59
d. Hukuman ta‟zir, yaitu yang ditetapkan untuk jarimah-jarimah
ta‟zir
E. Sanksi Perzinaan
Didalam hukum Islam ada dua macam pelaku zina yaitu pelaku zina ghair muhshan dan pelaku zina muhshan yang tentunya sanksinya berbeda pula.Bahkan,
untuk sanksi pezina bagi pelaku zina baik itu laki-laki maupun perempuan dibedakan pula menjadi dua macam, yaitu sanksi rajam dan dera dan ditambahkan
pula dengan hukuman pengasingan.Dan sanksi bagi orang yang merdeka pun berbeda dengan orang yang tidak merdeka budak atau hamba sahaya
56
.
1 Sanksi bagi pelaku zina Ghair Muhshan
Zina ghair muhshan adalah zina yang pelakunya adalah laki-laki dan perempuan yang belum berkeluarga. Sanksi bagi pelaku zina ghair
muhshan ini ada dua macam yaitu : a.
Hukuman dera seratus kali Apabila jejaka dan gadis melakukan perbuatan zina, maka mereka
akan dikenakan hukuman dera seratus kali, hal ini berdasarkan pada firman Allah dalam surah An-Nur ayat 2 :
56
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam , h.29
60
Artinya : “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap
seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika kamu beriman
kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-
orang yang beriman.” Hukuman dera adalah hukuman had, yaitu hukuman yang sudah
ditentukan oleh syara‟. Oleh karena itu hakim tidak boleh mengurangi, menambahi atau menunda pelaksanaannya, ataupun menggantinya dengan
hukuman yang lain. disamping itu telah ditentukan oleh hukuman syara‟, hukuman dera ini merupakan hak Allah atau hak masyarakat, sehingga pemerintah
atau individu tidak berhak memberikan pengampunan.
57
b. Hukuman pengasingan selama satu tahun
Terdapat perbedaan dikalangan ulama mengenai hukuman pengasingan ini.Menurut Imam Abu Hanifah dan kawan-kawannya hukuman pengasingan ini
tidak wajib dilaksanakan, akan tetapi mereka membolehkan bagi imam untuk menggabungkan antara dera seratus kali dan pengasingan apabila hal itu dianggap
maslahat. Dengan demikian menurut mereka hukuman pengasingan itu bukan mer
upakan hukuman had, melainkan hukuman ta‟zir.
58
57
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h.30
58
ibid
61
Mengenai waktu pelaksanaan hukumannya, ulama berbeda pendapat, apakah sanksi cambuk seratus kali dan pengasingan selama satu tahun harus
diberlakukan secara bersamaan atau tidak. Masalah ini dijelaskan oleh Al-Jaziri sebagai berikut :
a. Mazhab maliki
Ulama Mazhab Maliki berpendapat bahwa seorang perjaka merdeka yang melakukan jarimah zina harus dikenai sanksi
pengasingan setelah dicambuk seratus kali.Pengasingan harus dilakukan selama satu tahun ditemoat yang jauh dari tanah
airnya.Hal ini dimaksudkan sebagai celaan bagi pelaku dan menjauhkannnya dari tempat berlangsungnya perzinaan. Jika
pelaku masih bercokol ditempat semula, ia akan menjadi bahan cercaan, bahkan masyarakat yang sedang di masjid dan
perkumpulan lain akan mudah mendapatkan dosa akibat pergunjingan yang mereka lakukan. Oleh karena itu,
pengasingan menjadi lebih baik bagi si pelaku dan masyarakat sekitar.
Adapun bagi gadis yang melakukan jarimah zina, sanksi pengasingan tidak berlaku. Sebab, kalau gadis dihukum dengan
pengasingan dikhawatirkan akan mengakibatkan munculnya fitnah. Disamping itu, syariat islam juga melarang perempuan
untuk bepergian sendirian tanpa mahram. Oleh karena itu,
62
gadis pezina harus tetap tinggal dirumah dan menjauhkan diri dari khalayak ramai.
b. Mazhab syafi‟I dan Hanbali
Kedua mazhab ini berpendapat bahwa pelaku zina ghairu muhshan yang kedua-duanya berstatus merdeka dan dewasa,
diberlakukan sanksi cambuk seratus kali dan diasingkan ketempat yang jauh.Dengan demikian, mereka merasakan
sengsaranya jauh dari keluarga dan tanah air akibat jarimah yang telah mereka lakukan. Hukuman seperti inilah yang
pernah diberlakukan oleh abu bakar, umar, utsman, dan ali,
59
sehingga sebagian ulama mengatakan bahwa ketentuan ini merupakan ijma‟. Umar bin Khatab pernah mengasingkan
pezina ghairu muhshan ke syam, sedangkan utsman sampai ke Mesir dan Ali sampai ke Bashrah
60
. Ada ketentuan khususbagi si gadis, dimana si gadis harus disertai mahram yang akan
menemani dan mengurusnya ditempat pengasingan
61
. c.
Mazhab Hanafi
59
Abu al-mawabib abdul wahbab bin ahmad bin ali al-anshari al- sya‟rani, Al-Mizan Al-
Kubra, singapura:s ulaiman mar‟i. h.154
60
Abu al-hasan ali bin muhammad bin habib al-mawardi, Hawi Al-Kabir, beirut: dar al- fikr, 1994, jilid XVII, h.19
61
Abdurrahman al-juzairi, Al- Fiqh „Ala Madzahib Al-Arba‟ah, beirut: dar al-fikr, 1996,
cet. Ke-1, jilid V, h.64-65