commit to user
85
4. Sosial Budaya dan Interaksi Masyarakat Multietnis
Dari hampir empat juta penduduk, etnis asli Dayak merupakan penghuni terbanyak dengan 1,3 juta jiwa 41 dari total penduduk.
Kemudian disusul oleh etnis Melayu dengan 1,2 juta orang 39,57. Setelah kedua etnis terbesar, kemudian disusul oleh etnis Tionghoa
11,33, Bugis 5 dan Jawa 3, serta etnis Madura yang mendiami wilayah ini hanya 90,572 jiwa atau 2,75 persen Heru Cahyono, dkk,
2008 : 39. Kelompok etnis Dayak umumnya bermukin di wilayah
pedalaman dan pedesaan, biasanya hidup mereka dari meramu hasil hutan, bertani dan berkebun dengan sistem pertanian tradisional dan
bersifat komunal. Sementara etnis Melayu kebanyakan diantara mereka merupakan migrasi dari Sumatra dan Semenanjung Malaka dan biasanya
berdomisili di daerah pantai dan sungai. Etnis Melayu hidup dari sektor pertanian dan perkebunan, serta dari aktivitas menangkap ikan di sungai
dan laut. Dari sisi pendidikan umumnya orang dari etnis Melayu memiliki jenajng pendidikan yang cukup sehingga sebagian dari mereka
bekerja di sektor-sektor formal pemerintahan, perdagangan dan jasa. Namun tidak sedikit pula yang tidak memiliki tanah dan pendidikan
tinggi sehingga harus puas hanya menjadi buruh pelabuhan, tukang becak, tukang sampan, maupun penebang kayu di areal HPH Heru
Cahyono, dkk, 2008 : 40.
commit to user
86 Pemukiman etnis Madura di Kalimantan Barat tersebar diseluruh
daerah, yakni di Kodya Pontianak 3,3, Kabupaten Pontianak 7, Kabupaten Sambas 3,3, Kabupaten Ketapang 3,7 dan Kabupaten
Sanggau 0,3. Pada umumnya etnis Madura bertempat tinggal di daerah pantai, di tepi Sungai Kapuas dan beberapa orang di pedalaman.
Etnis Melayu identik dengan agama Islam dan yang khas terutama dari kebudayaan Malaka, Sumatra dan ditopang oleh suku bangsa Semit,
Saud, India dan Pakistan. Masyarakat Kalimantan pedalaman yang telah menganut agama Islam biasanya secara spontan bergabung di dalam suku
bangsa pesisir, yang mengidentifikasi diri mereka sebagai suku bangsa Melayu. Di samping akibat proses Islamisasi, pembentukan atau
perubahan struktur sosial di Kalimantan dipengaruhi oleh proses amalgamasi biologis. Perkawinan campur merupakan budaya yang sudah
terjadi sejak lama, namun tidak memunculkan kebudayaan baru melainkan justru memperkuat eksistensi etnis yang talah ada. Misalnya
perkawinan antara orang Dayak dengan orang Melayu, akhirnya identitas orang Dayak yang ditinggalkan. Meskipun demikian, kedudukan orang
Melayu di dalam struktur besar kehidupan sosial di Kalimantan Barat bukan merupakan entitas unggulan Heru Cahyono, dkk, 2008 : 50.
Kebanyakan etnis Melayu di Kalimantan Barat menenpati wilayah di sepanjang sungai-sungai besar, seperti Sungai Kapuas, Sungai
Landak dan Sungai Sambas. Di beberapa daerah hulu sungai besar, orang-orang Dayak yang baru menganut agama Islam secara tidak
commit to user
87 langsung mengikuti pola kehidupan orang-orang Melayu. Etnis Melayu
di Kalimantan Barat yang berasal dari penyebaran orang-orang Sumatra, Semananjung Malaka dan bercampur dengan para pedagang dari India
dan Arab, membawa kebudayaan yang bermacam-macam. Di Mempawah terdapat etnis Bugis, memperkenalkan kebudayaan R
- R
, dan hingga saat ini upacara tersebut sudah merupakan bagian dari identitas kebudayaan orang Melayu. Di Sambas terdapat upacara Antar
Ajung, merupakan budaya etnis Melayu yang masih bercampur dengan kebudayaan nenek moyang mereka dulu, namun kemudian budaya
tersebut adalah identitas budaya Melayu Sambas. Etnis Dayak sering ditujukan bagi orang-orang pedalaman atau
asli Kalimantan yang tidak beragama Islam. Sebagain orang Dayak berdomisili di wilayau sub-urban tau hulu sungai dengan polah
kehidupan yang sederhana. Etnis Dayak pada umumya peramah, ingin bergaul dengan siap saja. Percaya adalah sifat luhurnya, budi bahasanya
sangat dipengaruhi oleh hidupnya. Mata pencaharian etnis Dayak pada umumnya bercocok tanam, berladang dalam sistem ladang berpindah.
Tiap tahun berpindah membongkar hutan untuk ladang baru dan semakin tahun ladang mereka semakin jauh dari tempat tinggalnya. Setelah
beberapa tahun kemudian barulah mereka kembali kebekas ladang yang semula yang telah berhutan rimba Lontaan, 1975 : 40.
Dayak terbagi menjadi 7 suku besar yaitu, Dayak Ngaju, Dayak Apu Kayan, Dayak Iban, Dayak Klemantan, Dayak Murut, Dayak Punan
commit to user
88 dan Dayak Ot Danum Heru Cahyono, dkk, 2008 : 53. Masing-masing
kelompok memiliki ciri khas yang berbeda satu dengan lainnya. Misalnya orang Dayak Iban yang lebih terkenal memiliki daya saing
yang keras dan semangat tinggi ketika berperang. Dayak Iban biasanya menggunakan salah satu bahasa Melayu dan hidup di rumah panjang
betang. Di bidang sosial budaya, adat istiadat tradisional dan hukum adat masih kental dianut oleh etnis Dayak. Meskipun demikian,
kekentalan penerapan adat istiadat tersebut tidak diikuti dengan peningkatan perekonomian masyarakat secara optimal. Hal ini ditunjukan
ketika berdagang atau berjualan, bekerja selalu melihat situasi alam atas kepercayaan terhadap penanggalan hari baik atau buruk. Sehingga hasil
pekerjaan mereka selalu terganggu dan inilah yang membuat orang-orang Dayak sulit untuk berkembang. Justru kondisi masyarakat Dayak dinilai
oleh kelompok luar sebagai kelompok yang inferior. Tidak heran secara ekonomis, mereka menilai posisinya termarginalisasi oleh etnis lain dan
bahkan oleh negara. Etnis Dayak memiliki kegiatan rutin yang laksanakan setiap akhir
panen yang biasa disebut Gawai. Gawai merupakan salah saru upacara pesta panen padi bagi seluruh etnis Dayak di Kalimantan Barat,
tujuannya adalah sebagai rasa syukur kepada Jubata Tuhan atas limpahan panen yang banyak. Upacara gawai ini biasanya dilaksanakan
selama satu minggu penuh. Seluruh undangan tamu datang dari etnis Dayak ataupun kampung tetangga sehingga acara gawai menjadi meriah.
commit to user
89 Kebudayaan lain dari etnis Dayak adalah mengayau mencari atau
memotong kepala manusia. Apabila ditinjau dari nilai-nilai agama dan norma humanisme sangat bertentangan, bahkan orang Dayak merupakan
etnis yang buas, kejam dan tidak mengenal perikemanusiaan. Tanpa disadari terdahulu perbuatan mengayau, adalah kegiatan yang erat
hubungannya dengan tradisi dalam penyembahan kepada berhala Lontaan, 1975 : 532. Pengayauan bukan merupakan ekspresi dari sifat
dan karakter seorang Dayak, tetapi memiliki akar di dalam struktur religi etnis Dayak sendiri.
Adapaun tujuan mengayau, adalah untuk melindungi pertanian. Orang Dayak yakin apabila dalam mempersembahkan korban yakni
kepala manusia, akan mendapatkan hasil panen yang berlimpah, pertanian akan terhindar dari segala macam ancaman hama tanaman.
Tujuan berikutnya adalah untuk mendapatkan tambahan daya kekuatan, balas dendam dan daya tahan berdirinya suatu bangunan. Orang Dayak
ketika membangun rumah atau bangunan lain harus mempersembahkan anak tunggal karena memiliki kasiat Lontaan, 1975 : 535 yang sangat
luar biasa terutama untuk ketahanan dan kesejahteraan keluarga yang menempati bangunan tersebut.
Selain etnis Melayu dan Dayak, di Kalimantan Barat dipadati oleh etnis Tionghoa. Kedatangan etnis Tionghoa atau biasa disebut orang
Cina diperkirakan pada abad ke-18. Ketika itu Sultan Landak dan Sultan Sambas sengaja mendatangkan penambang emas dari Cina selatan untuk
commit to user
90 dipekerjakan di daerah Mandor dan Monterado Heru Cahyono, dkk,
2008 : 56. Kebanyakan dari mereka berasal dari keluarga miskin, sehingga datang ke Kalimantan Barat untuk mencari penghidupan yang
lebih baik. Orang Tionghoa yang bermigrasi ke Kalimantan Barat terdiri atas empat suku bangsa yakni, Hokkian, Teo Chiu, Khek dan Kanton.
Dewasa ini tingkat kehidupan masyarakat Tionghoa di Kalimantan Barat dikatakan lebih baik dibandingkan masyarakat kebanyakan baik pribumi
maupun etnis pendatang. Orang Tionghoa memiliki stratifikasi sosial tersendiri yang jauh terlepas dari stratifikasi sosial rakyat pribumi Heru
Cahyono, dkk, 2008 : 57 sehingga kegiatan ekonomi berlangsung hanya sekitar kelompok mereka. Etnis Tionghoa lebih suka bekerja di
perusahaan-perusahaan milik orang Tionghoa atau bekerja meneruskan usaha dari orang tuanya. Sehingga jarang sekali mereka bekerja di
instansi pemerintah. Ada beberapa diantara orang-orang Tionghoa yang lakukan perkawinan dengan masyarakat lokal dan biasanya dilakukan
oleh masyarakat Tionghoa yang hidup di pedalaman, tepi sungai dan daerah pinggiran. Kehidupan sosial yang tertutup atau bekerja sesama
diantara mereka, ini merupakan sifat orang Tionghoa. selain itu dalam proses perkawinan lebih sering mereka menikah sesama etnis Tionghoa.
Orang-orang Tionghoa membawa kebudayaan mereka dari negerinya dan dikembangkan di Kalimantan Barat, seperti Barongsai dan Tarian Naga
yang dilaksanakan pada saat perayaan Cap Goh Meh dan hari raya Imlek. Tujuan dari upacara tersebut adalah untuk pembersihan bumi tolak bala
commit to user
91 dan membawa kesejahteraan dan mendatangkan keberuntungan bagi
masyarakat. Etnis Madura merupakan masyarakat pendatang yang sudah lama
dan diperkirakan orang-orang Madura bermigrasi ke Kalimantan Barat sekitar abad ke-13 sampai menjelang abad ke-20. Orang-orang Madura
merembah ke dalam pertanian dan sektor informal karena keterbatasan pendidikan. Mereka hidup berkelompok dan memiliki konsep tempat
tinggal yang disebut tanean lajang, di mana keluarga satu keturunan ditinggali oleh satu kerabat keluarga yang sama Heru Cahyono, dkk,
2008 : 58. Sikap eksklusif terlihat ketika mereka melakukan aktivitas keagamaan, ketika beribadat mereka lebih senang dipimpin oleh imam
yang diambil dari komunitas mereka. Selain itu orang-orang Madura cenderung menikahi perempuan atau laki-laki dari kalangan mereka.
Sifat keras yang dimiliki orang Madura tidak terlepas dari kondiri alam di mana mereka berasal. Kondisi geologis Madura didominasi oleh
struktur tanah yang tersusun dari batuan kapur dan endapan gamping. Sungai yang kecil dan ketika musim kemarau maka tanah pertanian dan
sungai menjadi kering dan inilah alasan orang-orang Madura bernigrasi ke Kalimantan. Saat bermigrasi, orang Madura cenderung tidak bisa
melepaskan ciri budaya mereka, seperti kebiasaan membawa clurit sebagai wujud untuk menunjukkan kekuatan. Secara umum, orang-orang
Madura memiliki sistem nilai budaya yang sangat mementingkan harga diri self esteem dan martabat dignity yang lebih dikenal dengan carok.
commit to user
92 Sistem nilai ini budaya semacam ini tetap hidup di kalangan Madura dan
disossialisasikan kepada generasi baru mereka. Disisi lain orang-orang Madura memperkenalkan kebudayaan dan kesenian mereka di
Kalimantan seperti Karapan Sapi walaupun tidak diadakan sesering seperti di Madura. Hal ini dikarenakan orang-orang Madura di
Kalimantan Barat, mengolah sawahnya menggunakan cangkul dan tidak memanfaatkan tenaga sapi.
Secara umum, etnis-etnis lain selain Dayak, Melayu, Tionghoa dan Madura, di Kalimantan Barat dihuni oleh sebagian bahkan seluruh
etnis di Indonesia terdapat di Kalimantan Barat. Etnis yang berasal dari pulau Jawa, Sumatra, NTB, NTT Sulawesi dan Irian Jaya, dapat
menyatukan diri seperti layaknya masyarakat pribumi sehingga ada diantara mereka yang sudah menganggap dirinya orang Kalimantan.
Hubungan antara orang Dayak, Melayu, Tionghoa dengan orang Madura pada dasarnya sama-sama memiliki rasa ingin mengenal satu
dengan yang lainnya. Hubungan sosial dapat dilihat pada sebuah kasus yang berlangsung di Desa Salatiga, Kabupaten Landak. Desa Salatiga
merupakan sebuah desa dengan perekonomian cukup pesat berkembang karena adanya tambang emas dan terdapat dataran rendah yang cocok
untuk lahan pertanian, persawahan dan perkebunan. Dengan demikian seluruh penduduk baik yang berasal dari etnis Dayak maupun Madura
bekerja sebagai petani. Faktor ini yang kemudian mendorong orang Madura bermigrasi karena masyarakat memiliki tingkat toleransi yang
commit to user
93 tinggi dan dominasi kultur etnis setempat yang tidak kuat. Kedatangan
orang Madura ke daerah tersebut membawa wawasan baru kepada orang Dayak, salah satunya penggunaan peralatan yang diadopsi orang Dayak
yaitu jenis parang yang agak bengkok tetapi tipis dan arit. Suka mengalah adalah bagain dari sifat etnis Dayak maupun
Melayu Kalimantan Barat, ternyata citra yang baik ini diambil oleh sebagian orang Madura untuk menduduki jabatan atau mencari
kesempatan dalam pekerjaan dan usahanya. Citra baik ini menjadi runtuh ketika terjadi perselisihan diantara etnis Madura dengan Dayak dan
Melayu kasus di Sambas. Hal ini diperparah dengan menghilangnya etnis Tionghoa yang harus menyingkir sebagai akibat demonstrasi anti
Cina terjadi pada tahun 1967 Heru Cahyono, dkk, 2008 : 66 dan menambah gelombang kedatangan orang-orang Madura ke Kalimantan.
Oleh karena beberapa pekerjaan dari sektor informal telah banyak dikuasai orang Madura dan tanpa memberi kesempatan dan bahkan
merebut lahan masyarakat lokal maka akibatnya terjadi konflik atas ketidakpuasan dan kurangnya perhatian pemerintah terhadap penduduku
lokal. Kalimantan Barat pernah terjadi konflik kekerasan dan sering
berulang baik antara etnis Madura dengan Dayak dan Melayu ataupun atantara etnis Dayak dengan Tionghoa. Konflik kekerasan tersebut
melibatkan hampir seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya etnis yang berkonflik. Konflik telah mengakibatkan kerugian baik korban jiwa
commit to user
94 maupun harta benda dan merusak seluruh sendi-sendi kehidupan yang
sudah lama dibangun. Oleh karena itu untuk melanjutkan cita-cita perdamaian maka beberapa lembaga non pemerintah berlomba-lomba
untuk memulihkan melalui rekonsiliasi konflik. Salah satu upaya yang dilakukan adalah menanamkan nilai-nilai toleransi terhadap peserta didik
sejak dini melalui sekolah. Kemudian dikenalkanlah pendidikan multikultural kepada peserta didik, yang di dalamnya mengajarkan
tentang budaya dari etnis-etnis yang ada di Kalimantan Barat. Sehingga peserta didik mendapat pemahaman dan pengetahuan terhadap toleransi
dalam kehidupan masyarakat multietnis.
2. Sajian Data