Nyeri Perbandingan Efektifitas Dexamethason 0,2 MG/kgBB I.V Dengan Lidokain 2% 1,5 MG/kgBB I.V Untuk Mencegah Nyeri Tenggorokan Setelah Intubasi Endotrakeal Pada Anestesi Umum

17 antara 20 – 30 cmH2O. Papiya Sengupta dkk dalam akhir penelitiannya menganjurkan bahwa tekanan cuff harus diukur dengan manometer dan, bila perlu dikoreksi. Pada penelitian sebelumya menyatakan bahwa tekanan cuff selalu diluar dugaan bila diukur dengan palpasi manual. Braz dkk menemukan tekanan cuff sampai 40 cmHg pada 91 pasien di PACU setelah anestesi dengan N2O, 55 pada pasien ICU Intensive Care Unit dan 45 pada pasien PACU Post Anesthesia Care Unit dengan anestesi tanpa N2O. Jose Reinaldo dkk dalam artikelnya menyimpulkan bahwa tekanan cuff TT di ICU dan PACU secara rutin sangat tinggi dan sangat signifikan tinggi dengan penggunaan N2O. tekanan cuff ETT harus rutin diukur untuk meminimalisasi trauma pada trakea. 25,26

2.3. Nyeri

Tenggorokan pasca general anestesi intubasi endotrakeal Nyeri tenggorokan adalah rasa tidak nyaman, sakit, atau rasa gatal di tenggorok dan menyebabkan rasa sakit pada saat menelan. Nyeri tenggorokan setelah operasi merupakan nyeri inflamasi yang terjadi pada 90 pasien dengan intubasi endotrakeal. Faktor faktor yang menyebabkan termasuk ukuran ETT dan jenis cuff yang digunakan menunjukkan faktor penting sebagai penyebab. Penyebab utama adalah iritasi oleh pengisian cuff pipa endotrakeal pada mukosa trakea. Hal tersebut sering terjadi pada bagian posterior pita suara, daerah medial aritenoid dan posterior dari krikoid serta bagian anterior dari trakea. Cuff pipa endotrakeal diimplikasikan sebagai penyebab dari kerusakan yang serius pada mukosa trakea akibat intubasi yang lama. Penggunaan tekanan tinggi pada mukosa trakea juga dapat menyebabkan nyeri tenggorokan. Intubasi endotrakeal rutin pada pembedahan elektif dapat menyebabkan perubahan patologis, trauma dan kerusakan syaraf dimana pada akhirnya menyebabkan nyeri tenggorokan. Sebuah penelitian terhadap aliran darah mukosa trakea pada kelinci menunjukkan cuff dengan high pressure low volume dengan tekanan sampai 30 Universitas Sumatera Utara 18 mmHg 39 cmH20 menyebabkan mukosa trakea menjadi iskemik. Penggunaan tekanan yang tinggi pada mukosa trakea sangat berperan terhadap terjadinya nyeri tenggorokan setelah operasi. Ketika cuff dengan dinding tipis, low pressure diperkenalkan, aliran darah tidak terganggu dalam tekanan 80‐120 mmHg, walaupun demikian tekanan cuff yang direkomendasikan harus dipertahankan pada tekanan 20 mmHg 26 cmH2O. Tekanan Cuff yang lebih dari 30 cmH2O dalam waktu 15 menit cukup untuk menyebabkan perubahan histology pada mukosa trakea dengan low pressure high volume dapat menyebabkan tekanan yang tinggi pada mukosa trakea pada penggunaan N2O disebabkan oleh N2O yang dapat berdiffusi kedalam cuff ETT. Walaupun tergolong dalam komplikasi minor nyeri tenggorokan setelah operasi dapat menyebabkan rasa yang sangat tidak aman pada pasien. Nyeri ini sangat sulit untuk dikontrol walaupun nyeri setelah operasi dapat ditangani dengan analgetik sistemik. 27,28,43,50 Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya nyeri tenggorok paska intubasi, yaitu faktor pasien dan faktor peralatan dan persiapan. Faktor‐faktor yang berhubungan dengan pasien adalah usia, jenis kelamin, kesulitan intubasi dan pasien dengan penyakit kronis. Pada pasien dengan usia lebih muda ukuran laring dan trakea lebih kecil sehingga lebih rentan untuk terjadi edema pada mukosa. Nyeri tenggorok lebih sering terjadi pada perempuan. Hal ini disebabkan karena mukosa pada perempuan lebih tipis sehingga mudah terjadi edema. Pada penyakit kronis lebih mudah mengalami trauma jaringan selama intubasi trakea yang lama. Pada penyakit kronis berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan sehingga lebih mudah terjadi nekrosis jaringan dan ulserasi. Lama pembedahan berhubungan langsung dengan terjadinya nyeri tenggorokan. Faktor lain adalah adanya riwayat merokok. Pasien dengan riwayat merokok mempunyai kemungkinan lebih besar untuk terjadinya komplikasi jalan napas bagian atas. Pasien dengan riwayat Universitas Sumatera Utara 19 merokok lebih dari 20 batanghari mempunyai angka kejadian komplikasi jalan napas atas pasca anesthesia 6 kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien yang tidak merokok. Walaupun nyeri tenggorokan setelah operasi dapat hilang dengan spontan tanpa pengobatan, penanganan pencegahan dapat meningkatkan kwalitas perawatan pasien setelah operasi. 44,49

2.4. KORTIKOSTEROID

Dokumen yang terkait

Perbandingan Ketamine 0.5 mg/kgBB/IV Dan Propofol 1 mg/kgBB/IV Untuk Mencegah Agitasi Paska Anestesi Sevoflurane Pada Pasien Pediatri Dengan General Anestesia

4 93 98

Perbandingan Obat Kumur Benzydamine Hydrochloride 22,5 Mg dan ketamin 40 Mg Dalam Mengurangi Nyeri Tenggorok Dan Suara Serak Akibat Intubasi Endotrakeal

3 60 112

Perbandingan Keberhasilan Obat Kumur Ketamin dan Aspirin dalam Mencegah Nyeri Tenggorok dan Suara Serak Akibat Intubasi Endotrakeal

3 55 95

Perbandingan Ketamin 0,5 MG/KGBB Intravena Dengan Ketamin 0,7 MG/KGBB Intravena Dalam Pencegahan Hipotensi Akibat Induksi Propofol 2 MG/KGBB Intravena Pada Anestesi Umum

2 53 97

Perbandingan Penambahan Petidin 0,1mg/Kgbb Dengan 0,2mg/Kgbb Ke Dalam Bupivacain Hiperbarik 20 Mg Untuk Mencegah Menggigil Pada Anestesi Intratekal

0 43 114

Perbandingan Ketamin Dosis 0.5 mg kgBB IV dan 1 mg kgBB IV Sebagai Preemptif Analgesia Pada Pascaoperasi Ginekologi Dengan Anestesi Umum

0 0 15

Perbandingan Ketamin Dosis 0.5 mg kgBB IV dan 1 mg kgBB IV Sebagai Preemptif Analgesia Pada Pascaoperasi Ginekologi Dengan Anestesi Umum

1 1 2

Perbandingan Ketamin Dosis 0.5 mg kgBB IV dan 1 mg kgBB IV Sebagai Preemptif Analgesia Pada Pascaoperasi Ginekologi Dengan Anestesi Umum

0 0 7

Perbandingan Ketamine 0.5 mg/kgBB/IV Dan Propofol 1 mg/kgBB/IV Untuk Mencegah Agitasi Paska Anestesi Sevoflurane Pada Pasien Pediatri Dengan General Anestesia

0 0 16

Perbandingan Obat Kumur Benzydamine Hydrochloride 22,5 Mg dan ketamin 40 Mg Dalam Mengurangi Nyeri Tenggorok Dan Suara Serak Akibat Intubasi Endotrakeal

0 3 17