Manfaat Takhrîj al-Hadîś

itu, peneliti terlatih berkemampuan menyingkap makna kandungan hadis. Sedangkan diantara kesulitannya adalah terkadang peneliti tidak memahami kandungan hadis atau kemungkinan hadis memiliki topik ganda. 16 3 Takhrîj dengan Permulaan Matan Bi Awwal al-Matan Takhrîj menggunakan permulaan matan dari segi hurufnya, misalnya awal suatu matan dimulai dengan huruf mim maka dicari pada bab mim, jika diawali dengan huruf ba maka dicari pada bab ba, dan seterusnya. Takhrîj seperti ini diantaranya dengan menggunakan Kitab al-Jâ mi’ al-ŞaƷîr atau al-Jâmi’ al-Kabîr karangan as-Suyuthi dan Mu’jam Jâmi’ al-Uşul fi Ahadiś al-Rasûl, karya Ibnu al-Atsir. Diantara kelebihan metode ini adalah dapat menemukan hadis yang dicari dengan cepat dan mendapatkan hadisnya secara utuh atau keseluruhan, tidak penggalan saja sebagaimana metode-metode sebelumnya. Akan tetapi, kesulitannya bagi seseorang yang tidak ingat permulaan hadis. Khawatir yang diingatnya itu sebenarnya penggalan dari pertengahan atau akhiran hadis, bukan permulaannya. 17 4 Takhrîj Melalui Perawi yang Paling Atas Bi al-Râwi al-A’lâ Takhrîj ini menelusuri hadis melalui perawi yang paling atas dalam sanad, yaitu dikalangan sahabat mutta şil isnâd atau tabi’in dalam hadis mursal. Artinya, penelitui harus mengetahui terlebih dahulu siapa sanadnya dikalangan sahabat atau tabi’in. Diantara kitab yang digunakan dalam metode ini adalah kitab Musnad atau al- A IJrâf. Seperti Musnad Ahmad bin Hanbal, Tuhfat al-Asyrâf bi Ma’rifat al-AIJraf karya al-Mizzi, dan lain-lain. Kitab Musnad adalah pengkodifikasian hadis-hadis yang sistematikanya didasarkan pada nama-nama sahabat atau nama- nama tabi’in sesuai dengan urutan sifat tertentu. Adapun al-A IJrâf adalah kitab hadis yang menghimpun 16 Ibid., h.137. 17 Ibid., h.137-139. beberapa hadisnya para sahabat atau tabi’in sesuai dengan urutan alphabet Arab dengan menyebutkan sebagian dari lafal hadis. Diantara kelebihan metode takhrîj ini adalah memberikan informasi kedekatan pembaca dengan pen-takhrîj hadis dan kitabnya. Berbeda dengan metode-metode lain yang hanya memberikan informasi kedekatan dengan pen-takhrîj-nya saja tanpa kitabnya. Sedangkan kesulitan yang dihadapi adalah jika seorang bpeneliti tidak ingat atau tidak tahu nama sa habat atau tabi’in yang meriwayatkannya, disamping campurnya berbagai masalah dalam satu bab dan tidak terfokus pada satu masalah. 18 5 Takhrîj dengan Sifat Bi al-Şifah Telah banyak disebutkan sebagaimana pembahasan di atas tentang metode takhrîj. Seseorang dapat memilih metode mana yang tepat untuk ditentukannya sesuai dengan kondisi orang tersebut. Jika suatu hadis telah dapat diketahui sifatnya, misalnya Mauđu’ 19 , Şahih, Qudsî 20 , Mursal 21 , Masyhûr 22 , Mutawâtir 23 dan lain-lain, sebaiknya di-takhrîj melalui kitab-kitab yang telah menghimpun sifat-sifat tersebut. Misalnya, hadis mauđu’ seperti al-Mauđu’ât karya Ibnu al- Jauzi, mencari hadis mutawatir, Takhrîj-lah melalui kitab al-Azhâr al-Mutan âśirah ‘an Al-Akhbâr al-Mutawâtirah, karya al-Suyuthi, dan lain-lain. Di sana seseorang akan mendapatkan informasi tentang 18 Ibid. 19 Hadis Mauđu’ adalah hadis yang diada-adakan, dibuat, dan didustakan seseorang pada Rasulullah SAW. Lihat Ibid., h. 225; Mahmûd al- ıahhân, Taisîr Musthalâh al-Hadiś, Surabaya: Al-Hidayah, 1985, h. 89; Jalâl al-Dîn al- SuyûIJî, Tadrîb al-Râwî fi Syarh Tadrîb al- Nawâwî, Beirut: Dâr al-Kutub al- ‘Ilmiyyah, 2009, h. 205; Abu al-Hasan al-Sulaimanî, al- Jawahir al-Sulaimaniyyah Syarh al-Man żûmah al-Baiqûniyyah, Riyâđ: Dâr al-Kayyan, 2005, h. 373. 20 Hadis Qudsî adalah Hadis yang dipindahkan dari Nabi s.a.w. serta penyandarannya kepada Allah s.w.t. Lihat Khon, op. cit., h. 247; al- ıahhân, op. cit., h. 127. 21 Hadis Mursal adalah hadis yang diriwayatkan oleh tabi’in dari Nabi, baik dari perkataan, perbuatan, atau p ersetujuan, baik tabi’in senior atar junior tanpa menyebutkan penghubung antara seorang tabi’in dan Nabi s.a.w. yaitu seorang sahabat. Lihat Khon, op. cit., h. 191; Bakkâr. op. cit., h. 245; al- SuyûIJî, op. cit., h. 140; al-Sulaimânî, op. cit., h. 210. 22 Hadis Masyhûr adalah hadis yang diriwayatkan oleh lebih dari tiga perawi, namun tidak sampai kepada derajat mutawâtir. Lihat Khon, op. cit., h. 151; Bakkâr. op. cit., h. 88, al- SuyûIJî, op. cit., h. 389; al-Sulaimanî, op. cit., h. 167. 23 Hadis Mutawâtir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah orang banyak yang mustahil menurut tradisi mereka sepakat untuk berdusta dari sesama jumlah banyak dari awal sanad sampai akhir. Lihat Khon, op. cit., h. 164; Bakkâr. op. cit., h. 77.