64
tidak terdapat antara lama operasi dengan kejadian nyeri tenggorokan hubungan
p= 0.066.
4.8. Perubahan hemodinamik pada kedua kelompok
Tabel. 21. Perubahan Hemodinamik pada kelompok Dexamethason
Waktu Sistole
Mean SD
Diastole Mean
SD MAP
Mean SD
Uji p
Menit ke‐0
mmHg 130.5
13.7 77.4
12.5 95.111.7
0.622
Menit ke‐3
mmHg 124.8
16.02 74.5 12.3 91.2
12.7 t
‐independen Pada
kelompok Dexamethason 0,2 mgkgBB, sebelum pemberian obat tekanan
darah sistole dengan rata‐rata 130.5 13.7, tekanan darah diastole dengan rata
‐rata 77.4 12.5 dan MAP 95.1 11.7. Pada 3 tiga menit setelah pemberian obat
tekanan darah sistole dengan rata‐rata 124.8 16.02, tekanan darah diastole dengan
rata‐rata 74.5 12.3 dan MAP 91.2 12.7. Setelah diuju dengan t‐test didapatkan
nilai p= 0.622 tidak ada perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah
pemberian obat.
Universitas Sumatera Utara
65
Tabel. 22. Perubahan Hemodinamik pada kelompok Lidokain
Waktu Sistole
mean Diastole
mean MAP
mean Uji
p
Menit ke‐0
mmHg 136.1
21.9 82.0
13.1 100.015.3
0.621
Menit ke‐3
mmHg 127.8
18.0 75.3
12.9 92.8
13.5
t ‐independen
Pada kelompok Lidokain 1,5 mgkgBB, sebelum pemberian obat tekanan
darah sistole dengan rata‐rata 136.1 21.9 tekanan darah diastole dengan
rata ‐rata 82.0 13.1 dan MAP 100.015.3. Pada 3 tiga menit setelah
pemberian obat tekanan darah sistole dengan rata‐rata 127.8 18.0, tekanan
darah diastole dengan rata‐rata 75.3 12.9 dan MAP 92.8 13.5. Setelah diuju
dengan t‐test didapatkan nilai p= 0.621 tidak ada perbedaan yang signifikan
antara sebelum dan sesudah pemberian obat.
Universitas Sumatera Utara
66
Gambar 17. Grafik perbandingan penurunan MAP
Universitas Sumatera Utara
67
BAB V
PEMBAHASAN
Nyeri tenggorokan merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada pasien
dengan anestesi umum yang menggunakan intubasi endotrakeal yang sulit
dikontrol walaupun nyeri pembedahan dikontrol dengan baik dengan menggunakan
analgesia sistemik. Penggunaan Dexamethason 0,2 mgkgBB dan Lidokain 1.5
mgkgBB secara intravena yang diberikan sebelum intubasi dapat menurunkan
angka kejadian nyeri tenggorokan secara signifikan.
1,3
Dari data umum penderita tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara
statistik antara kedua kelompok dalam usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi
badan dan indeks massa tubuh, yang berarti sampel yang diambil adalah homogen.
Karakteristik demografi sampel penelitian antara lain pekerjaan, pendidikan dan
suku juga tidak terdapat perbedaan secara statistik sehingga dapat dikatakan
sampel yang diambil homogen. Faktor pasien yang dapat mempengaruhi terjadinya
nyeri tenggorokan adalah usia dan jenis kelamin. Pada sampel penelitian ini usia
dan jenis kelamin tidak berbeda secara statistik.
Derajat nyeri tenggorokan dinilai pada jam ke‐1, jam ke‐6 dan jam ke‐12
setelah selesai pembedahan. Pada jam ke‐1 kelompok dexamethason 0,2 mgkgBB
angka kejadian nyeri tenggorokan tanpa sakit menelan sebesar 11.4 , nyeri
tenggorokan disertai sakit menelan 5.7 . Pada kelompok Lidokain 1,5 mgkgBB
angka kejadian nyeri tenggorokan tanpa sakit menelan sebesar 18.9 , nyeri
tenggorokan disertai sakit menelan 5.4 . Secara statistik tidak ada perbedaan
signifikan kedua obat p= 0.338. Secara umum pada jam ke‐1 pada kelompok
Dexamethason 0,2 mgkgBB angka kejadian nyeri tenggorokan 17.1 sedangkan
Universitas Sumatera Utara
68
pada kelompok Lidokain 1,5 mgkgBB mencapai 24.3 p= 0.453. Pada jam ke‐6
kelompok dexamethason 0,2 mgkgBB angka kejadian nyeri tenggorokan tanpa
sakit menelan sebesar 2.9 , nyeri tenggorokan disertai sakit menelan 11.4 . Pada
kelompok Lidokain 1,5 mgkgBB angka kejadian nyeri tenggorokan tanpa sakit
menelan sebesar 18.9 , nyeri tenggorokan disertai sakit menelan 8.1 . Secara
statistik ada perbedaan signifikan kedua obat p= 0.047. Secara umum pada jam ke‐
6 pada kelompok Dexamethason 0,2 mgkgBB angka kejadian nyeri tenggorokan
17.1 sedangkan pada kelompok Lidokain 1,5 mgkgBB mencapai 27 . Pada jam
ke ‐6 tampak ada perbedaan efektifitas antara kedua kelompok, angka kejadian
nyeri tenggorokan lebih tinggi pada kelompok Lidokain 1,5 mgkgBB, artinya ada
peningkatan efektifitas Dexamethason terhadap Lidokain, namun kedua obat
sangat efektif menurunkan nyeri tenggorokan setelah operasi. Pada jam ke‐12
kelompok dexamethason 0,2 mgkgBB angka kejadian nyeri tenggorokan tanpa
sakit menelan sebesar 8.6 , nyeri tenggorokan disertai sakit menelan 11.4 . Pada
kelompok Lidokain 1,5 mgkgBB angka kejadian nyeri tenggorokan tanpa sakit
menelan sebesar 18.9 , nyeri tenggorokan disertai sakit menelan 5.4 . Secara
statistik tidak ada perbedaan signifikan kedua obat p= 0.166. Secara umum pada
jam ke‐12 pada kelompok Dexamethason 0,2 mgkgBB angka kejadian nyeri
tenggorokan 20 sedangkan pada kelompok Lidokain 1,5 mgkgBB mencapai 24.3
. Kedua obat tampak signifikan menurunkan angka kejadian nyeri tenggorokan,
tetapi tidak ada perbedaan dalam hal efektifitas. Secara keseluruhan angka kejadian
nyeri tenggorokan pada kelompok Dexamethason 0,2 mgkgBB sebesar 31.4
sedangkan pada kelompok B 35.1 . Secara statistik tidak ada perbedaan yang
bermakna antara kedua obat dalam hal menurunkan angka kejadian nyeri
tenggorokan.
Universitas Sumatera Utara
69
Bila dibandingkan dengan yang dilaporkan pada tulisan Thomas S dan Beevi S
yang menyatakan angka kejadian nyeri tenggorokan dapat mencapai 90 , Hasan
Ali dkk melaporkan insiden 15‐94, Chakip M dkk 21‐65. Pada penelitian
sebelumnya oleh Sang‐Hyun Park dkk dengan dexamethason 0,2 mgkgBB i.v angka
kejadian nyeri tenggorokan setelah penggunaan Double‐Lumen Endobronchial Tube
sebesar 27 , sementara Hassan‐Ali Soltani menggunakan Lidokain 1,5 mgkgBB i.v
angka kejadian nyeri tenggorokan sebesar 23.5 . Nyeri tenggorokan merupakan
nyeri yang diakibatkan oleh proses inflamasi yang disebabkan banyak faktor
termasuk iritasi trakea, tekanan cuff, trauma dll. Mekanisme potensial dari
Dexamethason kemungkinan berdasarkan pada aktivitas anti inflamasi, yang mana
termasuk penghambatan migrasi leukosit dan menurunkan integritas membrane
sel. Dexamethason
memiliki efek anti inflamasi yang luas dengan menghambat semua
fase respon inflamasi. Dexamethason dapat mengurangi sintesis mediator inflamasi,
prostaglandin dan leukotrien dengan menghambat phospholipase A
2
dan juga
meghambat cyclo‐oxygenase selama proses inflamasi. Lidokain intravena meningkatkan
konsentrasi acethylcholin pada cairan cerebrospinal, dimana akan menyebabkan
hambatan descending pathway yang menghasilkan analgesia. Lidokain
intravena dapat menurunkan respon inflamasi dari iskemik dan kerusakan jaringan
1,2,3,3,9,32,36,43
Pada jam ke‐1 dan jam ke‐12, secara statistik tidak ada perbedaan efektifitas
antara Dexamethason 0,2 mgkgBB dengan Lidokain 1,5 mgkgBB, tetapi secara
klinis angka kejadian nyeri tenggorokan lebih tinggi pada kelompok Lidokain 1,5
mgkgBB. Namun kedua obat dapat menurunkan angka kejadian nyeri tenggorokan
setelah operasi. Sedangkan pada jam ke‐6, secara statistik Dexamethason 0,2
mgkgBB lebih efektif dibandingkan Lidokain 1,5 mgkgBB dalam hal menurunkan
angka kejadian nyeri tenggorokan setelah operasi. Pada penilaian jam ke‐1 setelah
Universitas Sumatera Utara
70
operasi kedua obat tampak sama dalam hal mencegah nyeri tenggorokan, hal ini
disebabkan oleh karena masih terdapat efek farmakologi dari kedua obat tersebut,
sedangkan pada jam ke‐6 setelah operasi Dexamethason 0,2 mgkgBB terlihat lebih
efektif dibandingkan dengan Lidokain 1,5 mgkgBB, hal ini mungkin disebabkan oleh
karena perbedaan masa kerja dari kedua obat, dimana Lidokain memiliki waktu
paruh 30‐120 menit sehingga kemungkinan efek analgetik dari obat tersebut telah
berakhir sedangkan dexamethason dapat menghasilkan efek 48‐72 jam. Pada
penilaian jam ke‐12 terlihat kembali dimana kedua obat sama efektifnya dalam
menurunkan angka kejadian nyeri tenggorokan, hal ini mungkin disebabkan oleh
karena keterbatasan penelitian ini, dimana penilaian derajat nyeri tenggorokan
dilakukan secara subjektif. Secara klinis terlihat dexamethason 0,2 mgkgBB lebih
unggul dibandingkan Lidokain 1,5 mgkgBB dalam menurunkan angka kejadian
nyeri tenggorokan pada setiap waktu penilaian. Hal ini mungkin disebabkan masa
kerja Dexamethason lebih panjang dibandingkan dengan Lidokain.
34,38
Tekanan cuff merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya dalam perannya
menimbulkan nyeri tenggorokan, namun hubungan antara tekanan cuff dengan
nyeri tenggorokan tidak dievaluasi sehingga merupakan suatu keterbatasan
penelitian ini Tekanan cuff ETT dihantarkan ke mukosa dan dinding trakea, ketika
tekanannya tinggi dapat menyebabkan iskemik pembuluh darah dan perubahan‐
perubahan mukosa lainnya seperti, kehilangan sliar, ulkus, perdarahan, subglotis
stenosis dan granuloma.
23
Pada penelitian ini tekanan cuff di diberikan sampai tidak ada
terdengar kebocoran pada pemberian ventilasi positif. Rata‐rata tekanan cuff pada
kelompok dexamethason 0,2 mgkgBB adalah 30.6 3.2 cmH2O, pada kelompok
Lidokain 1,5 mgkgBB adalah 30.7 2.5 cmH2O. Bila dibandingkan secara statistik
tidak ada pebedaan yang bermakna antara kedua kelompok. Sistem cuff yang
digunakan pada penelitian ini adalah low pressure low volume. Cuff yang high
Universitas Sumatera Utara
71
pressure memiliki hubungan dengan iskemik dan kerusakan mukosa trakea sehingga
kurang cocok untuk intubasi yang lama. Cuff low pressure kemungkinan dapat
menyebabkan nyeri tenggorokan, aspirasi, ekstubasi spontan dan kesulitan insersi.
Karena cuff low pressure kurang menyebabkan kerusakan mukosa, maka cuff tipe
ini lebih dianjurkan dalam pemakaiannya.
Tanpa adanya suatu guideline, banyak
clinician mempertimbangkan 20 cmH2O dapat dibuat menjadi batas bawah tekanan
cuff untuk dewasa. Lamholt dkk merekomendasikan tekanan cuff 25 cmH2O
sebagai tekanan minimum untuk mencegah aspirasi dan kebocoran melalui cuff.
RD Seegobin
dalam tulisannya menilai tracheal mucosal blood flow dalam hubungannya
dengan tekanan cuff yang berbeda. Pada tekanan diatas 30 cmH2O sudah
cukup menyebabkan perubahan histologi pada mukosa trakea.Pada tekanan 30
cmH2O mukosa anterior di atas cincin trakea lebih merah dibandingkan daerah intercartilage
yang artinya sudah ada daerah yang iskemik sehingga dapat menyebabkan
nyeri tenggorokan.
18,23,26,50
R.D. Seegobi dalam tulisannya menyatakan tekanan cuff diatas 30 cmH2O
telah terbukti menyebabkan gangguan pada aliran darah trakea, diatas 50 cmH2O
menyebabkan obstruksi aliran darah cincin trakea.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya nyerri tenggorokan adalah
lamanya pembedahan, pada sampel penelitian ini waktu lamanya pembedahan juga
tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik yang artinya masih homogen.
Pada kelompok dexamethason tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama
operasi dan nyeri tenggorokan sedangkan pada kelompok Lidokain ada hubungan
yang signifikan pada jam ke‐1 dan jam ke‐6 yang berarti semakin lama operasi,
maka akan meningkatkan angka kejadian nyeri tenggorokan. Sedangkan pada jam
ke ‐12 tidak terdapat hubungan antara lama pembedahan dan nyeri tenggorokan.
Hal ini menggambarkan bahwa ada peningkatan efektifitas dexamethason terhadap
Universitas Sumatera Utara
72
Lidokain dalam hal mencegah nyeri tenggorokan. Peningkatan efektifitas
dexamethason mungkin disebabkan oleh karena masa kerjanya yang lebih panjang
dibandingkan dengan Lidokain.Secara umum ada hubungan yang signifikan antara
lama pembedahan dengan nyeri tenggorokan, pada jam ke‐6 setelah operasi.
Artinya semakin lama operasi angka kejadian nyeri tenggorokan semakin tinggi. Hal
ini sesuai dengan penelitian Ahmed A dkk, yang menyatakan lamanya pembedahan
berhubungan langsung dengan terjadinya nyeri tenggorokan. Hubungan ini
mungkin disebabkan oleh semakin lama trakea terpapar dengan tekanan kerusakan
trakea semakin berat yang secara langsung menyebabkan terjadinya nyeri
tenggorokan.
49
Pada penelitian ini tidak terdapat perubahan hemodinamik yang berarti pada
kedua kelompok. Penggunaan Lidokain dapat menyebabkan hipotensi terutama
pada penggunaan overdose. Penelitian ini menggunakan dosis 1,5 mgkgBB, dosis
ini tidak menyebabkan hipotensi maupun bradikardi.
Namun secara klinis
terlihat penurunan
MAP lebih besar pada kelompok Lidokain.
30,40,41
Universitas Sumatera Utara
73
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan