Penanda Pengaktualisasi Diri TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTUALISASI DIRI DAN

kondisi yang sehat, perkembangan akan terangsang dan individu akan terdorong untuk menjadi yang terbaik sebisa-bisanya. Sebaliknya, apabila anak-anak itu berada di bawah kondisi yang buruk mengalami hambatan dalam memuaskan kebutuhan- kebutuhan dasarnya, maka mereka akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan potensi-potensinya.

2.3. Penanda Pengaktualisasi Diri

Pencapaian aktualisasi diri merupakan penggambaran yang optimistis dari corak kehidupan yang ideal. Maslow dalam Koeswara 1991:138, mengatakan bahwa syarat yang paling pertama dan utama bagi pencapaian aktualisasi diri itu adalah terpuaskannya kebutuhan-kebutuhan dasar dengan baik. Maslow dalam Paulus 1997:168, menyebutkan penanda atau ciri seorang pengaktualisasi diri yaitu sebagai berikut:

1. Kemampuan melihat realitas secara lebih efisien.

Aktualisasi diri actualizer dapat melihat dunia sekitar serta orang lain secara baik dan efisien. Mereka melihat realita sebagaimana adanya, bukan seperti apa yang mereka inginkan. Kemampuan untuk melihat secara lebih efisien ini meluas pada segi-segi kehidupan lain, seperti seni, musik, ilmu pengetahuan, politik dan filsafat.

2. Penerimaan diri sendiri, orang lain, dan sifat dasar

Aktualisasi diri dapat menerima diri mereka sendiri sebagaimana adanya. Mereka tidak terlalu kritis akan keterbatasan-keterbatasan, kelemahan-kelemahan, dan kebutuhan-kebutuhan dirinya. Mereka tidak dibebani rasa bersalah, rasa malu, dan kecemasan atau keadaan emosional yang sangat lazim dalam populasi umum.

3. Spontanitas, kesederhanaan, kewajaran.

Aktualisasi diri berperilaku apa adanya, langsung, dan tanpa berpura-pura. Mereka tidak menyembunyikan emosi dna dapat mengekspresikan secara jujur. Akan tetapi, mereka bijaksana dan penuh perhatian pada orang lain, sehingga dalam situasi-situasi dimana ungkapan perasaan-perasaan yang wajar dan jujur dapat menyakitkan perasaan orang lain, mereka mengekang perasaan-perasaan itu.

4. Berfokus pada masalah.

Aktualisasi diri melibatkan diri dalam tugas, kewajiban, atau pekerjaan yang mereka pandang sangat penting. Mereka tidak fokus pada diri sendiri, melainkan pada masalah-masalah yang melampaui kebutuhan-kebutuhan mereka yang didedikasikan sebgai suatu misi hidup.

5. Kebutuhan akan privasi dan independensi.

Aktualisasi dir memiliki kebutuhan yang kuat akan privasi dan kesunyian. Karena mereka tidak memiliki hubungan yang melekat dengan orang lain, mereka dapat menikmati kekayaan dari persahabatan dengan orang lain. Mereka dapat hidup sendiri tanpa merasa kesepian.

6. Berfungsi secara otonom.

Karena orang-orang yang aktualisasi diri tidak lagi didorong oleh motif-motif kekurangan, untuk pemuasannya mereka tidak tergantung pada dunia nyata. Karena pemuasan motif-motif pertumbuhan datng dari dalam, perkembangan mereka tergantung pada potensi-potensi dan sumber-sumber dari dalam diri mereka sendiri.

7. Apresiasi yang senantiasa segar.

Orang-orang yang melakukan aktualisasi diri selalu menghargai pengalaman- pengalaman tertentu bagaimana pun seringnya pengalaman-pengalaman tersebut berulang dengan suatu perasaan terpesona, kagum atau kenikmatan yang segar.

8. Pengalaman-pengalaman mistik atau puncak.

Ada waktu-waktu dimana orang yang aktualisasi diri mengalami ekstase, kebahagiaan, perasaan terpesona yang hebat dan meluap-luap sama seperti pengalaman-pengalaman keagamaan yang mendalam.

9. Perasaan empati dan afeksi yang kuat terhadap sesama manusia.

Mereka juga memiliki keinginan untuk membantu tugas-tugas kemanusiaan, serta memiliki perasaan persaudaraan denga semua orang, seperti terhadap saudara kandung.

10. Hubungan antar pribadi.

Orang-orang yang aktualisasi diri mampu mangadakan hubungan yang lebih kuat pada orang lain, meraka mampu memiliki cinta yang lebih besar dan persahabatan yang lebih dalam serta identifikasi yang lebih sempurna dengan individu-individu lain.

11. Struktur watak demokratis.

Orang-orang aktualisasi diri menerima semua orang tanpa memperhatika kelas sosial, tingkat pendidikan, golongan politik atau agama, ras atau warna kulit.

12. Membedakan antara sarana dan tujuan, antara baik dan buruk.

Bagi orang-orang yang aktualisasi diri, tujuan atau cita-cita lebih penting dari pada sarana yang digunakan untuk mencapainya. Orang-orang yang aktualisasi diri ini sepenuhnya senang melakukan atau menghasilkan yang lebih banyak daripada mendapatkannya, atau berarti mencapai tujuan.

13. Perasaan humor yang tidak menimbulkan rasa permusuhan.

Humor orang-orang yang aktualisasi diri berbeda dengan humor orang yang tidak mengaktualisasi diri. Humor mereka umumnya bersifat filosofis, menertawakan manusia pada umumnya, bukan individu, serta bersifat instruktif, yang dipakai langsung pada persoalan yang dituju da menimbulkan tawa. Humor ini semacam humor bijaksana yang menimbulkan senyuman atau anggukan tanda mengerti daripada gelak tawa yang keras.

14. Kreativitas.

Ini merupakan sifat umum dari orang-orang yang aktualisasi diri yang inivatif, asli, meskipun tidak selalu dalam pengertian menghasilkan karya seni. Kreativitas ini sama dengan daya cipta dan daya khayal naif yang dimiliki anak-anak, tidak berprasangka dan langsung melihat persoalan.

15. Resistensi terhadap inkulturasi.

Orang-orang yang mengaktualisasi diri dapat berdiri sendiri yang otonom, mampu melawan dengan baik pengaruh-pengaruh sosialuntuk berpikir atau bertindak menurut cara-cara tertentu. Mereka mempertahankan otonomi batin dan tidak banyak terpengaruh oleh kebudayaan. Mereka dibimbing oleh diri mereka bukan oleh orang lain. Walaupun memiliki ciri-ciri tersebut diatas, bukan berarti orang-orang yang mengaktualisasi dirinya adalah orang yang sempurna. Bagaimanapun mereka adalah manusia. Mereka tidak sempurna, tetapi hanya lebih mendekati kesempurnaan dari pada kebanyakan orang lain yang tidak mengaktualisasikan dirinya. Maslow dalam Schultz 1991 : 111 berpendapat bahwa pengaktualisasi diri dapat kadang-kadang tolol, sembrono, kepala batu, menjengkelkan, sombong, kejam, dan emosional, sifat-sifat yang ada pada individu- individu yang tidak mengaktualisasikan dirinya. Juga, mereka tidak sama sekali luput dari kesalahan, kecemasan, malu, kekhawatiran atau konflik.

2.4. Kebutuhan akan Beraktualisasi Diri

Dokumen yang terkait

Analisis Psikologis Tokoh Utama Dalam Novel “Her Sunny Side” Karya Osamu Koshigaya Osamu Koshigaya No Sakuhin No “Her Sunny Side” To Iu Shousetsu No Shujinkou No Shinriteki No Bunseki

5 124 71

Analisis Psikologis Tokoh Utama Suguro Dalam Novel Skandal karya Shusaku Endo Endo Shusaku No Sakuhin No “Sukyandaru” No Shousetsu Ni Okeru Shujinkou No Shinrinteki No Bunseki

2 79 64

Yoshichi Shimada No Sakuhin No Saga No Gabai Baachan Toiu Shousetsu No Shujinkou Ni Taishite No Shakaigaku Teki Bunseki

0 66 93

Shakaigakuteki Ni Yoru Inggrid J. Parker No Sakuhin No Rashomon Gate No Shousetsu Ni Okeru Shujinkou No Seikatsu No Bunseki

1 47 65

Analisis “Peranan Wanita Sebagai Tokoh” Dalam Novel Out Karya Kirino Natsuo : Kirino Natsuo No Sakuhin No Auto No Shousetsu No “Shujinkou Toshite Onna No Yakuwari” No Bunseki

3 84 58

Analisis Peran Tokoh Ninja Dalam Komik Naruto Karya, Masashi Kishimoto Masashi Kishimoto No Sakuhin No “Naruto No Manga” Ni Okeru Ninja No Shujinkou No Yakusha No Bunseki Ni Tsuite

3 59 89

SKIZOFRENIA PARANOID TOKOH SUGURO DALAM NOVEL SUKYANDARU KARYA ENDO SHUSAKU ; TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA.

0 0 9

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL SKANDAL, PSIKOANALISA SIGMUN FREUD DAN BIOGRAFI PENGARANG 2.1 Definisi Novel - Analisis Psikologis Tokoh Utama Suguro Dalam Novel Skandal karya Shusaku Endo Endo Shusaku No Sakuhin No “Sukyandaru” No Shousetsu Ni Okeru

0 1 15

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Psikologis Tokoh Utama Suguro Dalam Novel Skandal karya Shusaku Endo Endo Shusaku No Sakuhin No “Sukyandaru” No Shousetsu Ni Okeru Shujinkou No Shinrinteki No Bunseki

0 0 14

Makna Hubungan Antartokoh dalam Proses Pembentukan Kepribadian Ganda Tokoh Suguro pada Novel Sukyandaru Karya Endo Shusaku

0 0 12