commit to user 41
pembuatnya. Tidak dilihat akibat-akibat apa yang dapat timbul dari penjatuhan pidana itu, tidak memperhatikan masa ke depan baik
terhadap diri penjahat maupun masyarakat. Menjatuhkan pidana tidak dimaksudkan untuk mencapai sesuatu yang praktis, tetapi
bermaksud satu-satunya penderitaan bagi penjahat. Tindakan pembalasan di dalam penjatuhan pidana mempunyai 2 arah, yaitu:
1. Ditujukan
kepada penjahatnya
sudut subyektif
dari pembalasan.
2. Ditujukan untuk memenuhi kepuasan dari perasaan dendam
dikalangan masyarakat sudut obyektif dari pembalasan. Bila seseorang melakukan kejahatan, ada kepentingan hukum yang
terlanggar. Akibat yang timbul, tiada lain berupa suatu penderitaan baik fisik maupun psikis ialah berupa perasaan tidak senang, sakit hati,
amarah, tidak puas, terganggunya ketentraman batin. Timbulnya perasaan seperti ini bukan saja bagi korban langsung tetapi juga pada
masyarakat pada
umumnya. Untuk
memuaskan dan
atau menghilangkan penderitaan seperti ini sudut subyektif, maka kepada
pelaku kejahatan harus diberikan pembalasan yang setimpal sudut obyektif, yakni berupa pidana yang tidak lain adalah suatu
penderitaan pula. Oleh sebab itulah dapat dikatakan bahwa teori pembalasan ini sebenarnya mengejar kepuasan hati baik korban dan
keluarganya maupun masyarakat pada umumnya.
b. Teori Relatif atau Tujuan Utilitarian doel theorien
Penjatuhan pidana tidak untuk memuaskan tuntutan absolut pembalasan dari keadilan, tetapi pembalasan itu sebagai sarana
untuk melindungi kepentingan masyarakat, teori itu disebut :
1. Teori perlindungan masyarakat the theory of social defence ;
atau 2. Teori reduktif untuk mengurangi frekuensi kejahatan ;atau
commit to user 42
3. Teori tujuan utilitarian theory, pengimbalan mempunyai tujuan
tertentu yang bermanfaat. Pidana dijatuhkan bukan quia peccatum est orang berbuat
kejahatan melainkan ne peccetur agar orang tidak melakukan
kejahatan. Teori ini melihat pemidanaan dari segi manfaat atau kegunaannya dimana yang dilihat adalah situasi atau keadaan yang
ingin dihasilkan dengan dijatuhkannya pidana itu. Di satu pihak, pemidanaan dimaksudkan untuk memperbaiki sikap atau tingkah
laku terpidana dan di pihak lain pemidanaan itu juga dimaksudkan untuk mencegah orang lain dari kemungkinan melakukan perbuatan
yang serupa. Pandangan ini dikatakan berorientasi ke depan forward-looking dan sekaligus mempunyai sifat pencegahan
detterence. Menurut ahli hukum Seneca yang menganut teori ini berpendapat bahwa: Nemo prudens punit quia peccatum est, sed ne
peccetur No reasonable man punishes because there has been a wrong doing, but in order that there should be no wrong doing , The
US Department of State publication, Rights of the People: Individual Freedom and the Bill of Rights and
Rights of the Accused
, 2008:1.
c. Teori Gabungan multifungsi vernegings theorien Pembalasan sebagai asas pidana dan beratnya pidana tidak boleh
melampaui pembalasan yang adil. Dalam ajaran ini diperhitungkan adanya pembalasan, prevensi general, serta perbaikan sebagai tujuan
pidana. Penganut teori ini antara lain Pellegrino Rossi, Binding, Merkel, Kohler, Richard Schmid dan Beling. Ciri dari teori gabungan
ini antara lain: 1. Pembalasan bertujuan membuat pelaku menderita
2. Prevensi dilakukan untuk merehabilitasi pelaku kejahatan
commit to user 43
3. Hasil utama melindungi masyarakat dan melindungi hak pelaku kejahatan berdasar hak asasi manusia.
Teori gabungan ini mengakui restorative justice dimana pelaku harus mengembalikan keadaan pada kondisi semula, keadilan bukan
saja menjatuhkan sanksi namun memperhatikan keadilan bagi korban
http:donxsaturniev.blogspot.com201008teori-teori- pemidanaan .html11 November 2010 pukul 20.11 WIB. Restorative
justice mengembalikan konflik kepada pihak-pihak yang paling terkena pengaruh yaitu korban, pelaku dan “kepentingan komunitas”
mereka dan memberikan keutamaan pada kepentingan-kepentingan mereka. Restorative justice juga menekankan pada hak asasi manusia
dan kebutuhan untuk mengenali dampak dari ketidakadilan sosial dan dalam cara-cara yang sederhana untuk mengembalikan mereka
daripada secara sederhana memberikan pelaku keadilan formal atau hukum dan korban tidak mendapatkan keadilan apapun. Kemudian
restorative justice juga mengupayakan untuk merestore keamanan korban, penghormatan pribadi, martabat, dan yang lebih penting
adalah sense of control. Secara rinci restorative model mempunyai beberapa karakteristik yaitu:
1. Kejahatan dirumuskan sebagai pelanggaran seorang terhadap orang lain dan diakui sebagai konflik;
2. Titik perhatian
pada pemecahan
masalah pertanggungjawaban dan kewajiban pada masa depan;
3. Sifat normatif dibangun atas dasar dialog dan negosiasi; 4. Restitusi sebagai sarana perbaikan para pihak,
rekonsiliasi dan restorasi sebagai tujuan utama; 5. Keadilan dirumuskan sebagai hubungan-hubungan hak,
dinilai atas dasar hasil; 6. Sasaran perhatian pada perbaikan kerugian sosial;
7. Masyarakat merupakan fasilitator di dalam proses restoratif;
8. Peran korban dan pelaku tindak pidana diakui, baik dalam masalah maupun penyelesaian hak-hak dan
kebutuhan korban. Pelaku tindak pidana didorong untuk bertanggung jawab;
commit to user 44
9. Pertanggungjawaban pelaku dirumuskan sebagai dampak pemahaman terhadap perbuatan dan untuk membantu
memutuskan yang terbaik; 10. Tindak pidana dipahami dalam konteks menyeluruh,
moral, sosial dan ekonomis; dan 11. Stigma dapat dihapus melalui tindakan restoratif,
http:alienjustitia.blogspot.comp perkembangan-teori- pemidanaan .html11 November 2010 pukul 20.21
WIB.
B. Kerangka Pemikiran
1. Bagan Kerangka Pemikiran Tindak Pidana
Kecelakaan Lalu Lintas Lanjar Sriyanto
Hak-Hak Terdakwa
KUHAP Pasal 50 – Pasal 68
Mendapat Bantuan Hukum dari
Penasihat Hukum Undang-Undang
Nomor.18 Tahun 2003 Tentang Advokat
Pembelaan Penasihat Hukum
Di dalam persidangan
Dasar hukum ? Teknik
Pembelaan ? Hambatan ?
Di luar persidangan
Teknik Pembelaan ?
Hambatan ?