12
BAB 11 KAJIAN TEORI
A. Kajian Tentang Resiliensi
1. Definisi Daya Lentur Resilience
Gotberg 1995: 10 menyatakan bahwa resiliensi adalah kemampuan
seseorang untuk
menghadapi, mengatasi,
dan meningkatkan diri untuk mengubah kesengsaraan menjadi kebahagian
dalam hidup. Karena setiap orang akan mengalami masalah tanpa terkecuali. Vaillant Mills Yuniardi, 2009 mengemukakan bahwa
resiliensi merupakan kapasitas mental untuk bangkit kembali dari sebuah kesengsaraan dan untuk terus melanjutkan kehidupan yang
fungsional dengan sejahtera. Sementara itu Reivich dan Shatte 1999: 26, berpendapat bahwa resiliensi adalah kapasitas untuk merespon
secara sehat dan produktif ketika menghadapi kesulitan atau trauma, dimana hal itu penting untuk mengelola tekanan hidup sehari-hari.
Luthar Kalil, 2003 mengidentifikasikan resiliensi sebagai sebuah proses yang dinamis mencakup adaptasi positif dalam menghadapi
situasi yang sulit, mengandung bahaya maupun hambatan yang signifikan. Resiliensi dapat didefinisikan sebagai kapasitas untuk
bertahan dengan makin berdaya menghadapi penderitaan yang panjang. Hal ini merupakan proses bertahan yang aktif, bertujuan dan
bertumbuh sebagai respons terterhadap krisis dan tantangan.
13
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dan
meningkatkan diri dari keterpurukan dalam seseorang manjalani kehidupannya. Dan merespon secara sehat dan produktif ketika
dihadapkan dengan kesengsaraan atau trauma guna menghadapi suatu permasalahan.
2. Faktor-Faktor Resilience
Menurut Grotberg 1995: 15 faktor utama yang membentuk daya tahan dikelompokkan dalan tiga kemampuan yaitu :
a. I Have Faktor I Have merupakan dukungan eksternal dan sumber daya
untuk mengembangkan
perasaan dan
kenyamanan untuk
meningkatkan resiliensi. Dukungan ini berupa hubungan yang baik dengan keluarga, lingkunga sekolah, dan hubungan dengan orang
lain. Melalui I Have, individu merasa mempunyai hubungan yang penuh kepercayaan Trusting relatioships hubungan ini diperoleh
dari orag tua, anggota keluarga, guru, serta teman-teman yang mencintai dan menerima anak tersebut. Kasih sayang dari orang
lain kadang-kadang mengkompensasi kurangnya cinta tanpa syarat dari orang tua.
Individu yang resilien juga memiliki struktur dan aturan dalam rumah Structure and rules at home yang ditetapkan orang tua
mereka. Orang tua berharap bahwa anak-anak mereka dapat mematuhi semua peraturan yang ada. Anak-anak mampu menerima
14
konsekuensi dari tindakan yang mereka lakukan. Ketika melanggar aturan mereka membutuhkan seseorang untuk memberi tahu
kesalahan yang mereka perbuat. Anak dibantu untuk memahami bahwa apa yang dia lakukan tersebut salah, kemudian
memberitahukan kepada anak apa yang terjadi, jika perlu dihukum, kemudian dimaafkan dan didamaikan layaknya orang dewasa.
Individu yang resilien juga memperoleh dukungan untuk mandiri Enouragement to be autonomous dan mampu mengambil
keputusan berdasarkan pemikirannya sendiri. Orang tua atau anggota keluarga mendukung serta melatih anak untuk dapat
berinisiatif dan berkuasa atas dirinya sendiri untuk mengambil keputusan tanpa bergantug pada orang lain.
Mendapat jaminan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan serta keamanan Access to health, education, walfare, and scurity
service adalah ciri individu yang resilien, hal ini akan membantu mereka untuk mengembangkan rasa percaya diri dalam diri anak.
b. I Can I Can adalah kemampuan yang dimiliki individu untuk
mengungkapkan perasaan dan pikiran dalam berkomunikasi dengan orang lain. Mereka dapat belajar kemampuan ini melalui interaksi
dengan semua orang yang ada disekitar mereka sehingga mampu memecahkan masalah dengan baik.
Individu yang resilien mampu mengendalikan perasaan dan dorongan dalam hati. Mereka mampu menyadari perasaan mereka
15
dan mengekspresikannya serta mampu mengendalikan perilaku yang mengancam perasaan dan hak orang lain, juga mampu
mengendalikan dorongan untuk memukul, melarikan diri dari masalah, atau melampiaskan keinginan mereka pada hal-hal yang
tidak baik. Individu resilien juga memahami karakteristik dirinya sendiri
dan orang lain. Ini membantu individu untuk mengetahui seberapa banyak waktu yang diperlukan untuk berkomunikasi, dan seberapa
banyak ia dapat menemukan seseorang untuk meminta bantuan, untuk menceriakan perasaan dan masalah, serta mencari cara untuk
menyelesaikan masalah. c. I Am
Faktor I Am merupakan kekuatan yang berasal dari dalam diri sendiri. Faktor ini meliputi perasaan, sikap, dan keyakinan di dalam
diri anak. Individu yang resilien merasa bahwa mereka mempunyai karakteristik yang menarik dan penyayang sesama. Ditandai
dengan usaha mereka untuk selalu dicintai dan mencintai orang lain. Mereka juga sensitif terhadap perasaan orang lain dan
mengerti yang dihrapkan orang lain terhadap dirinya. Individu resilien juga merasa bahwa mereka memiliki empati
dan sikap kepedulian yang tinggi terhadap sesama. Perasaan itu mereka tunjukkan memalui sikap peduli terhadap peristiwa yang
terjadi pada orang lain. Mereka juga merasakan ketidaknyamanan
16
yang dialami orang lain serta berusaha memantu mengatasi masalahnya.
Individu resilien merasakan kebanggan akan diri mereka sendiri. Mereka bangga terhadap apa yang telah mereka capa.
Ketika mereka mendapatkan masalah, rasa percaya diri dan harga diri yang tinggi akan membantu mereka mengatasi masalah
tersebut. Mereka dapat melakukan banyak hal dengan kemampuan mereka sendiri serta bertanggung jawab atas pekerjaan yang
mereka lakukan. Mereka juga diliputi akan harapan dan kesetiaan. Mereka
percaya bahwa akan memperoleh masa depan yang baik. Mereka memiliki kepercayaan dan kesetiaan dalam moralitas dan ke-
Tuhan-an mereka. Faktor-faktor resiliensi yang diungkapkan oleh Grotberg
1995 di atas adalah teori yang akan digunakan oleh peneliti untuk menyusun skala resiliensi dalam penelitian ini. Namun, peneliti
membatasi faktor I Can dan I Am sebagai dasar penyusunan skala. Kemudian Karen Reivich dan Andrew Shatte 2002:13.
Mengungkapkan bahwa ada 7 keterampilan yang harus dikuasai untuk dapat meningkatkan resiliensi yaitu :
1. Learning ABCs Adversity-Belief-Consequences, yaitu belajar causal analysis yang menjadikan individu mampu memahami
keterkaitan antara adversity-belief dan consequences yang terjadi ketika individu memiliki belief kepercayaan tersebut.
17
Consequences konsekuensi merupakan perasaan-perasaan dan perilaku yang muncul sebagai akibat dari belief yang ia miliki
2. Avoiding Thinking Traps, yaitu proses menghindari kesalahan berpikir seperti membuat asumsi-asumsi tanpa data yang
relevan, menyalahkan diri sendiri, menyalahkan orang lain 3. Detecting Iceberg, yaitu kemampuan mendeteksi kepercayaan
sehingga bisa mengevaluasinya dan menentukan bertingkahlaku tertentu
4. Challenging Beliefs yaitu kemampuan menganalisa tentang belief-belief yang menyebabkan kita mengalami kesulitan dan
menentukan sosusi 5. Putting It in Perspective yaitu kemampuan untuk berpikir secara
akurat sehingga lebih siap untuk menhadapi masalah yang terjadi
6. Calming and Focusing yaitu kemampuan menenangkan emosi ketika tidak terkontrol, untuk memfokuskan pikiran ketika
mengganggu dan mengurangi jumlah stress yang dialami 7. Real-time Resilience yaitu mengubah belief-belief yang
membuat kita tidak produktif segera setelah muncul.
3. Proses Resilience