Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam persaingan global saat ini, telah membentuk kelompok masyarakat yang hidup dengan kondisi sosioekonomi yang berbeda- beda. Ada yang kondisi sosioekonomi rendah, soioekonomi sedang, dan sosioekonomi tinggi. Sebagai contoh masyarakat dengan kondisi sosioekonomi rendah adalah anak jalanan, dan masyarakat yang berada dibawah garis miskin, sedangkan masyarakat kondisi sosioekonomi sedang seperti seorang pegawai, karyaawan swasta, dll, kemudian masyarakat kondisi sosioekonomi tinggi seperti pengusaha besar, pejabat, dll. Masing-masing kelompok masyarakat memiliki karakteristik masalah yang berbeda-beda. Masyarakat dengan kondisi sosioekonomi rendah tentunya tidak hanya memiliki masalah ekonomi saja, melainkan banyak masalah sosial lainnya. Seperti, pengangguran, diskriminasi, masalah kepadatan penduduk, dan masalah lingkungan hidup yang muncul terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan lingkungan hidup, terutama masyarakat dengan kondisi sosioekonomi yang rendah. sebagian besar waktu mereka digunakan untuk memikirkan bagaimana mereka bisa bertahan hidup. Dari masalah masyarakat dengan kondisi sosioekonomi rendah tersebut berdampak pada berbagai pihak, salah satu diantaranya 2 adalah masalah remaja. Masalah yang dihadapi remaja diantaranya : a tingginya anak putus sekolah, b anak jalanan, c kenakalan remaja, d kejahatan. Krisis ekomoni tersebut menjadi salah satu faktor yang memaksa anak untuk berperilaku demikian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari latar belakang inilah penulis menduga bahwa orang tua siswa dengan kondisi sosioekonomi rendah mengesampingkan pendidikan karakter anak yang sebenarnya sangat diperlukan dilingkungan keluarga seperti cinta kasih dan memberi rasa aman kepada anak. Namun demikian orang tua atau keluarga hanya memikirkan bagaimana cara mendapatkan uang atau biaya anaknya sekolah, hal tersebut dapat menimbulkan kenakalan-kenakalan remaja. Kenakalan remaja adalah bentuk luapan perasaan remaja atas permasalahan yang dihadapi dengan tindakan yang salah, pelanggaran yang dilakukan oleh remaja bersifat melanggar hukum, melanggar norma-norma, dan anti sosial. Cristedi Permana B 2012 menyatakan bahwa remaja di Desa Lantasan Baru berasal dari berbagai tingkatan sosial ekonomi keluarga, mulai dari sosial ekonomi tinggi, sosial ekonomi menengah hingga sosial ekonomi rendah. Jenis kenakalan yang dilakukan remaja beraneka ragam seperti remaja dari sosial ekonomi rendah melakukan kenakalan seperti berkelahi, mencuri, tawuran, bolos sekolah, menonton film porno, dan lain sebagainya. Remaja dari sosial ekonomi menengah seperti, Berkelahi, bolos sekolah, berjudi, 3 merokok, mencuri dalam rumah, kebut-kebutan,. Sedangkan remaja dari sosial ekonomi tinggi melakukan kenakalan seperti, berjudi, minum minuman keras, melakukan hubungan seksual, mengkonsumsi narkoba, dan lain sebagainya. Dalam konteks remaja, seorang individu memiliki perubahan- perubahan yang sangat signifikan, baik perkembangan fisik, kognitif, maupun sosial dan emosional. Pada masa ini individu membutuhkan banyak perhatian dan kasih sayang dari keluarga maupun lingkungan sekitarnya. Perhatian dan kasih sayang mempengaruhi seorang anak mampu atau tidaknya dalam menghadapi masalah yang terjadi pada dirinya. Schilling, Aseltime dkk. dalam Reich, et.al, 2010 Muhammad Iqbal. 2011, mengkaji bahwa ada hubungan yang nyata antara kondisi kesehatan psikologis yang dialami remaja berusia 18-22 tahun secara partikular dengan kemunduran dalam kondisi sosioekonomi. Dimana remaja dalam kondisi sosioekonomi yang rendah akan rentan menghadapi masalah-masalah psikologis. Hal ini menggambarkan bahwa remaja yang menghadapi tekanan baik karena kondisi sosioekonomi yang rendah, lingkungan, maupun sikap diskriminasi remaja yang berbeda dalam kesenjangan sosial, akan menghadapi ancaman serius dalam tahap perkembangan yang sedang dijalani. Dalam menghadapi berbagai masalah yang terjadi pada seorang individu diperlukan kemampuan individu agar dapat beradaptasi terhadap kondisi tersebut dimana dapat meningkatkan 4 potensi diri setelah menghadapi situasi yang penuh tekanan. Kemampuan itulah yang dimaksud dengan daya lentur resiliensi. Resiliensi sebagai kemampuan untuk mengatasi rasa frustasi dalam permasalahan yang dialami oleh seorang individu. Individu yang resilien akan lebih tahan terhadap tekanan sehingga lebih sedikit mengalami gangguan emosi dan perilaku. Seorang anak apabila tidak berusaha untuk bangkit dari masalah dan tidak mampu menggontrol perilakunya maka akan terus terjerumus dalam masalahnya tersebut. Resiliensi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi adanya kenakalan-kenakalan tersebut. Apabila seorang individu memiliki resiliensi yang baik, maka seseorang mampu menyikapi setiap permasalahan dengan sikap positif. Untuk mengendalikan kenakalan dibutuhkan kemampuan dan daya tahan dalam menghadapi setiap permasalahan Endang Sri. 2015. Resiliensi yang dimiliki individu dapat mempengaruhi keberhasilan dalam beradaptasi pada situasi yang penuh tekanan dengan berbagai serta membantu individu dalam memecahkan suatu masalah. Seorang individu yang mampu mengontrol perilakunya mampu menyelesaikan masalah. Menurut Karen Reivich dan Andrew Shatte 2002, reselience adalah kapasitas untuk berespon secara sehat dan produktif ketika dihadapkan dengan kesengsaraan atau trauma, yang intinya untuk mengelola stres sehari-hari dalam kehidupan. Resilience daya tahan dapat didefinisikan sebagai kapasitas untuk bertahan dalam keadaan tertekan. Penelitian ilmiah yang telah 5 dilakukan lebih dari 50 tahun telah membuktikan bahwa resiliensi justru dapat menjadi kunci dari kesuksesan kerja dan kepuasan hidup dalam Ifdil Taufik. 2012 Suwarjo, 2008: 26, memandang daya lentur resilience sebagai kapasitas anak untuk menangani secara efektif berbagai tekanan, mengatasi tantangan hidup sehari-hari, bangkit kembali dari kekecewaan, kesalahan-kesalahan, trauma, dan suasana aversif, untuk mengembangkan tujuan-tujuan yang jelas dan realistis, untuk memecahkan masalah, berinteraksi secara nyaman dengan orang lain, serta memperlakukan diri sendiri dan orang lain dengan penuh hormat dan bermartabat. Resiliensi sebagai kemampuan ability untuk menghadapi tantangan-tantangan kehidupan secara bijaksana penuh perhitungan, percaya diri, bertanggung jawab, empati, dan penuh harapan Hariyanto. 2011. Kemudian Grotberg 1995: 5 mengemukakan faktor-faktor resiliensi berdasarkan sumber-sumber yang ada. Untuk kekuatan individu meliputi perasaan, sikap, dan keyakinan dalam diri pribadi digunakan istilah I Am, untuk dukungan eksternal meliputi hubungan kepercayaan, memperoleh kemandirian digunakan istilah I Have, sedangkan untuk kemampuan interpersonal digunakan istilah I Can. Dapat diketahui resiliensi adalah kemampuan yang perlu ditingkatkan agar seorang individu bisa menganggap suatu permasalahan menjadi hal yang wajar terjadi. 6 Dalam keadaan tertekan diharapkan remaja memiliki resiliensi yang baik, namun dalam kenyataannya masih terdapat siswa yang tidak resilien, cenderung kurang mampu dalam menghadapi masalah sehingga berdampak pada kehidupan sehari-harinya. Salah satu yang mempengaruhi resiliensi seseorang adalah tingkat religiusitasnya. Hal tersebut dibuktikan oleh Dhita Luthfi Aisha 2014 melalui penelitiannya dalam hubungan antara religiusitas dengan resiliensi pada remaja panti asuhan keluarga yatim Muhammadiyah Surakarta. Yang menyatakan hubungan positif yang sangat signifikan antara religiuisitas dengan resiliensi pada remaja. Jika religiusitas yang dimiliki remaja tinggi maka akan berpengaruh pula pada kemampuan resiliensinya sehingga akan terbentuk sikap-sikap positif, begitu juga sebaliknya religiusitas yang rendah akan mempengaruhi kemampuan resiliensi individu sehingga sikap-sikap yang terbentuk pada diri individu cenderung negatif. Religiusitas adalah hubungan antara mahluk dengan Tuhan yang berwujud ibadah yang dilakukan dalam sikap keseharian. Diartikan juga sebagai keyakinan atas adanya Yang Maha Esa yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dan alam sekitarnya, sesuai dengan tata keimanan dan tata peribadatan tersebut Menurut Wagnid dan Young dalam Reich, dkk, 2010 dalam mengembangkan resiliensi, peran religiusitas cukup penting, karena salah satu faktor internal yang mempengaruhi resiliensi adalah religiusitas dalam Dhita Lutfi A. 2014. Masih banyak permasalahan 7 yang muncul seperti ketidakmampuan anak untuk menjalin hubungan sosial, tidak percaya diri atau rendah diri karena berasal dari anak dengan orang tua ekonomi rendah dan permasalahan lainnya. Thouless 1992, menjelaskan tentang faktor-faktor religius, yaitu : 1. Faktor sosial : termasuk pendidikan dari orang tua, tradisi sosial; 2. Faktor pengalaman : keindahan, keselarasan dan kebaikan di dunia, konflik moral dan pengalaman emosi beragama; 3. Faktor kebutuhan : Kebutuhan-kebutuhan ini secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu : a Kebutuhan akan keamanan atau keselamatan, b Kebutuhan akan cinta kasih, c Kebutuhan untuk memperoleh harga diri, dan d Kebutuhan yang timbul karena adanya ancaman kematian; 4. Faktor intelektual. Religiusitas adalah apabila keputusan untuk menerima membuat individu menginternalisasi ajaran agama tersebut ke dalam dirinya. Sekolah menengah atas, SMA N 2 Karanganyar adalah sekolah yang menekankan nilai-nilai agama dalam setiap kegiatannya. Seperti melaksanakan sholat wajib secara berjamaah di masjid sekolah, infak tiap hari jumat dan terdapat mata pelajaran yang mempelajari bahasa arab yang menunjang siswa dalam mempelajari ilmu agama. Namun, meskipun memiliki nilai-nilai agama yang cukup baik masih ada siswa melanggar aturan-aturan sekolah, masih ada siswa yang melakukan kenakalan-kenakalan seperti membolos di jam pelajaran, berkata kotor, merokok di lingkungan sekolah, berkelahi. Selain itu terdapat banyak latar belakang dengan kondisi yang beragam. 8 Pernyataan ini berdasarkan pengamatan peneliti secara tidak langsung di SMA N 2 Karanganyar ketika ikut membaur dengan kelompok siswa, sekaligus sekolah yang akan peneliti gunakan sebagai subyek dalam penelitian ini untuk melihat pengaruh religiusitas terhadap relisiensi siswa. Siswa yang memasuki masa remaja memiliki permasalahan yang lebih kompleks dibandingkan dengan pada masa sebelumnya. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja pergaulan mereka lebih luas di mana pengaruh teman sebaya dan lingkungan sosial akan menuntut remaja dalam pola pikir dan beradaptasi. Masa remaja adalah salah satu masa yang sangat menentukan karena banyak mengalami perubahan pada psikis dan fisiknya, baik remaja awal, remaja pertengahan, remaja akhir. Secara fisik remaja dapat dikatakan berpenampilan dewasa, tetapi secara psikologis belum. Ketidakseimbangan ini menjadikan remaja berada dalam batin yang terombang-ambing. Dalam mengatasi konflik batin itu, maka mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan. Para remaja membutuhkan tokoh yang mampu diajak berdialog dan berbagi rasa. Dalam memenuhi kebutuhan batin ini, para remaja cenderung untuk bergabung dalam peer group temen sebaya, untuk saling berbagi rasa dan pengalaman. Kemudian untuk memenuhi kebutuhan emosionalnya, maka para remaja juga sudah menyenangi nilai-nilai etika dan estetika. Dalam kaitan ini pula 9 sebenarnya nilai-nilai agama dapat diperankan sebagai bimbingan rohaniah dan dapat meningkatkan resiliensi. Namun demikian, apa yang dialami oleh remaja selalu berbeda dengan apa yang mereka inginkan. Nilai-nilai ajaran agama yang selalu diharapkan dapat mengisi kekosongan batin mereka terkadang tidak sepenuhnya sesuai dengan harapan. Tak jarang para remaja mengambil jalan pintas untuk mengatasi masalah yang mereka alami itu. Dalam kondisi seperti itu, biasanya peer group ikut berperan dalam menentukan pilihan, hal tersebut masih dijumpai di lingkungan SMA N 2 Karanganyar Pelarian ini terkadang turut menjebak mereka ke arah perbuatan negatif dan merusak. Kasus narkoba, kebrutalan, maupun tindak kriminal merupakan bagian dari kegagalan remaja menemukan jalan hidup yang dapat menentramkan batin. Berdasarkan permasalahan yang ada di SMA 2 Karanganyar terkait dengan tingkat religiusitas dan resiliensi, maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui lebih lanjut tentang pengaruh tingkat religiusitas terhadap resiliensi pada siswa SMA N 2 Karanganyar.

B. Identifikasi Masalah

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

EFEKTIFITAS BERBAGAI KONSENTRASI DEKOK DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum L) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Colletotrichum capsici SECARA IN-VITRO

4 157 1

AN ANALYSIS ON GRAMMATICAL ERROR IN WRITING MADE BY THE TENTH GRADE OF MULTIMEDIA CLASS IN SMK MUHAMMADIYAH 2 MALANG

26 336 20

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

PENGARUH DIMENSI KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DI CAFE MADAM WANG SECRET GARDEN MALANG

18 115 26