Perkawinan Keadaan Sosial Masyarakat Adat Batak Toba

27 karena itu tidak akan merupakan keputusan hukum dan kalau pihak itu misalnya nenek moyang yang sudah meninggal, maka keputusan yang menentukan kewajiban pihak ke satu ke pihak kedua itu bukanlah hukum, melainkan suatu keputusan yang merumuskan suatu kewajiban keagamaan. d. Attribute of sanction menentukan bahwa keputusan-keputasan dari pihak berkuasa itu harus dikuatkan dengan sanksi dalam arti seluas-luasnya. Sanksi itu bisa berupa sanksi jasmaniah berupa hukuman tubuh dan deprivasi dari milik yang misalnya amat dipentingkan dalam sistem-sistem hukum bangsa-bangsa Eropa, tetapi juga sanksi rohani seperti misalnya menimbulkan rasa takut, rasa malu, rasa dibenci dan sebagainya 18 maka ritus-ritus yang di lakukan masyarakat Batak Toba terhadap pelanggaran na tarboan-boan rohana, marsumbang dan marpadanpadan merupakan hukum adat karena dalam pelaksanaanya terdapat keterlibatan pemimpin Authority, berlaku umum Universal, bersifat Obligationyang dimana masyarakat berhak untuk menangkap dan menuntut pelaku dan perlaku wajib untuk melakukan pertobatanManopotiPauli Uhum, serta adanya sanksi berupa Manjuhuti Mangindahani.

2. Delik adat

Mengenai hukum pelanggaran digunakan istilah Panguhumon Ta Angka Parsala, yang berarti hukum dalam hal mereka yang berbuat salah, pengadilan terhadap mereka serta hukuman yang dijatuhkan.Sala berarti kesalahan, perbuatan tercela, pelanggaran; Parsalaorang yang melakukan suatu kesalahan, orang yang melakukan pelanggaran.Istilah parsala agak luas penerapanya daripada 18 Koentjaraningrat,Pengantar Ilmu Antropologi, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, h. 202 28 pengaloasi orang yang menyalahi, karena mangaloasi menyalahi yang menyangkut peraturan dan tata tertib yang secara khusus diumumkan sebagai peraturan yang harus dipatuhi, sedangkan parsala dapat juga berarti sesuatu yang tidak boleh dilakukan, dalam arti yang lebih umum 19 . Pada zaman dulu kejahatan berat akan dijatuhi hukuman mati atau hukuman penjara. Jika orang yang bersalah tidak mampu membayar denda, maka ia harus diserahkan kepada pihak ketiga atau yang kena cedera yang dapat menjualnya sebagai budak, atau membunuhnya dengan membiarkannya dimangsa oleh hewan buas. Nyawa diganti dengan nyawa Hosa Ali Ni Hosa, itulah prinsip yang dipegang dalam hal pembunuhan atau penjagalan orang. Orang yang bersalah akan dipasung sambil menunggu keputusan yang dijatuhkan untuknya, hal ini dilakukan sebagai cara dari pihak yang dicederai untuk mendapat tebusan dari kerabat si pelanggar. Tetapi pada masa sekarang hal ini sudah tidak diberlakukan lagi. Ada banyak tindakan yang termasuk sebagai pelanggaran dalam masyarakat adat Batak Toba, namun akan dibahas tentang tindakan penculikan bagi masyarakat Batak Toba. Tindakan penculikan bagi masyarakat Batak Toba tidak hanya merugikan pihak terkait keluarga korban juga terhadap kepala dan ketentraman serta kedamaian di dalam masyarakat. Jika terjadi kasus penculikan, tiba-tiba akan terdengar hentak dan tepuk pada lantai batu seperti yang lazim pada suatu tarian, dan orang pun akan mengalir berduyun-duyun untuk memberi bantuan kepada yang empunya hajat. “Kendang bertalu-talu, harimau mengaum” 19 J.C. Vergouwen, Masyarakat Dan Hukum Adat Batak Toba., h.484 29 terdengar pada waktu seluruh wilayah dalam keadaan cemas begitu rupa sehingga semua orang berhimpun untuk memuntahkan perasaan hati. Oleh karena itu, selain pihak yang tersinggung harus menerima pemuasan, kepala jugaharus ikut serta ketika hukuman harus dijalani dengan cara menghidangkan nasi dan daging dan ketika denda dan sebagainya harus dibayar. Berdasarkan fakta di atas bisa diketahui bahwa Panguhumon Ta Angka Parsalamerupakan hukum karena telah memenuhi 4 tanda hukum, yakni :Authority, Obligation, Universal, dan Sanction 20 dan memiliki budaya hukum yang bersifat partisipan.

3. Agama

Tanah batak dipengaruhi oleh beberapa agama, seperti Islam dan Protestan. Agama ini masuk pada Abad ke-19. Masyarakat Batak pada umumnya beragama kristen dan hanya sedikit yang memeluk agama Islam. Walaupun demikian masyarakat perdesaan suku Batak tetap mempertahankan agama aslinya. Orang batak percaya bahwa, yang menciptakan alam semesta ini adalah Debataompung Mulajadi Na Bolon. Dia tinggal diatas langit dan mempunyai nama-nama sesuai tugasnya. Suku batak memiliki tiga konsep dalam masalah roh, tondi, sahala, dan begu. Tondi adalah jiwa orang itu sendiri dan sekaligus juga merupakan kekeuatan. Sahala ialah jiwa kekuatan yang dimiliki oleh seseorang yang di dapati melalui pembelajaran. Begu ialah tondinya orang yang meninggal. 20 Hilman Hadikusuma, Antropologi Hukum Indonesia, Alumni Bandung , 2010, h.93 . 30

B. Pengertian Perzinaan

Bentuk perbuatan hubungan seksual yang dapat dikategorikan tindak pidana zina adalah hubungan seksual antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dengan tanpa adanya ikatan perkawinan yang sah. Didalam hukum positif hal ini diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP pada pasal 284, yaitu hubungan seksual atau persetubuhan di luar perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan yang kedua-duanya atau salah satunya masih terikat dalam perkawinan dengan orang lain. 21 Menurut R.Soesilo zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya. Dalam hal ini persetubuhan dilakukan harus dengan suka sama suka, tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak. 22 Dalam hukum positif terdapat istilah Fornication dan Adultery.Tokoh hukum positif Sue Titus Ried mendefinisikan Fornication sebagai hubungan seksual yang tidak sah antara dua orang yang masing-masing tidak terikat perkawinan. 23 Sedangkan Adultery adalah hubungan seksual yang dilakukan antara dua orang yang apabila keduanya atau salah satunya terikat perkawinan dengan orang lain. 24 21 Neng Djubaedah, Perzinaan Dalam Peraturan Perundang-Undangan Diindonesia Ditinjau Dari Hukum Islam , Jakarta:Kencana, 2010, h.65 22 R.Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP, h.209 23 Djubaedah, Perzinaan Dalam Peraturan Perundang-Undangan Diindonesia, h.183 24 Ibid, h.200