelu minangka prepat, yang berarti Rinengkuh dados kadhang ing antawisipun
Abdi Dalem setunggal sanesipun, kaliyan Hingkang Sinuwun Kanjeng Penggunaan
jarik dalam acara Kraton
61 Sultan. Warna pakaian adalah Biru Tua, yang berarti sangat dalam, susah
diduga, tak bisa dianggap remeh dan tidak sembarangan.
Menurut sejarah, pengagemanpranakan
diciptakan Sri Sultan
Hamengku Buwana V yang
idenya sesudah kunjungan beliau ke pesantren di Banten, melihat santriwati berbaju kurung dengan lengan
panjang, berlubang sampai di bawah leher. Cara pakai kedua tangan bersama-sama dimasukkan, baru kemudian kepala masuk lubang yang
terbelah, lalu merapikan dengan menarik bagian bawah baju. Proses seseorang mengenakan
pengageman Pranakan digambarkan seakan si pemakai masuk ke dalam rahim ibu, lubang
pranakan dimana tiap manusia pernah menghuni sebelum dilahirkan. Dengan aman dan
nyaman oleh dekapan ibu, bayi yang di dalam rahim secara alamiah tinggal, sandi Cinta Kasih
golong-gilig. Pranakan adalah juga Pakaian Surjan peranakan dipakai oleh abdi dalem
62 untuk Punggawa Kraton dengan corak dan model sama, dimaksud adanya
demokratisasi di Ngayogyakarta Hadiningrat.
d. Blangkon
Blangkon adalah tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional Jawa. Menurut
wujudnya, blangkon dibagi menjadi 4: blangkon Ngayogyakarta, blangkon
Surakarta, blangkon Kedu, dan Blangkon Banyumasan. Untuk beberapa
tipe blangkon ada yang menggunakan tonjolan pada bagian belakang
blangkon. Tonjolan ini menandakan model rambut pria masa itu yang sering mengikat rambut panjang mereka di bagian belakang kepala,
sehingga bagian tersebut tersembul di bagian belakang blangkon.
Blangkon sebenarnya bentuk praktis dari iket yang merupakan tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai
bagian dari pakaian tradisional Jawa. Untuk beberapa tipe blangkon ada
yang menggunakan tonjolan pada bagian belakang blangkon yang disebut
mondholan. Mondholan ini menandakan model rambut pria masa itu yang sering mengikat rambut panjang mereka di bagian belakang kepala,
sehingga bagian tersebut tersembul di bagian belakang blangkon. Lilitan
rambut itu harus kencang supaya tidak mudah lepas.
63 Sekarang lilitan rambut panjang yang menjadi
mondholan sudah dimodifikasi karena orang sekarang kebanyakan berambut pendek dengan
membuat mondholan yang dijahit langsung pada bagian belakang
blangkon. Blangkon Surakarta mondholannya trepes atau gepeng sedang mondholan gaya Yogyakarta berbentuk bulat seperti onde-onde.