Pengertian Takhrîj al-Hadîś

b. Melalui takhrîj dapat memperjelas keadaan sanad suatu hadis, apakah şahih, hasan atau đaîf, marfû’ atau munqathî’ dan sebagainya c. Melalui takhrîj juga dapat diperoleh aneka pendapat ulama tentang status suatu hadis tersebut d. Melalui takhrîj dapat memperjelas arti kalimat asing yang terdapat dalam suatu sanad e. Melalui takhrîj dapat dipahami kapan dan di mana kejadian yang ada di dalam hadis itu timbul f. Melalui takhrîj dapat dipahami sebab-sebab timbulnya hadis tersebut g. Secara global melalui takhrîj ini dapat diperoleh sejumlah perawi dan kualitas sanad sebuah hadis berikut sejumlah redaksi dari sebuah matan hadis. 12

3. Metode Takhrîj al-Hadîś

Sebelum seseorang melakukan takhrîj suatu hadis, terlebih dahulu ia harus mengetahui metode atau langkah-langkah dalam takhrîj sehingga akan mendapatkan kemudahan. Hal pertama yang perlu dimaklumi adalah bahwa teknik pembukuan buku-buku hadis yang telah dilakukan para ulama dahulu memang beragam dan banyak sekali macam- macamnya. Karena banyaknya teknik dalam pengkodifikasian buku hadis, sangat diperlukan beberapa metode takhrîj yang sesuai dengan teknik buku hadis yang ingin diteliti. Paling tidak ada 5 metode takhrîj dalam arti penelusuran dari sumber buku hadis, antara lain: 1 Takhrîj dengan Kata Bi al-Lafżi Yaitu penelusuran melalui katalafal matan hadis, baik dari permulaan, pertengahan, dan atau akhiran. Kamus yang diperlukan metode takhrîj ini salah satunya yang paling mudah adalah Kamus al- Mu’jam al-Mufahras li Alfâť al-Hadiś al-Nabawî yang disusun A.J. Wensinck dan kawan-kawan sebanyak 8 jilid. Lafal-lafal hadis 12 Ulama’i, Melacak Hadis Nabi SAW, h.4-5. Lihat juga al-ıahhân, op. cit., h. 12. yang dimuat dalam kitab al- Mu’jam ini bereferensi pada kitab induk hadis sebanyak 9 kitab kutub al- tis’ah. 13 Al- Mu’jam hanya menunjukkan tempat hadis tersebut dalam 9 kitab hadis diatas. Maka tugas peneliti berikutnya menelusuri hadis tersebut ke dalam berbagai kitab hadis sesuai dengan petunjuk al- Mu’jam untuk dihimpun dan dianalisis perbandingan. Metode takhrîj dengan lafal ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Diantara kelebihannya adalah hadis dapat dicari melalui kata mana saja yang diingat peneliti, tidak harus dihafal seluruhnya dan dalam waktu relatif singkat seorang peneliti akan menemukan hadis yang dicari dalam beberapa kitab hadis. Sedangkan diantara kesulitannya adalah seorang peneliti harus menguasai ilmu şaraf tentang asal-usul suatu kata. 14 2 Takhrîj dengan Tema Bi al-Mauđu’ Arti takhrîj kedua ini adalah penelusuran hadis yang didasarkan pada topik ma uđû’, misalnya bab al-Khatam, al- Khadîm, al- ƶusl, al-đahiyah, dan lain-lain. Seorang peneliti hendaknya sudah mengetahui topik suatu hadis kemudian ditelusuri melalui kamus hadis tematik. Salah satu kamus hadis tematik adalah Miftâh min Kunûz al-Sunnah oleh Dr. Fuad Abdul Baqi, terjemahan dari aslinya berbahasa Inggris A Handbook of Early Muhammadan karya A.J Wensink pula. Kitab-kitab yang menjadi referensi Kamus Miftâh tersebut sebanyak 14 Kitab, lebih banyak daripada takhrîj bi al-laf żi diatas, yaitu 9 kitab sebagaimana diatas ditambah 6 kitab lain, yaitu Musnad Abu Dâwud al- ıayalisî, Musnad Zaid bin ‘Ali, Sîrah Ibnu Hisyam, Ma Ʒazi al-Waqidi dan Thabaqât Ibnu Sadin. 15 Diantara kelebihan metode ini, peneliti hanya mengetahui makna hadis, tidak diperlukan harus mengingat permulaan matan teks hadis, tidak perlu harus menguasai asal usul kata, dan tidak perlu juga mengetahui sahabat yang meriwayatkannya. Disamping 13 Khon, Ulumul Hadis, h.132-133. 14 Ibid., h. 134. 15 Ibid., h. 134-135. itu, peneliti terlatih berkemampuan menyingkap makna kandungan hadis. Sedangkan diantara kesulitannya adalah terkadang peneliti tidak memahami kandungan hadis atau kemungkinan hadis memiliki topik ganda. 16 3 Takhrîj dengan Permulaan Matan Bi Awwal al-Matan Takhrîj menggunakan permulaan matan dari segi hurufnya, misalnya awal suatu matan dimulai dengan huruf mim maka dicari pada bab mim, jika diawali dengan huruf ba maka dicari pada bab ba, dan seterusnya. Takhrîj seperti ini diantaranya dengan menggunakan Kitab al-Jâ mi’ al-ŞaƷîr atau al-Jâmi’ al-Kabîr karangan as-Suyuthi dan Mu’jam Jâmi’ al-Uşul fi Ahadiś al-Rasûl, karya Ibnu al-Atsir. Diantara kelebihan metode ini adalah dapat menemukan hadis yang dicari dengan cepat dan mendapatkan hadisnya secara utuh atau keseluruhan, tidak penggalan saja sebagaimana metode-metode sebelumnya. Akan tetapi, kesulitannya bagi seseorang yang tidak ingat permulaan hadis. Khawatir yang diingatnya itu sebenarnya penggalan dari pertengahan atau akhiran hadis, bukan permulaannya. 17 4 Takhrîj Melalui Perawi yang Paling Atas Bi al-Râwi al-A’lâ Takhrîj ini menelusuri hadis melalui perawi yang paling atas dalam sanad, yaitu dikalangan sahabat mutta şil isnâd atau tabi’in dalam hadis mursal. Artinya, penelitui harus mengetahui terlebih dahulu siapa sanadnya dikalangan sahabat atau tabi’in. Diantara kitab yang digunakan dalam metode ini adalah kitab Musnad atau al- A IJrâf. Seperti Musnad Ahmad bin Hanbal, Tuhfat al-Asyrâf bi Ma’rifat al-AIJraf karya al-Mizzi, dan lain-lain. Kitab Musnad adalah pengkodifikasian hadis-hadis yang sistematikanya didasarkan pada nama-nama sahabat atau nama- nama tabi’in sesuai dengan urutan sifat tertentu. Adapun al-A IJrâf adalah kitab hadis yang menghimpun 16 Ibid., h.137. 17 Ibid., h.137-139.