16
sebagaimana fungsi dasar sebuah keluarga yang dikemukakan oleh Syamsu Yusuf 2009: 38, yaitu memberikan rasa memiliki, rasa aman,
kasih sayang, dan mengembangkan hubungan yang baik di antara anggota keluarga. Selain didasari oleh fungsi dasar keluarga, kultur masyarakat di
Indonesia juga meyakini bahwa orang tua mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap anaknya sehingga tidak ada orang tua yang benar-
benar acuh terhadap anaknya.
a. Pola Asuh Otoriter
Authoritarian
Pola asuh otoriter adalah bentuk pola asuh yang menekankan pada pengawasan orang tua agar anak tunduk dan patuh. Pada pola asuh
authoritarian, orang tua bersikap tegas, suka menghukum, dan cenderung membatasi keinginan anak. Hal ini dapat menyebabkan anak menjadi
kurang inisiatif, cenderung ragu, mudah gugup, menjadi tidak disiplin dan nakal.
Tri Marsiyanti Farida Harahap 2000: 51 menjelaskan bahwa pola asuh otoritatif menitik beratkan pada kedisiplinan. Orang tua adalah
seseorang yang dipercaya, dipatuhi, dan mengatur peraturan dalam keluarga. Orang tua melakukan pengawasan terhadap anak dengan ketat
dan bersifat membatasi. Apabila anak melanggar peraturan atau melakukan kesalahan akan mendapat hukuman. Dampak pola asuh
otoriter jika diterapkan secara berlebihan akan membuat anak memiliki sikap acuh, pasif, terlalu patuh, kurang inisiatif, peragu, dan kurang
kreatif.
17
Menurut Bjorklund dan Bjorklund, Croacks dan Stein dalam Conny R. Semiawan, 1999: 205-207, orang tua yang bergaya otoriter
authoritarian
berupaya untuk menerapkan peraturan bagi anaknya dengan ketat dan sepihak. Ia menuntut ketaatan penuh kepada anaknya
tanpa memberi kesempatan untuk berdialog dan sangat dominan dalam mengawasi dan mengendalikan anaknya.
Diana Baumrind dalam Casmini, 2007:48 menjelaskan bahwa bentuk pola asuh otoriter memiliki ciri-ciri orang tua bertindak tegas, suka
menghukum, kurang memberikan kasih sayang, kurang simpatik, memaksa anak untuk patuh terhadap peraturan, dan cenderung
mengekang keinginan anak. Selain itu, pada pola asuh otoriter penerimaan
responsiveness
rendah dan tuntutan
demandingness
orang tua tinggi. Sedangkan menurut Saiful Bahri Djamarah 2014: 60, pada pola asuh
authoritarian orang tua cenderung sebagai pengendali atau pengawas
controller
, selalu memaksakan kehendak kepada anak, tidak terbuka terhadap pendapat anak, sangat sulit menerima saran dan cenderung
memaksakan kehendak dalam perbedaan. Menurut John. W. Santrock 2002: 257, pengasuhan otoriter
adalah gaya pengasuhan yang membatasi, menghukum, dan menuntut anak untuk mengikuti semua perintah orang tua. Orang tua yang otoriter
menetapkan menetapkan batas-batas yang tegas dan tidak memberikan peluang kepada anak untuk berbicara.
18
b. Pola Asuh Autoritatif
Authoritative
Diana Baumrind dalam Casmini, 2007: 48 mengemukakan bahwa orang tua yang penerimaan
responsiveness
dan tuntutan
demandingness
terhadap anaknya sama-sama tinggi disebut pola asuh autoritatif. Adapun ciri-ciri pola asuh
authoritative
adalah hak dan kewajiban antara anak dan orang tua seimbang, orang tua dan anak saling
melengkapi, orang tua melatih anak untuk bertanggung jawab dan menentukan tingkah lakunya sendiri menuju kedewasaan. Senantiasa
memberikan alasan dalam bertindak. Orang tua cenderung tegas tetapi hangat dan penuh perhatian, dan bersikap bebas tetapi masih dalam
batas-batas normatif. Menurut John. W. Santrock 2002: 258, pengasuhan autoritatif
mendorong anak untuk mandiri akantetapi menetapkan batas-batas dan kontorl terhadap tindakan yang dilakukan anak. Orang tua juga
mengedepankan musyawarah serta memperlihatkan kehangatan dan kasih sayang kepada anak.
Sementara itu, Sugihartono, dkk 2007: 31 berpendapat pola asuh autoritatif bercirikan hak dan kewajiban orang tua dan anak adalah sama
sehingga saling melengkapi, anak dilatih untuk bertanggung jawab, dan menentukan perilakunya sendiri agar dapat berdisiplin. Orang tua juga
cenderung melibatkan anak-anak dalam pengambilan keputusan dengan cara meminta pendapat dan berdiskusi. Sedangkan Saiful Bahri Djamarah
2014: 60 berpendapat bahwa pola asuh
authoritative
memiliki ciri-ciri
19
orang tua selalu berusaha menyelaraskan kepentingan dan tujuan pribadi dengan kepentingan anak, orang tua senang menerima saran, pendapat,
dan bahkan kritik dari anak, mentolerir ketika anak membuat kesalahan dan memberikan pendidikan kepada anak agar jangan berbuat kesalahan
dengan tidak mengurangi daya kreativitas, inisiatif dan prakarsa dari anak, lebih menitikberatkan kerja sama dalam mencapai tujuan.
Bjorklund dan Bjorklund; Croacks dan Stein dalam Conny R. Semiawan, 1999: 205-207 mengemukakan bahwa orang tua autoritatif
juga memiliki seperangkat standar dan peraturan yang jelas. Ia juga menuntut anaknya untuk memenuhi aturan-aturan tersebut. Perbedaannya
adalah orang tua gaya autoritatif berupaya menerapkan peraturan tersebut melalui pemahaman bukan dengan paksaan. Orang tua autoritatif
berupaya menyampaikan peraturan-peraturan tersebut dengan disertai penjelasan yang dapat dimengerti oleh anak. Dalam hal kontrol terhadap
anak, orang tua autoritatif juga menerapkannya. Namun kontrolnya dilakukan dengan menerapkan peraturan yang dapat dipahami dakan
suasana hubungan yang hangat dan percakapan yang terbuka. Tri Marsiyanti dan Farida Harahap 2000: 51-52 menyebut pola
asuh autoritatif dengan nama pola asuh demokratis. Pola asuh demokratis menitikberatkan pada tujuan dan mengizinkan anak bersikap individualis.
Orang tua yang demokratis biasanya bersikap penuh dengan pertimbangan, penuh dengan kesabaran, dan mencoba memahami
perilaku anak. Pengawasan dilakukan secara tegas tetapi tidak membatasi