Penutup. Sanksi Perzinaan Di Masyarakat Adat Batak Toba Dalam Persepektif Hukum Islam
20
Dalam masyarakat Batak Toba yang garis keturunannya berdasarkan pada genealogis patrilinial yaitu garis keturunan dari pihak laki-laki atau bapak, maka
yang menjadi anggota majelis hakim adalah petua-petua adat menurut garis keturunan laki-laki.Salah satu prinsip dasar hukum tradisinal adalah hukum itu
tidak dapat diubah.Hukum itu diibaratkan seperti adat istiadatleluhur yang pertama kali lahir kedunia.Satu konsep yang memuja kearifan nenek moyang yang
merumuskan hukum sekaligus mendukung otoritasnya, dimana pada masa itu hukum mendapat kesucian dari pada leluhur.
Prinsip seperti ini tidak berjalan lagi pada masa sekarang, walaupun pada waktu yang lampau masyarakat berpegang teguh pada prinsip ini. Karena pada
akhirnya mereka berfikir bahwa apa yang diterapkan dilingkungan tempat tinggalnya berbeda pula dengan daerah lainnya. Umpama perbedaan itu
diperlihatkan pada pribahasa berikut : Muba tano, muba duhut-duhutna,
Muba luat, muba uhumna, Lain bumi, lain rumputnya,
Lain daerah, lain pula hukumnya
Jadi, jelaslah bahwa hukum yang berlaku pada didaerah toba berbeda pula dengan daerah lainnya dan tidak boleh pula diberlakukan hukum Batak Toba di
daerah lainnya apabila tidak sesuai. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan adat adalah ikatan sedarah dalam
marga.Dimana marga artinya, misalnya Saragih, kesatuan adatnya adalah marga
21
Saragih dengan marga lainnya.Berhubung bahwa adat Batak atau tradisi Batak sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan dengan waktu dan tempat
berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah. Secara umum orang Batak Toba menyebut dirinya keturunan raja anak ni
raja. Karena itu mereka semua adalah raja. Namun yang dimaksud adalah raja dalam arti kehormatan. Memang dikenal juga raja yang dikaitkan dengan jabatan,
walaupun setelah tidak memegang jabatan struktural itu, yang bersangkutan tetap dipanggil raja namun sudah dalam arti yang umum. Orang Batak Toba mengenal
jenis kepemimpinan sebagai berikut : 1.
Raja Huta, yakni pemimpin tertinggi di dalam satu huta atau kampung pemukiman. Secara tradisi biasanya pendiri kampung dipilih rakyatnya
menjadi Raja Huta. Kemudian ditentukan siapa yang menjadi raja pandua atau Raja kedua wakil raja.
2. Raja Horja, yaitu Raja yang memimpin beberapa huta kampung yang
bergabung menjadi satu horja. Raja dipilih dari para Raja Huta yang bergabung dalam federasi Horja. Demikian juga wakilnya. De Boer
menyebutkan bahwa Raja Horja adalah kesatuan kolektif pemimpin horja yang bernama Raja Parjolo, Raja Partahidan Raja Pandapotan.
3. Raja Bius, yaitu Raja yang memimpin upacara di dalam satu
persekutuan bius.Raja bius dipilih dari setiap kumpulan Horja. Dinamakan juga Raja Pandapotan dipilih dalam satu rapat warga. Dia berkemampuan
memimpin dan menyelenggarakan upacara keagamaan bersama raja