39
adalah membaca buku suci yang diberikan kepadanya. Karena pelaksanaannya dilakukan di sel-sel maka disebut
juga cellulaire system b.
Auburn system : pada waktu malam ia dimasukkn dalam sel secara sendiri-sendiri, pada waktu siangnya diwajibkan
bekerja dengan narapidana lainnya, tetapi tidak boleh saling berbicara diantara mereka, biasa disebut dengan silent
system. c.
Progressive system : cara pelaksanaan pidana menurut sistem ini adalah bertahap, biasa disebut english ire
system.
30
3. Kurungan
Pidana kurungan ini lebih ringan pula dari pada pidana pejara. Lebih ringan antara lain, dalam hal melakukan pekerjaan yang
diwajibkan dan
kebolehannya membawa
peralatan yang
dibutuhkan terhukum sehari-hari, misalnya : tempat tidur, selimut, dan lain-lain. lamanya pidana kurungan ini telah ditentukan dalam
pasal 18 KUHP yang berbunyi : 1
Lamanya pidana kurungan sekurang-kurangnya satu hari dan paling lama satu tahun
2 Hukuman tersebut dapat dijatuhkan untuk paling lama satu
tahun empat bulan jika ada pemberatan pidana yang disebabkan karena gabungan kejahatan atau pengulangan, atau ketentuan
pada pasal 52 dan 52 a KUHP.
30
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012 , h.121
40
4. Denda
hukuman denda selain diancamkan pada pelaku pelanggaran juga diancamkan terhadap kejahatan yang adakalanya sebagai
alternative atau kumulatif. Jumlah yang dapat dikenakan pada hukuman denda ditentukan minum dua puluh sen, sedangkan
jumlah maksimum tidak ada ketentuannya. Mengenai hukuman denda telah diatur dalam pasal 30 KUHP
b. Pidana tambahan :
1. Pencabutan hak-hak tertentu
Mengenai pencabutan hak-hak tertentu diatur dalam pasal 35 KUHP yang berbunyi :
1 Hak si bersalah, yang boleh dicabut dalam putusan hakim
dalam hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini atau dalam undang-undang umum lainnya, adalah :
a. Menjabat segala jabatan atau jabatan tertentu
b. Masuk balai tentara
c. Memilih dan boleh dipilih pada pemilihan yang dilakukan
karena undang-undang umum d.
Menjadi penasehat atau wali, atau wa;I pengawas atau pengampu atau pengampu pengawas atas orang lain yang
bukan anaknya sendiri e.
Kekuasaan bapak, perwalian, dan pengampuan atas anaknya sendiri
f. Melakukan pekerjaan tertentu
2. Perampasan barang-barang tertentu
Karena suatu putusan perkara mengenai diri terpidana, maka barang yang dirampas itu adalah barang hasil kejahatan atau barang
milik terpidana yang digunakan untuk melaksanakan kejahatannya. Hal ini pun diatur dalam pasal 39 KUHP
3. Pengumuman putusan hakim
Hukuman tambahan yang dimaksud dalam hal ini adalah untuk mengumumkan kepada khalayak ramai umum agar dengan
demikian masyarakat umum lebih berhati-hati terhadap si terhukum. Biasanya ditentukan oleh hakim dalam surat kabar yang
mana, atau berapa kali, yang semuanya atas biaya siterhukum.
41
Mengenai cara-cara menjalankan pengumuman putusan hakim dimuat dalam putusan pasal 43 KUHP.
Selain itu ada juga pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat.Beberapa hal yang dapat dikemukakan berkaitan dengan pidana tambahan ini
pasal 102 jo.pasal 5 ayat 2 rancangan KUHP yaitu sebagai berikut : 1.
Dalam putusan dapat ditetapkan pemenuhan adat setempat, utamanya jika tindak pidana yang dilakukan menurut adat setempat seseorang
patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan.
2. Kewajiban adat tersebut dianggap sebanding dengan pidana denda
kategori I dan dapat dikenakan pidana pengganti jika kewajiban adat itu tidak dipenuhi atau tidak dijalani oleh terpidana yang dapat berupa
pidana ganti rugi.
31
E. Sanksi Perzinaan
Dalam mayarakat Batak Toba, ada tiga macam bentuk pelaku zina dan berbeda pula bentuk sanksinya , yaitu :
a. Pelaku zina merupakan laki-laki yang sudah menikah yang berhubungan
dengan perempuan yang masih perawanmangunturi boru atau mangaroaroai
32
namun dalam hal ini yang dikenai sanksi nantinya adalah pihak laki-laki karena laki-laki itulah yang sudah berbuat jahat pada
perempuan atau gadis itu. Pihak yang bersalah atau laki-laki harus mengakui kesalahannya manopati salana dan memberikan selembar kain
ulos kepada perempuan atau gadis itu diatas ni indahan dohot juhut pada waktu menyantap daging dan nasi, dimana pihak yang menyediakan
hidangan itu adalah istri, ibu dan saudara perempuannya. Pada saat
31
Bambang Waluyo, Pidana Dan Pemidanaan , Jakarta: Sinar Grafika, 2004 , h.23
32
J.C.Vergouwen, Masyarakat Dan Hukum Adat Batak Toba, h.355
42
menyantap hidangan tengah berlangsung, ia harus mengakui kesalahannya dan menyatakan jera mondak jora dihadapan tunangannya si perempuan
apabila sudah bertunangan, bapak atau saudara laki-lakinya dan para keluarga yang bersangkutan. Mereka ini mengambil bagian dalam
hidangan, dan sejumlah uang sebagai pernyataan bahwasanya hak mereka juga ikut dilanggar.
b. Pelaku zina yang sudah beristri kemudian melakukan zina dengan istri
orang lain targombang atau terdege di pinggol ni dalam
33
.Maka sanksi yang didapatnya adalah suami dari wanita itu mempunyai hak untuk
membunuh laki-laki itu. Sedangkan siistri tadi, apabila suaminya bersedia menerimanya kembali maka ia harus membayar sejumlah uang kepada
suaminya yang mengandung makna bahwasanya istri Parboru telah menyerahkan dirinya dalam keadaan yang sudah bersih pula.
c. Hubungan seksual yang dilakukan antara orang muda, marmainan
melacur, bertindak sebagai suami-istri sebelum kawin marpadan - padan
34
. Sanksi bagi pelaku zina muda-mudi ini ditentukan oleh keadaan dan hubungan antar mereka pula. Biasanya pelaku ini akan segera
dinikahkan. Tetapi, apabila pemuda meninggalkan perempuan yang sudah digaulinya, atau jika orang tuanya tidak menghendaki perkawinan maka
hukumannya lebih berat. Si pemuda wajib membayar ongkos pangurasion penyucian dan menenangkan hati parboru dengn memberikannya piso.
33
Ibid , h.356
34
Ibid, h.355
43
BAB III SANKSI PERZINAAN MENURUT HUKUM ISLAM
A. Pengertian perzinaan
Zina menurut bahasa adalah “Bersetubuh dengan perempuan yang
haram”
35
Didalam kitab Al- Fiqhu Al-Islami wa Adillatuhu disebutkan mengenai
pengertian zina sebagai berikut :
ا ٍدِحاَو ََْعَِِ ِعْرشلاَو ِةَغللا ِِْ ََِّزل
ِكْلُمْلا َِْْغ ِِ ِلُبُقْلا ِِ َةَأْرَمْلا ُلُجرلا َءَطَو َوُ َو :
ِتَهْ بُشَو
36
ِِ
Zina menurut bahasa dan istilah memiliki satu kesatuan makna, yaitu seorang laki
– laki menyetubuhi seorang wanita melalui qubul tanpa adanya hak kepemilikan yang sah Nikah.
Al- Jurjani mengungkapkan bahwa zina adalah
َا : ََِّزلَا ٍلاَخ ٍلُبُ ق ِِ ُئْطَوْل
ٍةَهْ بُشَو ٍكْلُم ْنَع
37
“memasukkan penis zakar ke dalam vagina farj bukan miliknya bukan istrinya dan tidak ada unsur syubhat atau kekeliruan.
35
Pengertian ini terdapat di dalam kamus Idris Marbawi, didalam kamus tersebut terdapat beberapa makna dari kalimat zina, namun menurut penulis, makna ini adalah makna yang
paling tepat, silahkan lihat Kamus Idris Marbawi, juz 1 , h.270
36
Wahbah Az-Zuhaili. Al-Fiqhu Al-Islami wa Adillatuhu, juz 7, h.5349
37
„Ali Al-Jurjani. Kitabu at-Ta‟rifat.Hal : 120. Pengertian ini juga dapat dilihat dalam buku karangan Eldin H Zainal, Hukum Pidana Islam Sebuah Perbandingan.h.113.
43
44
Lebih lanjut sebagian ulama mazhab mendefenisikan zina menjadi defenisi yang lebih luas, hal ini dapat dilihat sebagaimana ungkapan ulama
mazhab Hanafi sebagai berikut :
َو َق ْد
َذ َك َر
َلا َ ِف ي
ُة َ ت ْع
ِر ْي ُم ًاف
َط و
ُ ي ًا َ ب
ُِّي َض
َو ِبا َط
ِّزلا ََ
ْلا ُم ْو
َج َب
ِل ْل َح
ِّد َ ف ،
َق ُلا ْو
ُ :ا َو
ْلا َو ْط
ُء َْلا
َر ُما ِِ
ُ ق ُب ِل
ْلا َم ْر َأ
ِة َْلا
ي ِة ْلا
ُم ْش
َ ت َه ِةا
ِِ َح
َلا ِة ِْاا
ْخ ِت َي ِرا
ِِ ََ
ِرا ْلا
َع ْد ِل
ِم ، ْن
ِا ْل َ ت َز َم
َأ ْح
َك ُما
ِْلا ْس
َل ُم
َلا ، ِلا
َع ْن
َح ِق ْ ي َق
ِة ْلا
ُم ْل ِك
َو ، َح ِق
ْ ي َق ِة
ِّلا َك
ِحا ،
َو َع ْن
ُش ْ ب َه ِة
ْلا ُم ْل
ِك َو ،
َع ْن
ُش ْ ب َه ِة
ِّلا َك
ِحا َو ،
َع ْن
ُش ْ ب َه ِة
ِْاا ْش ِت
َب ِا ِِ
َم ْ و
ِض ِع
ِْاا ْش ِت
َب ِا ِِ
ْلا ُم ْل
ِك َو
ِّلا َك
ِحا َِج
ْي ًاع
38
.
Artinya :Ulama Hanafiyah telah menyebutkan pengertian zina secara jelas serta hal hal yang mewajibkan had atas pelakunya. Zina ialah memasukkan
kemaluan laki laki ke faraj perempuan yang hidup, baligh dan berakal, tidak dalam kondisi dipaksa, dilakukan di Negara yang mengatur hukum zina,
pelakunya mengetahui hukum islam, tidak ada ikatan pernikahan. Berdasarkan defenisi diatas, secara tidak langsung ulama Hanafiyah
mengungkapkan syarat – syarat yang harus dipenuhi bagi pelaku zina sehingga
dapat dijatuhkan hukuman had padanya. Dengan demikian jelaslah bahwa perbuatan zina pada hakikatnya adalah persetubuhan yang diharamkan, namun
untuk menjatuhkan hukuman terhadap pelakunya haruslah dipenuhi beberapa syarat tertentu.
Ulama Malikiyah mendefinisikan zina dengan me-wa-thi-nya seorang laki-laki mukallaf terhadap faraj wanita yang bukan miliknya dilakukan dengan
sengaja.Ulama Syafi‟iyah mendefinisikan bahwa zina adalah memasukkan zakar
38
Abu Bakr bin Mas‟ud, Bada‟ius Shana‟i. juz 9. h.178