31 indikator yang harus dicapai dalam penanaman pendidikan karakter peduli
lingkungan Daryanto dan Darmiatun, 2013 : 150 pada kelas rendah adalah sebagai berikut:
1 buang air besar dan kecil di wc,
2 membuang sampah di tempatnya,
3 membersihkan halaman sekolah,
4 tidak memetik bunga di taman sekolah,
5 tidak menginjak rumput di taman sekolah, dan
6 menjaga kebersihan rumah.
Indikator yang harus dicapai dalam penanaman pendidikan karakter peduli lingkungan pada kelas tinggi adalah sebagai berikut:
1 membersihkan wc,
2 membersihkan tempat sampah,
3 membersihkan lingkungan sekolah,
4 memperindah kelas dan sekolah dengan tanaman,
5 ikut memelihara taman di halaman sekolah, dan
6 ikut dalam kegiatan menjaga kebersihan lingkungan.
B. Kajian Tentang Implementasi Program Hidroponik
1. Pengertian Hidroponik
Hidroponik berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata hydro dan phonos Sani, 2015: 2. Kata hydro memiliki arti air, sedangkan kata phonos
memiliki arti kerja. Maka dapat dikatakan bahwa hidroponik berarti bekerja dengan air atau bercocok tanam dengan memanfaatkan kerja air. Penggunaan air dalam
bercocok tanam ini lebih dominan dibandingkan penggunaan tanah. Maka dapat dikatakan bahwa dalam budidaya tanaman, orang tidak terlalu mengandalkan
keberadaan tanah. Menurut Alviani 2015: 8, hidroponik merupakan budidaya tanaman tanpa
menggunakan tanah, namun memanfaatkan air dan menekankan pada pemenuhan
32 kebutuhan nutrisi. Meskipun menggunakan air, bukan berarti hidroponik
membutuhkan air yang banyak dibandingkan dengan media tanah. Maka hidroponik dapat diterapkan pada daerah yang memiliki pasokan air yang terbatas.
Hal ini diperkuat oleh pendapat Wibowo 2015: 14 yang menyatakan bahwa hidroponik menggunakan air secara efisien, sedangkan tanah membutuhkan air
yang cukup banyak. Hidroponik sangat cocok diterapkan pada cuaca yang cukup ekstrem bahkan pada daerah yang terbatas air.
Menurut Arifin 2016: 13, hidroponik adalah solusi bertanam tanpa tanah secara praktis di lahan sempit. Meskipun bercocok tanam identik dengan
pengolahan lahan, namun bukan berarti hidroponik selalu mengandalkan lahan yang luas. Kegiatan dengan pengolahan lahan umumnya dapat dilakukan ketika
musim hujan. Pada saat itu, tanah akan menjadi lebih gembur sehingga mudah diolah. Namun sebaliknya, kebutuhan air pada musim kemarau sulit untuk
dipenuhi. Seiring bertambahnya waktu, lahan untuk bercocok tanampun semakin berkurang. Banyak pembangunan gedung dan perumahan sehingga menimbulkan
keberadaan tanah menjadi semakin sempit. Maka dengan hidroponik ini, masyarakat tetap bisa bercocok tanam meskipun luas lahannya terbatas.
Bercocok tanam dengan hidroponik memang tidak menggunakan tanah, namun ada unsur pengganti tanah yang harus diketahui oleh penanam. Alviani
2015: 17 menyatakan bahwa ada empat unsur pengganti tanah yang perlu diketahui, yakni unsur hara, media tanam, oksigen, dan air. Keempat unsur ini
sangat diperlukan dalam menanam sehingga menghasilkan kualitas yang baik.
33 Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
hidroponik adalah suatu alternatif yang dapat dilakukan dalam kegiatan bercocok tanam yakni dengan cara memanfaatkan air dibandingkan dengan penggunaan
media tanah. Meskipun tanpa tanah, penanam harus menggantinya dengan unsur- unsur hidroponik. Bercocok tanam ini dapat dilakukan di lahan sempit sehingga
tidak bergantung pada lahan tanah yang luas. 2.
Media Tanam Hidroponik Seorang penanam perlu mengetahui media tanam yang sesuai dalam bercocok
tanam hidroponik. Hal ini perlu diketahui agar penanam tidak salah dalam memilih media yang digunakan. Sani 2015: 40 menambahkan bahwa media tanam sangat
dibutuhkan dalam hidroponik terutama sebagai pengganti tanah. Maka dari itu, penanam perlu mengetahui macam-macam media tanam sehingga mereka dapat
memilih media pengganti tanah. Alviani 2015: 19 menyatakan bahwa pemilihan media taman hidroponik
yang baik sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanam. Ketika seseorang menggunakan media tanam, orang perlu memerhatikan aspek-
aspek seperti keberadaan air, zat hara, dan oksigen. Tentunya media tanam juga jangan sampai mengandung zat beracun yang bisa membahayakan tanaman.
Ada banyak macam media tanam hidroponik yang dapat digunakan sebagai pengganti tanah. Berikut ini adalah macam-macam media tanam hidroponik.
a. Rockwool
Menurut Sani 2015: 41 menyatakan bahwa rockwool adalah media tanam anorganik yang menyerupai busa, memiliki serabut-serabut halus, dan bobotnya
34 sangat ringan. Pada literatur lain seperti Arifin 2016: 28 disebutkan bahwa
rockwool terbuat dari batu basalt yang dipanaskan hingga mencair, kemudian cairan tersebut diputar seperti pembuatan arum manis. Selama pemutaran itu, batu basalt
yang cair perlahan akan berubah menjadi benang-benang halus. Hasil tersebut dipadatkan sehingga membentuk kain wool yang terbuat dari rock. Melalui kain
wool itulah tanaman hidroponik akan tumbuh. Apalagi rockwool memiliki kemampuan menahan air dan udara dalam jumlah baik untuk mendukung
perkembangan akar tanaman Alviani, 2015: 22. Maka dari itu, rockwool sangat cocok jika digunakan sebagai pengganti tanah terutama dalam menyerap air pada
tanaman hidroponik. b.
Spons Spons adalah salah satu media yang tidak asing ditelinga masyarakat.
Biasanya masyarakat menggunakan spons untuk membersihkan sesuatu seperti mencuci piring, membersihkan kaca, atau lainnya. Menurut Alviani 2015: 21, jika
spons dibiarkan di tempat terbuka dan terkena sinar matahari maupun air hujan secara terus-menerus, maka akan tumbuh lumut atau semacam rumput. Maka dapat
dikatakan bahwa spons juga dapat digunakan sebagai pengganti tanah terutama dalam hidroponik. Apalagi dengan menggunakan spons, maka hasil dari tanaman
hidroponik akan lebih bagus dari bercocok tanam lainnya Wibowo, 2015: 29. Hal ini dikarenakan spons mampu menahan air dalam 2 minggu dan tahan terhadap
pertumbuhan jamur.
35 c.
Cocopeat atau Coir Cocopeat adalah media tanam hidroponik yang bersifat organik Sani, 2015:
42. Cocopeat ini termasuk media tanam yang terbuat dari organisme seperti tanaman. Hal ini diperkuat oleh Wibowo 2015: 33 bahwa cocopeat atau coir
biasanya diperoleh dari pengolahan limbah sabut kelapa dan sangat baik untuk menyemai biji calon tumbuhan. Penggunaan coir lebih cocok digunakan pada
tempat yang memiliki curah hujan rendah. Hal ini dikarenakan sabut kelapa mudah lapuk jika mendapatkan air yang berlebihan. Selain itu, tanaman juga cepat
membusuk dan mudah terserang penyakit tanaman. Kekuatan media tanam yang mampu menyimpan air dengan kuat dan mengandung unsur hara yang tinggi ini
dapat dijadikan sebagai media tanam hidroponik. d.
Arang Sekam Arang sekam adalah salah satu jenis arang yang berasal dari sekam atau kulit
padi yang dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna Alviani, 2015: 20. Warna hitam pada arang sekam ternyata dapat mengabsorbsi sinar matahari secara efektif.
Selain itu juga dapat menghilangkan pengaruh penyakit, khususnya bakteri dan gulma. Arang sekam mudah diperoleh dan memiliki harga yang ekonomis. Arang
sekam biasanya akan dicampur dengan cocopeat ketika dipakai sebagai media tanam hidroponik Sani, 2015: 43.
e. Perlite
Menurut Sani 2015: 43, perlite merupakan media tanam yang cukup baik dalam daya serap air dan terbuat dari batuan silica yang dipanaskan pada suhu
tinggi. Kandungan air yang tinggi itulah yang akan mempercepat pertumbuhan
36 tanaman. Media ini sangat cocok digunakan untuk pertumbuhan tanaman dari
bijinya Wibowo, 2015: 35. Maka dari itu perlite dapat digunakan sebagai media pengganti tanah dalam hidroponik.
f. Hydroton
Hydroton merupakan media tanam yang terbuat dari bahan dasar tanah liat yang dipanaskan dan dibentuk bulatan-bulatan kecil Sani, 2015: 44. Pada teori
lain disebutkan bahwa istilah hydroton disebut dengan expanded clay. Alviani 2015: 21 menyatakan jika expanded clay merupakan jenis tanah yang memiliki
kandungan mineral yang tinggi dan dapat menyimpan kandungan air yang baik. Berdasarkan keunggulan tersebut, maka hydroton dapat menjadi media tanam
hidroponik terutama sebagai pengganti tanah. g.
Vermiculite Sama seperti perlite, vermiculite juga berbahan dasar batuan yang dipanaskan
dengan suhu tinggi Wibowo, 2015: 35. Namun vermiculite memiliki daya serap air yang lebih tinggi dan bobot yang lebih berat dibandingkan perlite. Alviani
2015: 25 menambahkan bahwa vermiculite dapat dicampur dengan perlite untuk hasil tanaman yang lebih bagus. Kandungan serap air yang tinggi itulah vermiculite
dapat digunakan sebagai media tanam hidroponik terutama pengganti tanah. h.
Pumice atau Batu Apung Menurut Alviani 2015: 23, pumice atau yang lebih dikenal dengan batu
apung merupakan salah satu jenis batuan yang berasal dari batuan basalt. Batuan tersebut biasanya ditemukan di sekitar pantai. Batuan basalt ini berasal dari letusan
37 gunung berapi beratus tahun sebelumnya Wibowo, 2015: 35. Batuan ini dapat
digunakan sebagai media tanam hidroponik karena dapat menyerap air dengan baik. i.
Pasir Pasir merupakan salah satu jenis media tanam yang dapat ditemukan dengan
mudah. Menurut Alviani 2015: 26, pasir dapat meningkatkan sistem aerasi dan drainase air. Sifat pasir yang dapat menahan air dan akan menahan larutan nutrisi
untuk tanaman ini dapat menjadi media tanam yang cocok sebagai pengganti tanah. Puput Alviani menambahkan bahwa media tanam ini sangat cocok digunakan untuk
budidaya hidroponik di daerah pantai dan pegunungan. j.
Kerikil Kerikil atau pecahan batu yang mudah ditemukan di sekitar rumah ini
ternyata juga dapat digunakan sebagai media tanam pada hidroponik. Namun tanaman yang dapat ditanam dengan media kerikil hanya tanaman yang tahan
terhadap air Alviani, 2015: 24. Penggunaan kerikil ini sangat efektif untuk membantu peredaran unsur hara ke tanaman dan menekan pertumbuhan akar yang
berlebihan. Maka dari itu kerikil dapat digunakan sebagai media tanam hidroponik. k.
Serbuk Kayu Menurut Alviani 2015: 27, serbuk kayu dapat digunakan sebagai media
tanam hidroponik. Serbuk kayu biasanya digunakan untuk tanaman yang memerlukan kelembaban yang tinggi. Biasanya tanaman yang mudah tumbuh pada
serbuk kayu adalah jamur.
38 3.
Teknik Menanam Hidroponik Alviani 2015: 33-47 menyatakan bahwa teknik yang digunakan dalam
menanam hidroponik adalah sebagai berikut.
a. Nutrient Film Technique NFT
Nutrient Film Technique NFT adalah suatu cara budidaya hidroponik dengan akar tanaman tumbuh pada lapisan nutrisi yang dangkal dan tersirkulasi
dengan tujuan tanaman mendapatkan air, nutrisi, dan oksigen yang cukup. Tanaman akan tumbuh dengan posisi akar terendam dalam air yang berisi larutan nutrisi yang
disirkulasikan secara terus menerus menggunakan bantuan pompa. b.
Floating Hydroponic System Teknik Rakit Apung Floating Hydroponic System atau disebut juga dengan teknik rakit apung
adalah salah satu teknik dalam hidroponik yang paling sederhana. Penanaman hidroponik dilakukan dengan meletakkan tanaman pada lubang styrofoam yang
mengapung di atas permukaan larutan nutrisi. Larutan tersebut diletakan pada dasar styrofoam yang berbentuk seperti bak air. Berbeda dengan teknik NFT, larutan
nutrisi dalam teknik ini tidak disirkulasikan sehingga air yang digunakan tetap sama.
c. Wick System Teknik Sumbu
Teknik sumbu merupakan teknik hidroponik yang menggunakan peralatan sumbu antara nutrisi dan media tanam. Cara seperti ini mirip seperti cara kerja
kompor tradisional, dimana sumbu berfungsi sebagai penyerap larutan dalam media tersebut. Ada yang berbeda dengan teknik lainnya, yakni akar tanaman tidak
39 dicelupkan langsung ke dalam air namun dibiarkan tumbuh dalam beberapa bahan
penahan air seperti rockwool atau sabut kelapa. d.
Sistem Penanaman Aeroponik Pada teknik aeroponik, larutan nutrisi akan disemprotkan melalui akar
tanaman. Kebutuhan air yang berisi larutan hara akan disemburkan dalam bentuk kabut sehingga mengenai akar tanaman. Akar tanaman yang ditanam secara
menggantung akan menyerap larutan hara tersebut. Air dan nutrisi akan disemprotkan melalui irigasi sprinkler.
e. Fertigasi Hidroponik
Fertigasi merupakan singkatan dari fertilisasi pemupukan dan irigasi. Pada teknik ini, proses pemupukan akan dilakukan secara bersamaan dengan
penyiraman. Berbeda dengan pendapat di atas, menurut Savage Arifin, 2016: 20, teknik
yang digunakan menanam dalam hidroponik dibedakan menjadi dua, yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Hidroponik sistem terbuka yakni dilakukan dengan
teknik pengairan larutan nutrisi yang hanya sekali pakai. Air larutan nutrisi akan dibuang setelah dipakai untuk mengairi tanaman. Salah satu contoh hidroponik
dengan sistem terbuka adalah drip irrigation. Sistem ini biasanya dipakai untuk tanaman sayuran buah seperti paprika, tomat, terong, dan cabai.
Arifin 2016: 20 mengatakan bahwa drip irrigation merupakan sistem pengairan tanaman hidroponik yang diaplikasikan dengan cara tetes. Cara tersebut
juga biasa disebut sebagai irigasi tetes. Prinsip kerja dari sistem ini yakni dengan mengalirkan larutan nutrisi hingga media tanam basah dan meresap ke akar
40 tanaman, lalu larutan yang berlebih akan terbuang. Jika menggunakan sistem irigasi
tetes ini, air larutan nutrisi akan menetes sesuai kebutuhan tanaman. Tetesan tersebut diatur agar jatuh tepat di perakaran tanaman.
Hal yang membedakan antara sistem terbuka dengan sistem tertutup adalah aliran larutan nutrisi yang digunakan. Jika dalam sistem terbuka aliran larutan yang
berlebih akan terbuang, sedangkan dalam sistem tertutup air yang berlebih akan digunakan kembali untuk menyirami tanaman. Arifin 2016: 23 menambahkan
bahwa pemanfaatan larutan nutrisi dalam sistem tertutup yang dilakukan secara berulang kali ini disebut juga sebagai cara resirkulasi. Adapun teknik tertutup dalam
hidroponik diantaranya adalah Nutrient Film Technique NFT, wick system, dan floating system atau teknik rakit apung.
4. Langkah-Langkah Hidroponik
Menanam tanaman hidroponik sangat berbeda dengan cara menanam tanaman yang biasa. Maka dari itu, hidroponik memiliki langkah-langkah tersendiri
dalam menerapkannya. Menurut Prihmantoro 1996: 6, langkah-langkah dalam bercocok tanam melalui hidroponik adalah sebagai berikut.
a. Persiapan
Pada langkah pertama ini, Prihmantoro 1996: 6 menyatakan bahwa penanam akan menentukan waktu yang tersedia, lokasi yang akan digunakan untuk
menanam, media tanam, teknik yang digunakan, dan wadah yang dipakai untuk pembibitan. Tidak hanya itu saja, Hendra 2015: 82 menambahkan bahwa dalam
tahap persiapan ini penanam juga harus melakukan pemilihan benih dari jenis sayuran. Berbagai sayuran dapat ditanam dengan cara hidroponik. Beberapa jenis
41 sayuran yang direkomendasikan untuk ditanam secara hidroponik menurut Hendra
2015: 82 diantaranya selada, sawi, tomat, kangkung, paprika, dan mentimun. b.
Persemaian dan Pembibitan Pada langkah kedua ini, penanam akan melakukan proses persemaian terlebih
dahulu. Tanaman hidroponik perlu disemai agar pertumbuhannya dapat dikontrol dan seragam. Prihmantoro 1996: 37 menyatakan bahwa persemaian dilakukan
dengan merendam benih terlebih dahulu. Benih yang disemai nantinya akan berkecambah dan mengeluarkan daun yang kemudian disebut sebagai bibit. Bibit
dikatakan baik bila kondisi tanaman sehat dan pertumbuhannya seragam. Persemaian dapat dilakukan dengan merendam benih di dalam air hangat kuku
selama 2 sampai 3 jam Setyoadji, 2015: 70. Setelah direndam, pembibitan dilakukan dengan cara benih yang telah menjadi bibit ditanam ke wadah yang berisi
media tanam. Adapun wadah yang dapat digunakan untuk media tanam berupa pot kecil, botol, dan gelas air mineral bekas. Jika menggunakan botol atau gelas air
mineral bekas, maka sisi-sisinya dilubangi menggunakan solder listrik atau alat pelubang lainnya Alviani, 2015: 57.
c. Penanaman
Menurut Prihmantoro 1996: 57, penanaman dilakukan setelah bibit tanaman berusia sekitar 2 sampai 3 minggu atau memiliki daun muda. Penanaman ini
dilakukan dengan cara memindahkan media tanam yang telah berisi bibit ke instalasi yang lebih luas. Adapun instalasi yang dapat digunakan adalah kotak
sytrofoam, botol air mineral berukuran besar, dan pipa PVC Alviani, 2015: 36. Hendra 2015: 90 menambahkan bahwa pemindahan tanam ke instalasi ini
42 disesuaikan dengan teknik yang akan digunakan. Untuk itu, penanam perlu
memahami teknik apa yang akan digunakan untuk praktik hidroponik. Maka dapat dikatakan bahwa pada tahap penanaman ini, penanam hanya memindahkan bibit ke
instalasi hidroponik yang lebih luas sesuai dengan teknik hidroponik yang digunakan.
d. Pemeliharaan
Tahap selanjutnya adalah tahap pemeliharaan. Tahap pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiraman dan pemupukan Prihmantoro, 1996: 60.
Penyiraman dapat dilakukan dua kali dalam sehari dengan menggunakan air. Sayuran yang dibudidayakan secara hidroponik sepenuhnya mengandalkan
pasokan air dan unsur hara dari larutan nutrisi, sehingga penyiraman menjadi faktor penting yang tidak bisa diabaikan Hendra, 2015: 100. Pada pemupukan, Sani
2015: 47 menyebutnya dengan pemberian larutan nutrisi dimana larutan nutrisi tersebut berasal dari pencampuran antara pupuk dengan air. Pupuk dapat diberikan
guna menyuburkan tanaman. Ada dua macam pupuk yang beredar di sekitar kita, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik adalah pupuk yang
terbuat secara alami seperti pupuk kandang dan pupuk kompos, sedangkan pupuk anorganik yaitu pupuk yang tercipta karena sengaja dibuat oleh manusia seperti
pupuk urea, NPK, dan ZA Sani, 2015: 49. Selain penyiraman dan pemupukan pemberian larutan nutrisi, perawatan
tanaman yang perlu dilakukan adalah melakukan pemangkasan. Menurut Setyoaji 2015: 72, pemangkasan dilakukan untuk membuang cabang yang tidak
dikehendaki, tunas air, atau cabang yang terkena serangan penyakit. Maka dengan
43 adanya pemangkasan ini, tanaman akan tumbuh dengan baik dan tentunya memiliki
kualitas yang bagus. Berdasarkan penjelasan di atas, tahap pemeliharaan ini dapat berupa penyiraman, pemberian larutan nutrisi, dan pemangkasan.
e. Pemanenan
Panen merupakan tahap yang dinantikan oleh para penanam. Hasil yang melimpah dengan kualitas yang prima menjadi idaman semua orang. Prihmantoro
1995: 66 menyatakan bahwa pemanenan sebaiknya dilakukan pagi hari dan secara manual dengan tangan. Hal tersebut dikarenakan cahaya matahari pada pagi hari
belum terlalu panas dan ketika siang hari akan lebih cepat terjadi penguapan sehingga tanaman mudah layu dan rusak. Tanaman yang sudah cukup umur untuk
dipanen biasanya mudah dipetik. Hendra 2015: 108 menambahkan bahwa waktu panen tergantung pada pertumbuhan setiap tanaman. Maka dapat dikatakan bahwa
semakin subur tanaman tentunya membuat waktu panen semakin cepat. Sayuran yang ditanam dengan metode hidroponik umumnya lebih cepat panen dibandingkan
dengan tanaman yang ditanam di media tanah secara konvensional Hendra, 2015: 108.
Selain dilakukan pada pagi hari dan dengan tangan, pemanenan juga dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu panen lainnya. Hal ini diperkuat dengan
pendapat Setyoadji 2015: 73 yang menyatakan bahwa pemanenan dengan menggunakan alat bantu pisau atau gunting panen dapat memperoleh mutu yang
baik. Cara panen yang benar dan hati-hati akan mencegah kerusakan tanaman yang dapat mengganggu produksi selanjutnya.
44
C. Paradigma Penelitian