33
Pemeliharaan ternak tanpa disertai pemahaman keterampilan yang memadai tidak akan mengahasilkan ternak kwalitas baik, bahkan mungkin ternak yang baik
akan terafkir sedang ternak yang jelek akan termpil sehingga tujuan pemeliharaan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Pengetahuan peternak tentang teknologi peternakan masih sangat kurang hal ini erat kaitannya dengan sikap peternak itu sendiri terhadap usahanya. Alih teknologi
kepada peternak dapat dilakukan melalui megang, pelatihan dan studi banding Karo- karo dan Batubara, 1998.
2.5. Pendapatan Petani
Tingkat dan laju pertumbuhan pendapatan perkapita merupakan suatu indikator yang laizim dipergunakan pengukur pertumbuhan ekonomi Asmara, 1986.
Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat di pedesaan adalah terbatasnya jumlah dan jenis lapangan pekerjaan yang tersedia. Pada
umumnya pekerjaan masyarakat di pedesaan hanya terpusat pada sektor pertanian dengan pengelolaan secara tradisional Jinghan, 1999.
Salah satu cara untuk menduga tingkat perkembangan perekonomian suatu wilayah adalah dengan mengukur tingkat pendapatan rumah tangga di wilayah adalah
dengan mengukur tingkat pendapatan rumah tangga di wilayah tersebut. Suatu wilayah yang rata-rata rumah tangganya mempunyai pendapatan yang tinggi maka
perekonomian suatu wilayah tersebut akan lebih baik, karena daya beli masyarakat
Universitas Sumatera Utara
34
lebih baik. Sebaliknya suatu wilayah yang perkembangan ekonominya lebih baik, maka mendukung upaya peningkatan pendapatan rumah tangga.
Nasution 1993, berpendapat bahwa sumber pendapatan petani adalah dari kegiatan usaha taninya. Aktivitas usaha tani petani memperoleh pendapatan dari hasil
lahan dan hasil peternakannya. Dari hasil lahan diperoleh hasil sewa dan kebun, sedangkan pendapatan dari hasil peternakan diperoleh dari hasil penjualan ternak,
pupuk kandang dan penggunaan tenaga kerja hewan.
2.6. Analisa Usaha Tani
Dalam suatu usaha agribisnis peternakan komersial diperlukan peningkatan pola fikir dari pola berproduksi untuk keluarga dan juga dijual ke pasar menjadi
berproduksi untuk memperoleh keuntungan atau laba yang lebih besar. Dengan demikian, arah pemikirannya sudah jelas, yaitu akan menerapkan prinsip ekonomi
yang bertujuan untuk memperoleh hasil dengan laba yang besar. Suatu usaha dikatakan untuk apabila jumlah pendapatan lebih besar dari pada
total pengeluaran. Apabila perolehan pendapatan lebih rendah dari pengeluaran berarti usaha tersebut mengalami kerugian sehingga usaha tersebut tidak layang
dipertahankan. Untuk dapat menyimpulkan suatu usaha tersebut tidak layak dipertahankan. Untuk dapat menyimpulkan usaha peternakan untung atau rugi,
peternak harus mempunyai data tertulis tentang arus perputaran uang masuk maupun uang keluar Sudarmono dan Sugeng, 2002.
Universitas Sumatera Utara
35
Pada prinsipnya, perhitungan rugi-laba memperlihatkan aliran kas masuk “cash inflow” dan aliran kas keluar “cash outflow”. Adapun komponen
perhitungan rugi laba meliputi : pendapatan dan pengeluaranbiaya tetap dan variabel. Contoh perhitungan rugi-laba usaha ternak sebagai ilustrasi adalah
sebagai berikut Myer, 1979 dan Bowlin et al., 1980; : 1.
Pendapatan Tunai Usaha Ternak, yang meliputi penjualan ternak sapi, dan penjualan kotoran sapi.
2. Pengeluaran Tunai “Variable Cost”, yang meliputi pembelian bibit sapi, pecan
ternak, obat-obatan, biaya angkutan, dan upah tenaga kerja. 3.
Pendapatan Laba Kotor = I – II 4.
Pengeluaran Tunai Tetap “Fixed Cost”, yang meliputi pajak atas kepemilikan, penyusutan kandang dan peralatan, bunga pinjaman, asuransi, dan gaji pemimpin
perusahaan. 5.
Pendapatan Usaha Bersih III – IV Keterangan :
Menurut Emery et al. 1962 Penyusutan kandang dan peralatan diperhitungkan dengan menggunakan metode garis lurus :
Nilai awal investasi – nilai residu Penyusutan = –––––––––––––––––––––––––––––
Umur Ekonomis Menurut Abdurrachman, 1963 ; Johannes et al. 1980 “Break Even Point” BEP
adalah suatu keadaan yang menunjukkan perusahaan tidak rugi dan tidak untung. Biaya
tetap
Universitas Sumatera Utara
36
BEP = ––––––––––––––––––––––––––––– 1 – Biaya variabel tetap
Total Penjualan G. P. Bagus Sastina dan I. G. Ngurah Kayana.
2.7. Pengembangan Wilayah