Materi Sejarah Dalam Buku Teks Muatan Lokal Pendidikan Multikultur Kalimantan Barat Tesis Lengkap

(1)

MATERI SEJARAH DALAM BUKU TEKS MUATAN LOKAL PENDIDIKAN MULTIKULTUR KALIMANTAN BARAT

Disusun oleh :

Eka Jaya Putra Utama S 860809011

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Dr. Budhi Setiawan, M.Pd

NIP. 196105241989011001 _______ ________

Pembimbing II Dr. Warto, M.Hum

NIP. 196109251986031001 _______ _______

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah

Dr. Warto, M.Hum NIP. 196109251986031001


(2)

MATERI SEJARAH DALAM BUKU TEKS MUATAN LOKAL PENDIDIKAN MULTIKULTUR KALIMANTAN BARAT

Disusun oleh:

Eka Jaya Putra Utama S.860809011

Telah disetujui oleh Tim Penguji

Mengetahui

Jabatan Nama Tanda tangan Tanggal

Ketua Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd

Sekretaris Dr. Suyatno Kartodirdjo

Anggota Penguji 1. Dr. Budhi Setiawan, M.Pd

2. Dr. Warto, M.Hum

Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah

Dr. Warto, M.Hum

NIP. 196109251986031001

Direktur Program Pascasarjana

Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D NIP. 195708201985031004


(3)

PERNYATAAN

Nama : Eka Jaya Putra Utama NIM : S.860809011

Materi Sejarah Dalam Buku Teks Muatan Lokal Pendidikan Multikultur Kalimantan Barat adalah benar hasil karya saya sendiri, hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanski akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Pebruari 2011 Yang membuat pernyataan,


(4)

MOTTO

Berpikir, bekerja tanpa doa maka hidup terasa sia-sia Lebih baik miskin harta dari pada miskin ilmu pengetahuan dan agama Hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya


(5)

PERSEMBAHAN

Dengan ketulusan hati dan penuh kerendahan jiwa, karya (tesis) ini ku-persembahkan kepada:

Keluarga Besar ku,

dan adikku Dwi Syafrianti.

Istri tercinta Amalia Hariska Aprilyanti, A.Md dan buah hatiku Syafa Hadya Putri Utama.


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat Rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis

Materi Sejarah Dalam Buku Teks Muatan Lokal Pendidikan Multikultur Kalimantan Barat Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. M. Syamsulhadi, Sp.KJ. selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dalam rangka memenuhi tugas akhir.

3. Prof. Dr. H. Samion, AR, M.Pd. selaku Ketua STKIP PGRI Pontianak yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Dr. Warto, M.Hum. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah dan sekaligus pembimbing II yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan tesis.

5. Dra. Sutiyah, M.Pd., M.Hum. selaku Sekretaris Progam Studi Pendidikan Sejarah yang telah banyak memberikan arahan dan motivasi dalam penyusunan tesis.


(7)

6. Dr. Budhi Setiawan, M.Pd. selaku pembimbing I yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan tesis.

7. Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd. dan Dr. Suyatno Kartodirdjo, yang telah menguji penulis dengan baik dan perbaikan yang diberikan kepada penulis. 8. Bapak dan ibu dosen Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana Universitas

Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

9. Kepala sekolah SMP Santo Fransiskus Asisi Pontianak, SMP Santo Benediktus Pahauman dan SMP Haruniyah Pontianak beserta jajarannya, khususnya kepada guru-guru muatan lokal dan siswa-siswi yang telah memberikan informasi dalam pengumpulan data penelitian ini.

10.

memberikan semangat dan motivasi.

11.Istri tercinta Amalia Hariska Aprilyanti, A.Md dan buah hatiku Syafa Hadya Putri Utama yang tidak lelah dan hentinya memberikan doa dan motivasi.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik tetap penulis harapkan untuk menyempurnakannya. Harapan penulis, semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Surakarta, Pebruari 2011


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PERSETUJUAN PENGUJI ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR SKEMA ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

ABSTRAK ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4


(9)

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR ... 7

A. Kajian Teori ... 7

1. Materi Sejarah ... 7

2. Buku Teks ... 14

a. Ciri-Ciri Buku Teks ... 17

b. Aspek-Aspek dan Indikator ... 19

3. Muatan Lokal ... 25

a. Latar Belakang Masuknya Muatan Lokal Dalam Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah ... 28

b. Landasan Hukum ... 32

c. Tujuan Pengajaran Muatan Lokal ... 33

d. Ruang Lingkup ... 35

e. Pelaksanaan Muatan Lokal ... 36

4. Pendidikan Multikultur ... 37

B. Penelitian yang Relevan ... 47

C. Kerangka Pikir ... 47

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 49

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 49

B. Bentuk dan Strategi Penelitian ... 50

C. Sumber Data ... 51

D. Teknis Pengumpulan Data ... 51

E. Teknik Cuplikan (Sampling) ... 53


(10)

G. Teknis Analisis Data... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

A. Hasil Penelitian ... 57

1. Deskripsi Latar ... 57

2. Sajian Data ... 79

B. Pokok-Pokok Temuan ... 104

1. Tujuan Dimunculkannya Buku Teks Muatan Lokal Pendidikan Multikultur Kalimantan Bara ... 104

2. Penyajian Materi Dalam Buku Teks Muatan Lokal Pendidikan Multikultur Kalimantan Barat ... 105

3. Materi Sejarah yang Ada Dalam Buku Teks Muatan Lokal Pendidikan Multikultur Kalimantan Barat ... 106

C. Pembahasan ... 106

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 123

A. Simpulan ... 123

B. Implikasi ... 126

C. Saran ... 128

DAFTAR PUSTAKA ... 131


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Struktur Kurikulum SMP/MTs ... 31

2. Daftar Kegiatan Penelitian ... 50

3. Penduduk Laki-Laki Menurut Kabupaten/ Kota ... 62

4. Penduduk Perempuan Menurut Kabupaten/ Kota ... 65


(12)

DAFTAR SKEMA

Halaman

1. Kerangka Pikir ... 48 2. Model Analisis Interaktif ... 56


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Wawancara dengan Hendrikus, S.Pd di SMP Santo Benediktus ... 150

2. Wawancara dengan siswa-siswa kelas VII SMP Santo Benediktus ... 150

3. Wawancara dengan Kornelius Yono, S.Pd di SMP Fransiskus Asisi ... 151

4. Wawancara dengan Valen, Helen, Wanda Bhenatan dan Lenny Marviana (siswa-siswa SMP Fransiskus Asisi ... 151

5. Wawancara dengan Siti Syarifah, S.Ag dan Ushawati, S.Pd di SMP Haruniyah Pontianak ... 152

6. Wawancara dengan Arini dan Ainunisa siswa kelas VII SMP Haruniyah Pontianak ... 152

7. Sampul depan buku teks Muatan Lokal Pendidikan Multikultur Kalimantan Barat ... 153

8. Rumah Pajang (Betang) etnis Dayak ... 154

9. Keluarga muslim Tionghoa, bentuk interaksi sosial antar etnis Melayu Dengan Tionghoa melalui perkawinan ... 154

10.Meriam Karbit ... 155

11.Ritual Antar Ajung ... 155

12.Tradisi Makan Saprahan ... 156

13.Permainan naga (Barongsai) dalam perayaan Capgomeh ... 156

14.Perlombaan Karapan Sapi ... 157


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Daftar Informan ... 136

2. Pedoman Wawancara ... 138

3. Fieldnote ... 140

4. Foto Sekolah dan Proses Mengumpulan Data ... 150

5. Beberapa Gambar Dalam Buku Teks Muatan Lokal Pendidikan Multikultural Kalimantan Barat ... 153


(15)

ABSTRAK

Eka Jaya Putra Utama. S.860809011. Materi Sejarah Dalam Buku Teks Muatan Lokal Pendidikan Multikultur Kalimantan Barat. Tesis Program Studi Pendidikan Sejarah, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Tujuan dimunculkannya buku teks muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat; (2) Penyajian materi dalam buku teks muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat; (3) Materi sejarah dalam buku teks muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat.

Penelitian ini dilaksanakan di Pontianak dan Pahauman, Kalimantan Barat. Bentuk penelitian ini adalah diskriptif kualitatif dengan studi kasus tunggal dan strategi penelitian dalam bentuk terpancang. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dengan tim ANPRI, guru mata pelajaran muatan lokal, wakil kepala sekolah bidang kurikulum dan siswa, analisis dokumen yang berupa buku teks muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat. Teknik cuplikanyang digunakan adalah purposive sampling. Validitas data menggunakan trianggulasi sumber dan trianggulasi metode. Analisis data menggunakan model analisis interaktif melalui reduksi data, penyajian data, penarikan simpulan dan verifikasi yang berinteraksi dengan pengumpulan data secara siklus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Tujuan dimunculkannya buku teks muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat adalah usaha untuk rekonsiliasi konflik melalui jalur pendidikan sekaligus mengenalkan kembali kebudayaan etnis di Kalimantan Barat; (2) Penyajian materi dalam buku teks muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat masih memiliki kelemahan dan kekurangan mengenai kelogisan sajian materi yang menjelaskan materi melalui cerita rakyat (folklore), tidak menunjukkan glosarium, indeks, ketepatan tata bahasa, ketidaksesuaian antara materi dengan ilustrasi dan penulisan daftar pustaka; (3) Materi sejarah yang terdapat dalam buku teks muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat adalah sejarah lokal Kalimantan Barat dan sejarah kebudayaan etnis Dayak, Melayu, Tionghoa dan Madura.


(16)

ABSTRACT

Eka Jaya Putra Utama. S.860809011. History Material in Local Payload Textbook Multiculture Educationt West Kalimantan. Thesis. Surakarta: Education Of History Study Program, Postgraduate Sebelas Maret University.

This research aim to know (1) Purpose peeping out of local payload textbook multiculture education West Kalimantan; (2) Material presentation in local payload textbook multiculture education West Kalimantan; (3) History material in local payload textbook multiculture education West Kalimantan.

This research done in Pontianak and Pahauman, West Kalimantan. Form this research is diskriptif qualitative with single case study and research strategy form this embedded research. Data collecting indepth interview with team of ANPRI, teacher of local payload, curriculum area vice headmaster and student, document analysis which in the form of local payload textbook multiculture education at West Kalimantan. Sampling technic is purposive sampling. Data validity use source and method trianggulasi. Data analysis use analysis of interaktif namely reduce data, presentation of data and withdrawal of node which have interaction with data collecting cyclely.

Result of research indicate that: (1) Puposer peeping out local payload textbook multiculture education West Kalimantan effort for the reconciliation of conflict through education and define again ethnical culture in West Kalimantan; (2) Presentation of material in local payload textbook multiculture education at West Kalimantan still have insuffiency and weakness regarding logically of explaining material through folklore, do not show glosarium, index, accuracy of structure, inappropriate between with illustration and writing of bibliography; (3) history material which there are in local payload textbook multiculture education West Kalimantan is local history of West Kalimantan and culture history of Dayak, Malay, Tionghoa and Madura ethnics.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Buku teks merupakan bagian yang tidak bisa terpisahkan dari satuan pembelajaran di kelas. Buku teks pelajaran menjadi salah satu sumber belajar guna memperoleh informasi selain guru di kelas. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan dan peningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah melalui standarisasi buku teks pelajaran, telah ditetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 tahun 2005 tentang pentingnya buku teks pelajaran bagi peserta didik (BNSP, 2006 : v). Dengan demikian, buku teks yang digunakan oleh siswa maupun guru harus diperiksa terlebih dahulu isi, materi, bahasa, dan kualitas buku sehingga ketika digunakan akan memperoleh informasi dan pengetahuan yang yang sesuai dengan kebutuhan siswa maupun guru dan tingkatan kelasnya.

Kurikulum muatan lokal adalah salah satu bagian dari kurikulum yang berlaku saat ini, istilah muatan lokal dalam dunia pendidikan di Indonesia secara resmi mulai tahun 1987, melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Nomor 0412/U/1987 tanggal 11 Juli 1987, tentang muatan lokal. Kurikulum atau mata pelajaran muatan lokal pada awalnya bukan mata pelajaran yang berdiri sendiri, melainkan materi pelajaran lokal yang dimasukkan ke dalam berbagai bidang studi yang relevan.


(18)

Sejak diberlakukannya kurikulum tahun 1994, muatan lokal menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri, atau tidak lagi diintegrasikan pada mata pelajaran lainnya. Konsep muatan lokal tidak lagi sama seperti tahun 1987, konsep muatan lokal di sini maksudnya adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang bersifat desentralisasi, sebagai upaya pemerintah untuk lebih meningkatkan relevansi terhadap kebutuhan daerah yang bersangkutan (Suharsimi Arikunto dalam Nandi Warnandi, tt : 12). Pada kurikulum tahun 1994 muatan lokal sudah menjadi bidang studi yang berdiri sendiri, baik bidang studi wajib maupun bidang studi pilihan, atau lebih dikenal dengan mata pelajaran muatan lokal wajib dan mata pelajaran muatan lokal pilihan.

Dalam pelaksanaan pengajaran rekonstruksi sosial, sekolah harus berusaha melengkapi sarana penunjang yang tersedia guna memberikan pengetahuan kepada peserta didik, agar nantinya bisa menangani hambatan-hambatan yang terjadi di masyarakat, salah satunya adalah buku teks. Sekolah berusaha memberikan penerangan dan melatih kemampuan untuk melihat dan mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi, meningkatkan kemampuan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi (Nana Syaodih Sukmadinata, 2000 : 95).

Buku teks pelajaran merupakan salah satu sumber yang digunakan oleh guru sebagai bahan ajar dalam melaksanakan proses pembelajaran. Guru dituntut untuk memahami isi materi yang tercantum dalam buku teks pelajaran, karena pada umumnya buku teks pelajaran yang digunakan oleh guru ditulis oleh orang lain atau penulis buku dari suatu penerbit. Penulis buku biasanya mencoba menginterpretasikan sendiri deskripsi materi yang harus ditulis berdasarkan standar


(19)

Buku yang sama dengan penulis yang berbeda memungkinkan terjadinya deskripsi materi yang berbeda (Agus Mulyana, 2009 : 1).

Buku teks sebagai sumber belajar bagi peserta didik juga menjadi sumber bahan ajar oleh guru dalam proses belajar mengajar. Secara formal biasanya buku teks dikeluarkan oleh dinas pendidikan ataupun lembaga pendidikan yang berkompeten. Pelajaran muatan lokal menggunakan buku teks dalam membantu guru untuk mengajar di kelas. Pelajaran muatan lokal menawarkan berbagai macam materi yang tentunya menggunakan beragam sumber yang berasal dari buku teks.

Sejalan dengan paradigma pendidikan yang akhir-akhir ini telah mengalami pergeseran yakni guru tidak lagi semata-mata sebagai pusat pembelajaran kepada peserta didik namun peserta didik perlu diberikan peluang untuk mencari dan mendapatkan informasi yang seluas-luasnya dari berbagai macam sumber.

Beragamnya buku teks muatan lokal yang digunakan oleh sekolah-sekolah diantaranya buku teks muatan lokal agro pertanian, bahasa Inggris, bahasa daerah, komputer, pendidikan multikultural. Dari banyaknya buku teks yang ditawarkan belum tentu semuanya dapat dijadikan pedoman ataupun acuan bagi guru sebagai pegangan untuk mengajar karena harus melewati beberapa kreteria diantaranya penulisan, bahasa, tingkat pemahaman, isi, kedalaman materi, ilustrasi. Dengan demikian sekolah dan guru harus cermat memilih dan menggunakan buku teks sebagai pedoman untuk mengajar.


(20)

Dengan sekian banyak tawaran buku teks muatan lokal yang ada di Kalimantan Barat sehingga peneliti ingin mencari dan mengkaji buku teks muatan lokal pendidikan multikultur untuk SMP karena dipandang sangat penting apalagi buku teks tersebut mencerminkan nilai keberagaman budaya, adat istiadat, bahasa daerah, kesenian daerah dari ernis yang ada di Kalimantan Barat, untuk itu peneliti akan mengkaji apakah materi sejarah ada termuat di dalam buku teks muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat tersebut.

B. Perumusan Masalah

1. Apa tujuan dimunculkannya buku teks muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat ?

2. Bagaimana penyajian materi dalam buku teks muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat ?

3. Materi sejarah apa yang ada dalam buku teks muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat ?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum penelitian ini adalah untuk :

a. Mencari dan menemukan materi sejarah dalam buku teks muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat.

2. Tujuan Khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui :

a. Tujuan dimunculkannya buku teks muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat.


(21)

b. Penyajian materi dalam buku teks muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat.

c. Materi sejarah dalam buku teks muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian materi sejarah dalam buku teks muatan lokal pendidikan multikultural SMP di Kalimantan Barat, dapat memberi manfaat baik teoritis maupun praktis

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menambah dan dijadikan referensi untuk pengembangan materi dalam buku teks muatan lokal yang memuat materi sejarah dan pendidikan multikultur.

2. Manfaat Praktis a. Peneliti

Memberi sumbangan dan evaluasi dalam penulisan buku teks muatan lokal pendidikan multikultur yang memuat materi sejarah.

b. Sekolah

Memberi pengetahuan baru dan solusi bagi sekolah dalam rangka memilih buku teks terutama untuk mata pelajaran muatan lokal pendidikan multikultur yang memuat materi sejarah.


(22)

c. Pemerintah dan instansi terkait

Memberi kontribusi dan rekomendasi kepada Dinas Pendidikan Propinsi maupun Dinas Pendidikan Kota atau Kabupaten, bahwa penyusunan buku teks muatan lokal harus melewati berbagai macam kreteria dan penyeleksian sehingga sekolah-sekolah tidak lagi menggunakan buku teks, khususnya muatan lokal yang tidak berkualitas. Mengingat pentingnya penanaman toleransi antar etnis dan pengenalan sejarah budaya lokal sehingga mata pelajaran muatan lokal pendidikan multikultur dapat dijadikan sebagai kurikulum wajib dan diterapkan pada seluruh sekolah di Kalimantan Barat.


(23)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Teori

Teori yang dikaji dalam penelitian ini meliputi: (1). Materi sejarah. (2). Buku teks. (3). Muatan lokal dan (4). Pendidikan multikultur. Teori bermanfaat untuk menjelaskan berbagai aspek yang berkaitan dengan materi sejarah dalam buku teks muatan lokal pendidikan multikultural SMP di Kalimantan Barat.

1. Materi Sejarah

Materi adalah bahan pelajaran yang terpilih berdasarkan kriteria keilmuan dan kegunaannya yang dapat menunjang tercapainya instruksional atau pengetahuan, pengalaman masa lampau yang disusun secara sistematik melalui prosedur metode keilmuan (Nana Sujana dalam Zulkarnain, 2002 : 38). Materi atau bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Materi atau bahan adalah salah satu sumber belajar bagi anak didik (Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 1997 : 50). Materi atau bahan yang dimaksud sebagai sumber belajar adalah sesuatu yang membawa pesan untuk tujuan pengajaran.

Materi merupakan unsur inti yang terdapat di dalam kegiatan belajar mengajar, karena materi atau bahan pelajaran sangat diupayakan untuk dikuasai oleh peserta didik. Oleh karena itu guru yang merupakan komponen terpenting harus mampu memiliki, menguasai dan menyampaikan materi kepada peserta


(24)

didik dengan baik. Dengan demikian materi atau bahan pelajaran sudah dikemas dalam buku teks untuk dikonsumsi oleh peserta didik. (Dyah Sulistyowati, 1999 : 26).

Materi sejarah di sekolah merupakan sub dari mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Hal yang dikaji dalam Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah hal yang menyangkut kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, antropologi, sejarah dan tatanegara. Sedangkan tujuan dari materi sejarah yang diajarkan di sekolah adalah agar peserta didik mampu mengembangkan pemahaman perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lalu hingga kini dan berfungsi untuk menumbuhkan rasa kebangsaan dan bangga bahwa bangsa Indonesia memiliki berbagai macam bahasa, etnis, agama yang disatukan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa materi adalah seperangkat pengetahuan yang dijabarkan dalam kurikulum guna disampaikan kepada peserta didik atau dibahas dalam proses belajar mengajar agar tercapai tujuan yang telah ditetapkan. Banyak sumber-sumber bahan pelajaran yang dapat digunakan, akan tetapi bahan yang diambil hendaknya bersifat pedagogik, oleh karena itu guru harus pandai menyeleksi dan memilih bahan yang relevan dengan tujuan pengajaran (Zulkarnain, 2002 : 38).

Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam menetapkan materi atau bahan pelajaran yakni, materi harus sesuai dan menunjang tercapainya tujuan, materi yang ditulis dalam perencanaan pengajaran hanya garis besarnya saja dan menetapkan materi pelajaran harus serasi dengan urutan tujuan. Dalam


(25)

menetapkan pilihan-pilihan untuk materi sejarah harus sesuai dan menunjang tujuan yang perlu diberikan oleh guru, urgensi dari materi adalah untuk disampaikan dan diketahui oleh semua, sesuai dengan tuntutan kurikulum, memiliki nilai kegunaan bagi peserta didik untuk kehidupan dan masa depan mereka dan keterbatasan sumber yang diperoleh peserta didik sehingga perlu diberikan oleh guru.

Di samping itu ada hal yang sangat penting adalah kenyataan bahwa materi sejarah yang bersumber dari kurikulum harus memenuhi standar baku yang telah ditetapkan. Kurikulum merupakan sesuatu yang disusun, direncanakan dan dievaluasi. Dalam proses itu maka kurikulum harus berkembang dan sejalan dengan usaha yang terus menerus untuk menemukan alat dan cara baru, efisien dan lebih baik dalam menyempurnakan pelaksanaannya (Olivia, 1982 : 25-26).

Disisi lain pertimbangan dalam rangka menentukan isi materi pelajaran harus mementingkan peran peserta didik sebagai pelaku dalam kegiatan belajar mengajar. Kemampuan peserta didik berbeda-beda dan berkembang bertahap secara kualitatif dan pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran ditentukan oleh mereka sendiri, guru sebagai pelaksana kegiatan belajar mengajar harus berhati-hati dalam menetapkan materi pelajaran yang seharusnya dipelajari oleh peserta didik.

Sesuai dengan hal tersebut maka guru harus mempertimbangkan beberapa kriteria pemilihan materi pelajaran yaitu : materi pelajaran adalah sarana yang digunakan dan bermanfaat bagi tercapainya tujuan kurikulum, materi pelajaran adalah sarana yang membawa siswa ke arah tujuan yang mempunyai aspek jenis


(26)

perilaku dan isi, materi pelajaran bersifat lebih luas dari pada aspek isi, materi pelajaran harus sesuai dengan kepentingan dan taraf kemampuan siswa untuk menerima dan mengolah materi itu, materi pelajaran harus dapat melibatkan siswa secara aktif dalam berpikir dan melakukan kegiatan, materi pelajaran harus memberikan tempat waktu untuk dibelajarkan sesuai dengan perkembangan ilmu dan kebutuhan masyarakat, materi pelajaran harus sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan masyarakat serta kebijakan pemerintah, materi harus relevan dengan pembangunan nasional dan materi harus benar-benar dikuasai dan dipahami oleh guru (Suyatno, 2001 : 25-26).

Sejarah sebagai cara untuk mengetahui masa lampau yang penuh makna dan menjadi landasan bagi setiap orang untuk memahami apa yang pernah terjadi. Pengetahuan terhadap peristiwa masa lampau merupakan cerminan dan nilai-nilai sejarah yang terkandung harus dilestarikan sebagai pembentukan karakter bagi generasi penerus atau ditolak karena tidak sesuai dengan perkembangan jaman. Sejarah adalah ilmu yang mempelajari kehidupan manusia di masa yang lampau dan memberikan petunjuk dalam mereaksi terhadap masalah-masalah baru yang ada di masa seakarang. Sejarah memiliki berberapa manfaat bagi kehidupan manusia pada masa sekarang. Wasino (2007 : 10-14) dan Noor (1995 : 334-335) dalam Syaiful Amin, menyebutkan bahwa beberapa kegunaan sejarah bagi manusia yang mempelajarinya, yakni (a) edukatif (untuk pendidikan), (b) instruktif (memberikan pengajaran), (c) inspiratif (memberi ilham), dan (d) rekreatif (memberikan kesenangan).


(27)

Sejarah adalah rekonstruksi masa lalu. Sejarah ialah ilmu tentang manusia. Peristiwa masa lalu itu luas. Terjadinya alam semesta (Kuntowijoyo, 1997 : 12) yang merupakan pekerjaan atau objek penelitian astronomi. Sejarah hanya mengurusi manusia masa kini dan mempelajari atau meneliti peristiwa-peritiwa masa lalu. Sejarah ialah ilmu tentang waktu. Dalam waktu terjadi empat hal, yaitu (1) perkembangan, (2) kesinambungan, (3) pengulangan, dan (4) perubahan (Kuntowijoyo, 1997 : 13).

Masa lampau manusia untuk sebagian besar tidak dapat ditampilkan kembali (Gottschalk, Louis , terj. Nugroho Notosusanto, 1975 : 27). Lebih dari pada itu, pengalaman suatu generasi yang telah lama mati yang sebagian besar keluarganya tidak meninggalkan rekaman-rekaman sehingga tidak mungkin diingat kembali secara lengkap. Fakta-fakta sejarah diperoleh dari kesaksian dan karenanya merupakan fakta arti (facts of meaning). Fakta-fakta semacam ini tidak dapat dilihat, dirasa, dikecap, didengar. fakta-fakta itu merupakan lambang atau wakil dari pada sesuatu yang pernah ada. Untuk dapat dipelajarai sejarah secara obyektif yakni memperoleh pengetahuan yang tidak memihak dan benar, bebas dari pada reaksi pribadi seseorang. Sedangkan kebanyakan sejarah didasarkan atas kenangan, yakni kesaksian tertulis atau lisan (Gottschalk, Louis terj. Nugroho Notosusanto, 1975 : 28).

Sejarah memiliki fungsi pendidikan karena dengan memahami sejarah berarti telah diambil satu manfaat atau hikmah dari terjadinya suatu peristiwa sejarah. Kaitan antara sejarah dan pendidikan dapat diketahui dari sebuah kalimat bijak tentang peranan sejarah bagi manusia yang berbunyi historia vitae magistra


(28)

kehidupan ini sangat dalam, karena memerlukan pemikiran mengapa sampai sejarah itu digunakan sebagai guru kehidupan. Maksud dari kalimat tersebut adalah bahwa sejarah ini memiliki fungsi pendidikan, yang mengajarkan bagaimana manusia seharusnya itu bertindak dengan melihat peristiwa yang telah terjadi untuk kemudian diambil hikmahnya. Beberapa fungsi sejarah kaitannya dengan sarana pendidikan, yaitu sebagai pendidikan moral, penalaran, politik, kebijakan, perubahan, masa depan, dan keindahan (Syaiful Amin, 2010 : 36).

Sejarah tidak dapat dipisahkan dengan peristiwa atau kisah yang terjadi dimasa lampau, pelaku, waktu dan tempat, Dalam suatu peristiwa nilai-nilai sejarah yang sangat penting karena sejarah sebagai pendidikan perubahan, masa depan, keindahan dan penalaran sehingga siapa saja yang mempelajari dan memahami secara mendalam akan terinspirasi untuk berbuat sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku. Dengan demikian materi sejarah tidak merupakan barang jadi yang bersifat statis, melainkan sesuatu yang bersifat dinamis dan terbuka terhadap perkembangan yang terjadi pada masyarakat (Hamid Hasan dalam Zulkarnain, 2002 : 41).

Materi sejarah dalam buku teks muatan lokal pendidikan multikultur harus dituangkan secara kronologis isi, bahasan materi, menerangkan tempat dari peristiwa tersebut terjadi, manusia sebagai pelaku yang ikut serta dalam peristiwa dan menjelaskan waktu peristiwa tersebut terjadi hingga sebab peristiwa itu terjadi. Dalam buku teks muatan lokal pendidikan multikultur materi sejarah yang dimaksud adalah segala peristiwa yang pernah terjadi baik berupa sejarah


(29)

kebudayaan etnis, perkembangan etnis, dan perubahan struktur sosial yang terjadi di Kalimantan Barat.

Materi sejarah dapat diambil dari berbagai sumber seperti sejarah lokal Kalimantan Barat, sejarah sosial ekonomi, sejarah politik, sejarah kota, sejarah desa, sejarah kebudayaan etnis yang tentunya dibahas melalui ilmu bantu atau pendekatan ilmu-ilmu lain. Sehingga peserta didik yang membaca atau mempelajari buku teks dapat memahami dan mengetahui materi sejarah secara utuh (holistik) berdasarkan fakta-fakta yang apa adanya. Dengan terus melakukan pengolahan, perubahan dan pembaharuan terhadap materi sejarah maka fungsi strategis pengajaran dalam membangun kesadaran sejarah akan semakin baik. Dengan demikian siswa akan menyentuh dan masuk pada proses mengerti, memahami dan bukan semata harus menghafal fakta-fakta dalam cerita (Zulkarnain, 2002: 42).

Materi sejarah adalah bahan pelajaran yang terpilih berdasarkan kriteria keilmuan dan kegunaannya yang dapat menunjang tercapainya tujuan instruksional (pengetahuan), dari pengalaman dan peristiwa masa lampau yang disusun secara sistematis, kronologis melalui prosedur metode sejarah. Berkaitan dengan buku teks pendidikan multikultur Kalimantan Barat, bahwa materi sejarah dapat diambil dari peristiwa-peristiwa lokal yang terjadi di Kalimantan Barat dan kebudayaan yang dijadikan identitas dari setiap etnis.


(30)

2. Buku Teks

Buku-buku yang digunakan sekolah-sekolah (SD, SLTP dan SLTA) di Indonesia terdiri dari empat jenis, yaitu: (1) buku pelajaran atau buku teks; (2) buku bacaan; (3) buku sumber; (4) buku pegangan guru atau yang biasanya mendampingi buku teks (Jono Trimanto, 2003: 26). Buku teks terdiri dari buku pokok dan buku teks pelengkap (Dedi Supriadi dalam Jono Trimanto, 2003: 26). Buku teks pokok disediakan oleh pemerintah atau Departemen Pendidikan Nasional yang sekarang diganti Kementerian Pendidikan Nasional yang disebut juga dengan buku paket. Buku-buku paket diedarkan ke sekolah-sekolah secara cuma-cuma karena masih dipandang penting guna menunjang proses belajar mengajar.

Sejalan dengan uraian buku teks, banyak pendapat yang mencoba menjelaskan tentang pengertian oprasional dari buku teks dan peranannya sebagai sumber belajar bagi peserta didik untuk memperoleh informasi. Menurut Kumar dalam Jono Trimanto (2003 : 26) buku teks adalah buku untuk pengajaran. Sementara, Widodo dalam Suwito (1993 : 44) buku teks sebagai buku yang disusun untuk tujuan pengajaran dari tingkat yang mudah ke tingkat yang sukar dan biasanya disusun untuk dibaca.

Pendapat lain juga mengenai buku teks adalah merupakan sumber utama bagi siswa yang banyak mengandung ilmu pengetahuan yang disusun menurut logika, disajikan secara runtut dan sedapat mungkin memenuhi tuntutan kurikulum (Sulistia dalam Suwito, 1993 : 44). Buku teks juga diartikan buku yang berisi bidang-bidang studi yang menjadi buku pegangan bagi guru untuk


(31)

melaksanakan tugasnya mengajar di kelas. Buku teks sebagai sumber belajar yang dimaksud adalah segala daya yang dapat dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tak langsung, sebagian atau keseluruhan (Nana Sujana, 2001 : 76). Sedangkan menurut Abdul Majid (2008 : 170) menjelaskan sumber belajar (learning resource) adalah informasi yang disajikan dan disimpan dalam berbagai media, yang dapat membantu siswa dalam belajar sebagai wujud dari kurikulum. Bentuknya tidak terbatas apakah berbentuk cetakan, video format perangkat lunak atau kombinasi dari berbagai format yang dapat digunakan oleh siswa ataupun guru.

Dapat dipahami bahwa buku teks merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam proses belajar mengajar karena sebagai sumber belajar untuk peserta didik dan sumber bagi guru untuk mempermudah menjelaskan materi kepada peserta didik. Selain buku teks sebagai sumber belajar, guru menggunakan buku pegangan khusus atau disebut bahan ajar yang disesuaikan dengan mata pelajaran tertentu untuk memperkaya ilmu pengetahuan yang tingkatan isinya lebih tinggi dibandingkan buku teks yang dibaca oleh peserta didik.

Melalui pedoman yang ada pada bahan ajar, guru akan lebih mudah memahami materi dan peran utuh kurikulum. Ada tiga komponen penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan, yaitu guru, kurikulum dan buku. Dari beberapa pendapat tersebut mengenai buku teks, ternyata memiliki peran dan posisi yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Mengingat posisi buku teks yang sedemikian penting, maka isinya harus relevan dengan kandungan kurikulum yang berlaku secara utuh (Jono Trimanto, 2003 : 27).


(32)

Buku teks pada hakekatnya merupakan buku yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar, terutama yang dipegang oleh siswa. Buku teks memuat mengenai suatu objek atau pelajaran sesuai dengan tujuan kurikulum dan tujuan instruksional. Menurut Bacon, buku teks adalah buku yang dirancang buat penggunaan dikelas, dengan cermat disusun dan disiapkan oleh para pakar atau para ahli dalam bidang itu dan dilengkapi sarana-sarana pengajaran yang sesuai dan serasi (Tarigan dan Tarigan Djago, 1982 : 11).

Buku teks merupakan buku pegangan utama dalam proses pembelajaran (learning) dan pengajaran (teaching) yang digunakan oleh siswa dan disusun atau ditulis oleh guru atau pakar yang menguasai displinnya dengan tujuan untuk mempermudah proses pembelajaran bagi siswa (Helius Sjamsudin dalam Agus Mulyana, 2007 : 1). Dua hal pokok yang harus diperhatikan dalam buku ajar yang berbeda dengan buku lainnya yaitu pertama aspek isi yang mengacu pada disiplin ilmu dan kedua memiliki tujuan pembelajaran. Aspek disiplin keilmuan artinya isi materi dari buku tersebut haruslah merujuk pada kaidah-kaidah dari disiplin ilmu. Aspek pembelajaran yaitu struktur isi buku dan deskripsi uraian materi dalam buku teks harus mudah dipahami dan memberikan stimulus bagi siswa untuk belajar.

Buku teks merupakan buku yang berfungsi bagi siswa untuk belajar. Jenis buku ini sangat bergantung pada kurikulum yang dikembangkan. Buku teks pelajaran pada dasarnya merupakan buku yang memberikan informasi penting bagi siswa di sekolah, yang digunakan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar. Penggunaan jenis buku ini dapat memberikan penjelasan yang mendukung


(33)

kegiatan pembelajaran dan dapat memperluas wawasan pengetahuan pembacanya (Ella Yulaelawati, 1994 : 4).

Buku teks merupakan media dalam proses belajar mengajar yang dapat dipilih untuk mengubah situasi belajar mengajar dari siswa datang, duduk, diam, dengar dan mencatat menjadi situasi dimana siswa diberi kesempatan untuk membaca dan belajar memecahkan masalah sendiri di bawah bimbingan dan pengawasan guru, yang siap menolong dan membantu siswa yang mengalami kesulitan (Sutiyah, 1998 : 17).

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1981) dalam Jono Trimanto, mendefenisikan buku teks sebagai sumber belajar yang digunakan untuk mempelajari dasar-dasar bidang ilmu tertentu dan buku teks merupakan tuntutan pengetahuan minimal bagi yang mempelajari bidang ilmu tersebut. Dapat disimpulkan bahwa buku teks adalah buku untuk belajar disusun oleh pakar yang menguasai disiplinnya dan tingkat materinya dari yang rendah ke tingkat yang sukar. Buku teks biasanya digunakan oleh peserta didik untuk mempelajari bidang ilmu tertentu. Berdasarkan pada defenisi dan pendapat mengenai buku teks maka buku muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat, dapat dijadikan sebagai buku teks untuk mempelajari kebudayaan etnis dan sejarah lokal Kalimantan Barat bagi peserta didik.

a. Ciri-Ciri Buku Teks

Agar buku teks dapat digunakan peserta didik sebagai sumber untuk mendapatkan informasi harus mempunyai tingkat keterbacaan yang tinggi, penyajian bahan yang dirumuskan lebih jelas, terperinci disusun berdasarkan


(34)

kebutuhan yang nyata dalam rangka mencapai tujuan, di samping itu buku teks mempunyai ciri-ciri:

1. Merupakan teks yang bersifat pengajaran mandiri, siswa terlibat dalam proses belajar mengajar sesuai tingkat kemampuannya. Siswa membaca uraian materi tiap-tiap bab dalam buku teks dan mengerjakan latihan sendiri. Bila mengalami kesulitan dipecahkan bersama-sama dalam kelas di bawah bimbingan guru.

2. Memuat rumusan tujuan secara eksplisit dan spesifik, sehingga proses mengajar terarah dalam mengajar guru tidak terlalu jauh menyimpang dari rencana yang telah dibuat dan siswa dalam belajar lebih terarah, jelas yang dipelajari karena alat ukur atau evaluasi merupakan sarana untuk mengukur tercapainya tujuan.

3. Adanya asosiasi, struktur dan urutan pengetahuan. 4. Multi media (cetak, grafis dan elektronik)

5. Adanya pengukuran langsung terhadap respons siswa. Jadi jawaban siswa salah atau benar dapat dilihat dari kunci jawaban

6. Adanya evaluasi terhadap penguasaan hasil belajar (Sutiyah, 1998 : 18). Jadi buku teks merupakan salah satu sumber yang dapat digunakan oleh guru sebagai alat bantu mengajar. Dapat digunakan siswa agar lebih mudah memahami topik atau pokok bahasan, sub pokok bahasan yang dibahas di dalam proses belajar mengajar. Dengan membaca sendiri dan menanyakan kepada guru apabila mengalami kesulitan sehingga tidak menggantungkan diri pada materi yang diceramahkan guru.


(35)

Beberapa karakteristik buku teks pelajaran adalah: (1) memiliki landasan keilmuan yang jelas dan mutakhir; (2) berisi materi yang memadai, bervariasi, mudah dibaca, dan sesuai dengan kebutuhan siswa; (3) disajikan secara sistematis, logis, dan teratur; (4) meningkatkan minat siswa untuk belajar; (5) berisi materi yang membantu siswa untuk memecahkan masalah keseharian; (6) memuat materi refleksi dan evaluasi diri untuk mengukur kompetensi yang telah dan akan dipelajari (Agus Mulyana, 2009 : 2)

Isi buku teks pelajaran muatan lokal mengacu kepada standar isi yang berupa Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). SK dan KD merupakan materi minimal yang harus dikembangkan oleh guru ketika menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Uraian materi muatan lokal yang ada pada buku, pada dasarnya merupakan pengembangan materi yang dilakukan oleh penulis buku. Dalam mengembangkan materi, penulis buku melakukan interpretasi terhadap batasan materi yang ada dalam SK dan KD. Dengan demikian struktur berpikir penulis buku sangat berpengaruh dalam mendeskripsikan uraian materi.

b. Aspek-Aspek dan Indikator

Lebih lanjut dijelaskan oleh Dedi Supriadi dalam Jono Trimanto (2003 : 29) bahwa secara umum penyusunan buku teks harus memperhatikan aspek-aspek dan indikator yang telah dibakukan oleh pemerintah dalam hal ini Proyek Pengembangan Buku dan Minat Baca, yang meliputi :

1. Aspek Isi, memuat sekurang-kurangnya bahan pelajaran minimal yang bersangkutan untuk masing-masing tingkat, penyajian materi harus


(36)

konsisten, cakupan materi harus relevan dengan kurikulum, benar sesuai ilmu pengetahuan dan peraturan yang berlaku, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk kelas akhir ada indeks dan daftar yang diperlukan dan wajib mencantumkan daftar pustaka.

2. Aspek Penyajian, materi yang disajikan harus relevan dengan kurikulum, pokok bahasan materi sesuai antara materi dengan pendukung materi (gambar, tabel, draf) dan logis, antar subbab dalam penyajian saling memperkuat dengan bahan kajian yang terkait atau memiliki keterkaitan materi, menyajikan materi yang dihubungkan dengan masa sekarang (kontekstual) sehingga menarik untuk dipelajari siswa, penyampaian dan penataan materi sesuai tingkat perkembangan siswa.

3. Aspek Bahasa yang harus menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, bahasa yang digunakan relevan dengan pembacanya, menggunakan bahasa Indonesia yang mampu meningkatkan kematangan dan perkembangan siswa, menggunakan kalimat yang sesuai usia siswa, berkaitan dengan pengalihan huruf menggunakan translitterasi yang telah baku.

4. Aspek Keamanan, sesuai dan tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 dan ketetapan MPR, tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah, tidak bertentangan dengan etika, hukum dan kebijakan yang berlaku, tidak menimbulkan pertentangan antar agama, suku dan tradisi setempat.


(37)

5. Aspek Grafika, ilustrasi mendukung isi dan mudah dimengerti, pemakaian warna sesuai kebutuhan, hubungan khusus isi teks dengan ilustrasi harus konsisten, ukuran huruf dan ukuran set sesuai usia siswa.

Selain aspek-aspek untuk memilih buku teks yang baik maka ada indikator yang digunakan untuk mengkaji buku teks muatan lokal pendidikan multikultur yakni:

1. Kesahihan, yaitu benar tidaknya esensi fakta, data, konsep, proposisi, generalisasi, hipotesis dan teori yang menjadi bahan rujukan. Kesahihan ini didasarkan atas aspek ontologi, sumber dan konteks pembahasan.

2. Kemutakhiran, artinya aktual tidaknya materi yang disajikan, dilihat dari sumber rujukan, perkembangan ilmu maupun dinamika masyarakat.

3. Kedalaman, yaitu intensitas pembahasan materi, baik dari segi jumlah maupun ide-ide pendukung yang ditampilkan maupun analisis yang dilakukan.

4. Konsistensi atau keajegan, yaitu ketepatan dalam pengulangan pemakaian suatu istilah, konsep, konsep penyajian.

5. Kejelasan, artinya ada kesamaan pemahaman antar penulis dengan pembaca tentang pesan yang disampaikan.

6. Keruntutan, yaitu alur penyajian materi, dilihat dari konteks logika, disiplin ilmu maupun alur pemikiran. Hal ini tercermin dalam bab, sub bab atau penyajiannya.

7. Kesesuaian, artinya adanya keserasian antara tujuan penulisan dengan bobot tulisan yang disajikan (Ramelan dalam Jono Trimanto, 2003 : 33-34).


(38)

Apabila buku teks muatan lokal pendidikan multikultural SMP disusun dengan memperhatikan kaidah dan indikator penulisan, maka sangat mungkin merupakan buku teks yang bermutu. Dengan demkian buku teks muatan lokal pendidikan multikultural yang baik dan bermutu disertai dengan tingkat keterbacaan yang tinggi ketika di dalam materinya sudah memposisikan dan proporsional memberikan penyajian yang berkaitan dengan sejarah budaya lokal.

Buku teks tidak terlepas dari proses penilaian untuk melihat kelayakan penggunaanya, adapun beberapa instrumen penilaian buku teks pelajaran SMP diantaranya:

1. Komponen kelayakan isi, yang meliputi;

a. Cakupan materi yang menjelaskan memuat pengetahuan, keluasan materi, kedalaman materi dan penyajian materi.

b. Akurasi materi yaitu kebenaran dan ketepatan fakta yang disajikan sesuai dengan kenyataan empiris dan sesuai dengan materi sajian, konsep yang disajikan tidak menimbulkan salah pengertian, teori yang disajikan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, prinsip atau hukum yang disajikan memiliki legitimasi keilmuan, prosedur yang disajikan runtut (memiliki tahapan yang logis dan sistematis), dan nilai yang disajikan sesuai dengan filosofi bangsa.

c. Kemutakhiran, yaitu materi sesuai dengan perkembangan ilmu, menggunakan contoh atau fitur terkini atau aktual, menarik,


(39)

mencerminkan peristiwa dan kejadian atau kondisi termasa, rujukan yang digunakan relevan dan valid.

d. Mengandung wawasan produktivitas yaitu menumbuhkan semangat kewirausahaan, etos kerja, daya saing, menumbuhkan semangat inovasi, kreativitas untuk menghasilkan gagasan dan karya-karya baru, tidak hanya memanfaatkan yang sudah ada.

e. Merangsang keingintahuan, yaitu mendorong peserta didik untuk mengetahui isi buku dengan mempelajari isi buku secara utuh dan mendalam, mendorong peserta didik untuk belajar lebih jauh untuk menggali informasi dari berbagai sumber dan metode (inquiri, observasi, investigasi).

f. Mengembangkan kecakapan hidup (life skill) berupa kecakapan akademik untuk menggali dan memanfaatkan informasi, mampu menyelesaikan masalah, membuat keputusan dalam kerja ilmiah. Mengembangkan kecakapan personal agar peserta didik mampu mengembangkan diri sendiri sebagai pribadi, makhluk sosial, makhluk ciptaan Tuhan dan diikuti dengan kecakapan sosial agar peserta didik mampu berkomunikasi, berinteraksi dan bekerjasama dengan orang lain.

g. Mengembangkan wawasan kebinekaan, yaitu apresiasi terhadap keberagaman budaya dan agama, kemajemukan masyarakat, potensi atau kekayaan daerah, demokrasi, institusi, kearifan lokal, menumbuhkan wawasan kebangsaan dan menghindari SARA.


(40)

h. Mengandung wawasan kontekstual dengan menyajikan contoh konkret dari lingkungan lokal, nasional, regional dan internasional serta ada keterkaitan antara contoh dengan materi yang dibahas.

2. Komponen Kebahasaan, meliputi ;

a. Sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik yaitu tingkat berpikir dan sosial emosional.

b. Komunikasi dan interaktif yaitu pesan yang disampaikan mudah dipahami karena komunikasi menggunaan bahasa Indonesia sesuai pada tingkatan peserta didik. Memotivasi peserta didik untuk merespos pesan, hal ini dipengaruhi oleh bahasa yang digunakan.

c. Lugas, yaitu struktur kalimat efektif, tidak berbelit-belit dan kebakuan istilah.

d. Koherensi dan keruntutan alur pikir, yaitu ketertautan antar bab, antara bab dengan subbab, antar subbab, antar alenia dan antar kalimat. Keutuhan makna dalam bab, subbab dan alenia yang mencerminkan kesatuan tema, pokok pikiran.

e. Kesesuaian dengan kaidah bahasa Indonesia, yaitu ketepatan tata bahasa, ejaan yang digunakan mengacu pada pedoman Ejaan Yang Disempurnakan.

f. Penggunaan istilah dan simbol atau lambang, yaitu kesesuaian istilah dan simbol atau lambang dengan materi sajian, konsistensi istilah dan simbol atau lambang yang menggambarkan suatu konsep, prinsip, asas atau sejenisnya konsisten antar bagian dalam buku.


(41)

3. Komponen Penyajian

a. Teknik penyajian, yaitu sistematika sajian tiap bab utuh, kelogisan sajian materi, keruntutan sajian konsep, keseimbangan sajian materi (substansi) antar bab dan antar subbab.

b. Pendukung penyajian materi, yaitu kesesuaian ilustrasi (teks, gambar, tabel) dengan materi yang disajikan, menuliskan rujukan atau sumber pada setiap kutipan gambar, tabel, teks dan lampiran. Menuliskan identitas pada setiap tabel, gambar, teks dan lampiran. Pengantar yang berisikan tujuan penulisan buku teks, glosarium, indeks (subjek dan pengarang), daftar pustaka dan rangkuman.

c. Penyajian pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, merangsang keterlibatan dan partisipasi peserta didik untuk belajar mandiri dan kelompok. Merangsang berpikir kritis, kreatif dan inovatif, penyajian bersifat komunikatif-interaktif. Pembahasan tidak bias gender dan memunculkan umpan balik untuk evaluasi diri (BSNP, 2006 : 11-20)

3. Muatan Lokal

Kurikulum muatan lokal adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran yang ditetapkan oleh daerah atau lokal sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah masing-masing serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar (Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, 1994 : 2). Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0412/U/1987, pengertian muatan lokal adalah program


(42)

pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah dan wajib dipelajari oleh murid di daerah itu.

Penentuan isi dan bahan pelajaran muatan lokal didasarkan pada keadaan dan kebutuhan lingkungan atau daerah. Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tertentu yang ada pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial dan ekonomi, serta lingkungan budaya. Lingkungan alam terdiri dari lingkungan hidup dan lingkungan tidak hidup serta peristiwa-peristiwa fisis dan biologis yang terjadi di dalamnya. Lingkungan hidup meliputi manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Lingkungan tidak hidup mencakup tanah (daratan), air (sungai, danau, dan laut), dan udara. Isi dan bahan tersebut diorganisasikan dalam mata pelajaran yang berdiri sendiri dan mempunyai jatah waktu tertentu (Warsito, 2001 : 56). Kebutuhan daerah tersebut misalnya kebutuhan untuk :

1. Melestarikan dan mengembangkan budaya daerah yang positif dan bermanfaat bagi masyarakat.

2. Meningkatkan kemampuan untuk mendongkrak perekonomian daerah. 3. Meningkatkan penguasaan asing (Arab, Inggris, Mandarin, dan Jepang)

untuk mempersiapkan masyarakat dan individu memasuki era globalisasi. 4. Meningkatkan life skill yang menunjang pemberdayaan individu dalam


(43)

5. Keningkatkan kemampuan berwirausaha untuk mendongkrak kemampuan ekonomi masyarakat, baik secara individu, kelompok, maupun daerah (Mulyasa, 2007 : 273).

Selain itu juga untuk mengoktimalkan potensi dan sumber belajar yang ada sekitarnya bagi kepentingan anak didik, memperkenalkan dan menanamkan kehidupan sosial budaya serta nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Hal ini relevan dengan salah satu pernyataan tentang pengembangan kurikulum pendidikan dasar, bahwa penyusunan dan pengembangan kurikulum dan GBBP muatan lokal perlu disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan yang bersangkutan (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, 1993 : 44).

Melihat pengertian dari kandungan muatan lokal seperti tersebut di atas, maka dengan melaksanakan muatan lokal merupakan wujud pelaksanaan kebudayaan nasional dan mencerminkan adanya suatu pembangunan yang berwawasan kebudayaan. Dengan terwujudnya kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional melalui pelaksanaan kurikulum muatan lokal, maka sudah sewajarnya dan merupakan kewajiban semua untuk mendukung terlaksananya kurikulum muatan lokal di sekolah. Struktur kurikulum SMP/MTs meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai Kelas VII sampai dengan Kelas IX. Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran (Mulyasa, 2007 : 52).

Menurut Ibrahim (1990) dalam Nandi Warnandi (tt : 8) mengemukakan bahwa muatan lokal adalah program pendidikan yang isinya dan media


(44)

penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan sosial dan lingkungan budaya serta kebutuhan perkembangan daerah. Sejak diberlakukannya kurikulum tahun 1994, muatan lokal menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri, atau tidak lagi diintegrasikan pada mata pelajaran lainnya. Konsep muatan lokal tidak lagi sama seperti tahun 1987, konsep muatan lokal di sini adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang bersifat desentralisasi, sebagai upaya pemerintah untuk lebih meningkatkan relevansi terhadap kebutuhan daerah yang bersangkutan (Suharsimi Arikunto, 1998) dalam Nandi Warnandi (tt : 9).

Muatan lokal menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri, berdasarkan pendekatan monolitik. Pendekatan monolitik bertitik tolak dari pandangan bahwa setiap mata pelajaran mempunyai otonomi masing-masing membawa misi tertentu dalam suatu kesatuan sistem. Jadi pada kurikulum 1994 muatan lokal sudah menjadi bidang studi yang berdiri sendiri (Nandi Warnandi, tt : 9). Dengan demikian buku teks muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat dapat dijadikan sember belajar bagi peserta didik karena isi materi banyak mengandung kebutuhan daerah yakni memperkenalkan budaya daerah, tradisi kebiasaan, dan sejarah lokal.

a. Latar Belakang Dimasukkannya Muatan Lokal dalam Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah

Indonesia sebagai Negara kepulauan yang dihuni berbagai suku bangsa memiliki keanekaragaman adat-istiadat, tatacara, dan tatakrama, pergaulan, bahasa lisan maupun tulisan, dan kesenian. Selain itu Indonesia juga


(45)

memiliki keanekaragaman pola kehidupan yang sudah diwariskan turun-temurun sejak nenek moyang bangsa Indonesia.

Keanakaragaman pola kehidupan tersebut menjadikan masyarakat kita di setiap daerah memiliki tatanan hidupnya sendiri, mempunyai hukumannya sendiri (hukum adat), tatanan hukum yang satu mungkin berbeda dengan tatanan hukum yang lain, mungkin juga ada yang sama antara yang satu dengan yang lain.

Semua itu merupakan ciri khas yang memperkaya nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, keanekaragaman tersebut perlu diusahakan pelestarian dan pengembangannya dengan tetap mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia melalui upaya pendidikan yang diaplikasikan dalam mata pelajaran muatan lokal.

Pengenalan keadaan lingkungan alam, sosial, dan budaya kepada peserta didik memungkinkan mereka untuk lebih akrab dengan lingkungannya dan terhindar dari keterasingan terhadap lingkungannya. Pengenalan dan pengembangan lingkungan melalui pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan pada akhirnya diarahkan untuk meningkatkan kemampuan anak agar dapat menolong diri sendiri dan membantu orang tua dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya melalui program-program yang mempunyai nilai-nilai ekonomis tinggi dan strategi di daerah tersebut (Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, 1994 : 1). Untuk menopang terwujudnya peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka perlu meningkatkan mutu pendidikan.


(46)

Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan jalan menyelesaikan dan mengaitkan mutu pendidikan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan atau masyarakat setempat (keterkaitan dan kesepadanan). Pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam satuan pendidikan didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara nasional dan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan serta ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan yang disebut muatan lokal (pasal 38 ayat 1 UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Kebijaksanaan mengenai dimasukkannya muatan lokal dalam kurikulum pendidikan dasar pada dasarnya dilandasi kenyataan bahwa negara Indonesia, mempunyai beraneka ragam kebudayaan, kondisi alam dan lingkungan sosial. Sekolah sebagai lembaga pelayanan pendidikan adalah bagian dari masyarakat. Oleh karena itu, program pendidikan di sekolah perlu memberikan wawasan yang mantap kepada peserta didik tentang kekhususan yang ada di lingkungannya. Pada kerangkat dasar kurikulum dikelompokkan dalam jenis pendidikan umum, kejuruan dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah (Mulyasa, 2007 : 46). Muatan lokal masuk pada ruang lingkup kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, mata pelajaran estetika dan mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan.

Sekolah sebagai tempat berlangsungnya proses pendidikan merupakan bagian dari masyarakat. Oleh karena itu, program pendidikan di sekolah perlu memberikan wawasan yang luas pada peserta didik tentang karakteristik dan kekhususan yang ada di lingkungannya. Pengenalan keadaan lingkungan alam,


(47)

sosial dan budaya kepada peserta didik di sekolah memberikan kemungkinan kepada mereka untuk akrab, dan terhindar dari keterasingan terhadap lingkungannya (Mulyasa, 2007 : 272). Dengan demikian dalam kerangka inilah perlunya dikembangkan kurikulum muatan lokal.

Seiring perubahan dan pergantian kebijakan dalam mengatur struktur kurikulum sehingga muatan-muatan untuk kepentingan peserta didik semakin diperhatikan. Struktur kurikulum SMP/MTs memuat 10 mata pejaran, muatan lokal dan pengembangan diri. Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan (Mulyasa, 2007 : 52-53).

Berikut struktur kurikulum SMP/MTs yang mautan lokal termuat didalamnya :

Tabel 1 : Struktur Kurikulum SMP/MTs (Mulyasa, 2007 : 54)

KOMPONEN KELAS DAN ALOKASI WAKTU

VII VIII IX

A. Mata Pelajaran

1. Pendidikan Agama 2 2 2

2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2

3. Bahasa Indonesia 4 4 4

4. Bahasa Inggris 4 4 4

5. Matematika 4 4 4

6. Ilmu Pengetahuan Alam 4 4 4

7. Ilmu Pengetahuan Sosial 4 4 4

8. Seni Budaya 2 2 2

9. Pendidikan Jasmani, Olahraga

dan Kesehatan 2 2 2

10. Keterampilan/Teknologi

Informasi dan Komputer 2 2 2

B. Muatan Lokal 2 2 2

C. Pengembagan Diri 2*) 2*) 2*)


(48)

b. Landasan Hukum

Peraturan perundang-undangan yang dijadikan landasan dalam mengembangkan kurikulum muatan lokal adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Dalam undang-undang Sisdiknas juga dikemukakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat : Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, IPA, IPS, Seni dan Budaya, Pendidikan Jasmani dan Olah Raga, Keterampilan/ Kejuruan dan Muatan Lokal (Mulyasa, 2007 : 25).

2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Dalam peraturan tersebut dikemukakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan peraturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Mulyasa, 2007 : 25-26). Muatan lokal masuk pada ruang lingkup kelompok mata pelajaran, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga dan kesehatan. 3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang

Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Meliputi: standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan


(49)

dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, yang akan bermuara pada kompetensi dasar (Mulyana, 2007 : 27). c. Tujuan Pengajaran Muatan Lokal

Pelaksanaan kurikulum muatan lokal dimaksudkan terutama untuk mengimbangi kelemahan-kelemahan pengembangan kurikulum sentralisasi, dan bertujuan agar peserta didik mencintai dan mengenal lingkungannya, serta mau dan mampu melestarikan dan mengembangkan sumber daya alam, kualitas sosial dan kebudayaan yang mendukung pembangunan nasional, maupun pembangunan lokal, sehingga peserta didik tidak terlepas dari akar sosial budaya lingkungannya. Sedangkan tujuan yang lebih spesifik dari kurikulum muatan lokal adalah :

1. Mengelola lingkungan alam secara bertanggung jawab, melestarikan nilai-nilai dan mengembangkan kebudayaan daerah serta meningkatkan mutu pendidikan dan jatidiri manusia Indonesia dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

2. Menumbuhkan dan mengembangkan sikap senang bekerja, bergaul, serta ketertiban dalam upaya meningkatkan mutu kehidupan sebagai pribadi anggota masyarakat dan warga negara Indonesia yang bertanggung jawab (Depdikbud, 1994).

Suharsimi Arikunto (1998) dalam Nandi Warnandi (tt : 6-7), mengemukakan tujuan pengajaran muatan lokal secara khusus lagi, yaitu sebagai berikut :


(50)

1. Lebih mengenal kondisi alam lingkungan sosial dan lingkungan budaya yang terdapat di daerahnya.

2. Dapat menerapkan kemampuan dan keterampilan yang dipelajarinya untuk memecahkan masalah yang ditemukan di sekitarnya.

Lebih lanjut dikemukakan Mulyasa (2007 : 274), bahwa secara khusus pengajaran muatan lokal bertujuan agar peserta didik :

1. Mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial dan budayanya.

2. Memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya.

3. Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai atau aturan-aturan yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan dengan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional.

Pemahaman terhadap tujuan dan konsep muatan lokal pada hakekatnya untuk menjembatani antara peserta didik dengan lingkungannya. Melalui tujuan-tujuan di atas diharapkan dapat membentuk perilaku peserta didik, agar mereka memiliki wawasan yang luas dan mantap tentang keadaan lingkungan dan kebudayaan masyarakat. Sehingga nantinya peserta didik mampu mengembangkan serta melestarikan sumber daya alam


(51)

d. Ruang Lingkup

Ruang lingkup muatan lokal dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut :

1. Jenis Muatan Lokal

Muatan lokal dapat berupa bahasa daerah, kesenian daeah, keterampilan, adat istiadat (pendidikan budi pekerti), kerajinan daerah, pengetahuan tentang ciri khas lingkungan alam sekitar, dan sejarah lokal yang berhubungan dengan daerah tersebut (Mulyasa, 2007 : 276). Dalam hubungannya dengan jenis muatan lokal, maka penelitian ini akan mengkaji materi sejarah yang di munculkan dalam buku teks muatan lokal pendidikan multikultural.

2. Lingkup Sekolah

Muatan lokal berlaku pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, baik pada pendidikan umum, pendidikan kejuruan maupun pendidikan khusus. 3. Lingkup Wilayah Berlakunya Muatan Lokal

a. Pada seluruh kabupaten atau kota dalam propinsi, khususnya di SMA/MA, dan SMK

b. Hanya pada satu kabupaten atau kota, atau beberapa kabupaten atau kota madya tertentu dalam suatu propinsi yang memiliki karakter sama. c. Pada seluruh atau beberapa kecamatan dalam suatu kabupaten atau kota

yang memiliki karakter sama.

Sekolah-sekolah di wilayah yang mempunyai beberapa muatan lokal dapat memilih dan melaksanakan muatan lokal sesuai dengan


(52)

karakter peserta didik, kondisi masyarakat, kemampuan dan kondisi sekolah serta daerah yang bersangkutan.

e. Pelaksanaan Kurikulum Muatan Lokal

Setiap daerah memiliki berbagai pilihan mata pelajaran muatan lokal, sehubungan dengan itu dalam pelaksanaannya terdapat beberapa tahap yang dilalui, yaitu :

1. Persiapan

Menentukan mata pelajaran muatan lokal untuk setiap tingkat kelas yang sesuai dengan karakteristik peserta didik, kondisi sekolah, dan kesiapan guru yang akan mengajar. Guru muatan lokal sebaiknya guru yang ada di sekolah, tetapi bisa menggunakan nara sumber yang lebih tepat dan professional. Kegiatan tersebut bisa dikoordinir oleh kepala sekolah atau wakil kepala sekolah bidang akademis bekerja sama dengan komite sekolah. Sumber dana untuk pembelajaran muatan lokal dapat menggunakan dana BOS (Bantuan Oprasional Sekolah), tetapi bisa mencari sponsor. Bagi SMK dan SMA mungkin dapat menjual produk pembelajaran muatan lokal ke masyarakat, misalnya hasil keterampilan membuat wayang golek dari kayu, membuat nimiatur dari budaya daerahnya masing-masing. Sumber belajar muatan lokal dapat menggunakan bahan-bahan yang sudah ada, atau merancang sendiri sesuai dengan keperluan. Informasi tentang sumber belajar dapat diperoleh di kantor kecamatan, kelurahan dan kantor desa. Informasi tersebut bisa juga


(53)

ditanyakan kepada tokoh masyarakat nonformal, masyarakat dunia usaha, industri, dan lembaga swadaya masyarakat (Mulyasa, 2007 : 280-281). 2. Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran muatan lokal hampir sama dengan mata pelajaran lain, yang dalam garis besarnya adalah mengkaji silabus, membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan mempersiapkan penilaian.

3. Tindak Lanjut

Tindak lanjut erat kaitannya dengan hasil penilaian terhadap pelaksanaan pembelajaran. Bentuknya bisa berupa perbaikan terhadap proses pembelajaran, tetapi juga bisa merupakan upaya untuk mengembangkan lebih lanjut hasil pembelajaran, misalnya dengan membentuk kelompok belajar dan group kesenian. Tindak lanjut bisa juga dengan melakukan kerjasama dengan masyarakat, misalnya untuk memasarkann hasil (produk) pembelajaran muatan lokal. Dengan demikian, melalui pembelajaran muatan lokal ini, diharapkan melahirkan lulusan yang kreatif dan produktif serta siap untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara (Mulyasa, 2007 : 281-282).

4. Pendidikan Multikultur

Memperbincangkan pemikiran pendidikan selalu menarik perhatian bagi semua kalangan, utamanya para stakeholders pedidikan. Sebab, tema dan pendekatan yang dilakukan sangat beragam. Salah satunya adalah pendidikan dan


(54)

multikultur, yang melahirkan konsep pendidikan multikultur, pada saat ini digunakan dan diterapkan di dalam sistem pendidikan .

Pendidikan adalah suatu usaha sadar manusia mempersiapkan generasi mudanya. Dalam mempersiapkan generasi muda tersebut, pendidikan harus mulai dari apa yang sudah dimilikinya dan apa yang sudah diketahuinya. Apa yang sudah dimilikinya dan sudah diketahuinya itu adalah apa yang terdapat pada lingkungan terdekat peserta didik terutama pada lingkungan budayanya. Prinsip ini berkenaan dengan cara bagaimana peserta didik belajar (Hamid Hasan, tt : 1)

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan terdekat peserta didik akan selalu berpengaruh terhadap kehidupan peserta didik. Pengaruh ini terkadang positif tetapi tidak jarang pula bersifat negatif. Sebagai upaya sadar, pendidikan haruslah memperkuat dan mengembangkan pengaruh positif dan mengurangi pengaruh negatif tersebut. Pengaruh positif diarahkan untuk mempertahankan dan meningkatkan nilai-nilai budaya masyarakat dan bangsa untuk menjadi suatu kepribadian baru peserta didik (Hamid Hasan, tt : 1). Dalam bahasa Undang- Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Secara etimologi, multikultur dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya). Secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaan masing-masing yang unik. Dengan demikian, setiap individu merasa dihargai sekaligus merasa


(55)

bertanggung jawab untuk hidup bersama komunitasnya. Pengingkaran suatu masyarakat terhadap kebutuhan untuk diakui (politics of recognition) merupakan akar dari segala ketimpangan dalam berbagai bidang kehidupan (Choirul Mahfud, 2009 : 73).

Sebagai sebuah wacana baru, pengertian pendidikan multikultur sesungguhnya hingga saat ini belum begitu jelas dan masih diperdebabtkan oleh pakar pendidikan. Ketika memaknai multikultur sebagai arti harfiahnya saja maka pengertiannya masih sangat sederhana. Namun demikian dapat disepakati bahwa multikultur merupakan sebuah artikulasi dari keanekaragaman budaya sebuah komunitas dan dapat diterima keberadaannya di komunitas lain.

Multikultur dan multi etnis merupakan kesatuan konsep keanekaragaman dalam suatu daerah atau wilayah yang didomisili oleh berbagai macam jenis masyarakat. Maka konsep multikultur merupakan keanekaragaman hidup masyarakat yang disatukan menjadi multikultural. Dengan demikian multikultural adalah keanekaragaman budaya, masyarakat yang hidup secara berdampingan dalam perbedaan tanpa ada prasangka dan menjunjung tinggi arti kesejajaran kebudayaan masing-masing masyarakat.

Sedangkan multikluturalisme menekankan prinsip tidak ada kebudayaan yang tinggi, dan tidak ada kebudayaan yang rendah di antara keragaman budaya tersebut. Semua kebudayaan pada prinsipnya sama-sama ada. Oleh karena itu, harus diperlakukan dalam konteks duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi. Asas itu pulalah yang diambil oleh Indonesia, yang kemudian dirumuskan dalam semboyan bhineka tunggal ika. Pernyataan tersebut mengandung makna


(56)

meskipun berbeda-beda tetapi ada keinginan untuk tetap menjadi satu (Anwar Efendi, 2008 : 1)

Menurut Supardi Suparlan dalam jurnal antropologi ke-3 di Bali tahun 2002 menyatakan bahwa konsep multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman secara suku bangsa atau kebudayaan suku bangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Ulasan mengenai multikulturalisme akan mengulas berbagai permasalahan yang mendukung ideologi ini, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, Hak Asasi Manusia, hak budaya komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu produktivitas.

Parekh dalam Chairul Mahfud (2009 : 93-94) menjelaskan, multikulturalisme dibedakan lima macam. Pertama, multikulturalisme isolasionis, masyarakat dalam kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan berinteraksi yang hanya satu sama lain. Kedua, multikulturalisme akomodatif, masyarakat kultural yang memiliki kultur dominan yang membuat penyesuaian dan akomodasi bagi kebutuhan kaum minoritas.

Ketiga, multikulturalisme otonomis, masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kultural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan mengangankan kehidupan otonom dalam rangka politik yang secara kolektif dapat diterima. Keempat, multikulturalisme kritikal (interaktif), masyarakat plural dimana kelompok-kelompok tidak terlalu peduli dengan


(57)

kehidupan kultural otonom, tetapi lebih menuntut penciptaan kultur kolektif yang mencerminkan perspektif distingtif mereka.

Kelima, multikultural kosmopolitan, paham yang berusaha menghapuskan batas-batas kultur sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat yang setiap individunya tidak terikat kepada budaya tertentu. Individu bebas terlibat dalam eksperimen interkultur dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultur masing-masing tanpa ada perpecahan.

Multikulturalisme bukan hanya sebuah wacana tetapi sebuah ideologi yang harus diperjuangkan, karena dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan kesejahteraan hidup masyarakatnya. Multikulturalisme bukan sebuah ideologi yang berdiri sendiri terpisah dari ideologi-ideologi lainnya.

Multikulturalisme adalah konsep yang menjelaskan dua perbedaan dengan makna yang saling berkaitan. Multikulturalisme sebagai kondisi kemajemukan kebudayaan atau pluralisme budaya dari suatu masyarakat (Alo Liliweri, 2005 : 68). Multikulturalisme sebagai sebuah ideologi, gagasan bertukar pengetahuan dan keyakinan yang dilakukan melalui pertukaran kebudayaan atau perilaku budaya setiap hari.

dalam Yani Kusmarni (2010 : 3) mengemukakan bahwa pendidikan multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus dan toleran terhadap keragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural. Paul Suparno yang juga dikutip Yani Kusmarni mengatakan bahwa


(58)

pendidikan multikultural membantu peserta didik untuk mengerti, menerima dan menghargai orang dari suku, budaya dan nilai yang berbeda.

Pendapat yang lebih lengkap tentang pendidikan multikultural dikemukakan oleh Ainul Yaqin bahwa pendidikan multikultural adalah strategi pendidikan yang diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran dengan cara menggunakan perbedaan-perbedaan kultural yang ada pada peserta didik, seperti perbedaan etnis, agama, bahasa, gender, kelas sosial, ras, kemampuan dan umur agar proses belajar menjadi efektif dan mudah. Pendidikan multikultural juga untuk melatih dan membangun karakter siswa agar mampu bersikap demokratis, humanis dan pluralis dalam lingkungan mereka (Ainul Yaqin, 2005 : 25).

Dengan kata lain, melalui pendidikan multikultural peserta didik diharapkan dapat dengan mudah memahami, menguasai, memiliki kompetensi yang baik, bersikap dan menerapkan nilai-nilai demokratis, humanisme dan pluralisme di sekolah dan di luar sekolah. Oleh karena itu tujuan pokok dari pendidikan multikultural adalah untuk menerapkan prinsip-prinsip keadilan, demokrasi dan sekaligus humanisme. Pendidikan di alam demokrasi seperti Indonesia harus berorientasi pada kepentingan bangsa yang berlatar belakang multi-etnik, multi-religion, multi-language dan lain-lain. Hal ini berarti bahwa penyelenggara pendidikan harus memperhatikan ragam kondisi bangsa yang heterogen (Yani Kusmarni, 2010 : 4).

Wacana pendidikan multikultural sangat penting sebagai salah satu agenda pendidikan masa depan di Indonesia, terutama dalam mengembangkan manusia Indonesia yang cerdas. Manusia cerdas tidak hanya cerdik dan berkemampuan


(59)

untuk menguasai ilmu pengetahuan dan menyelesaikan masalah, tetapi juga bermoral, bersikap demokrasi, keadilan dan humanis. Dengan kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan tanpa mempedulikan perbedaan budaya, etnik, gender, bahasa ataupun agama. Oleh karena itu sebagai upaya mewujudkan prinsip demokrasi, keadilan dan humanisme dalam pendidikan multikultural di Indonesia perlu diperhatikan, Pertama, perbedaan agama di Indonesia, yang merupakan fakta keragaman di negeri ini; Kedua, multi-etnis dan corak bahasa yang dimiliki oleh tiap-tiap suku bangsa. Keragaman ini dapat menjadi pemicu konflik dalam konteks nasional jika tidak terakomodir dengan baik. Untuk itu peran pendidikan multikultural sangat menentukan untuk meredam konflik antar etnis; Ketiga, perbedaan jenis kelamin dan gender serta status sosial. Pendidikan multikultural dapat mengakomodir perbedaan jenis kelamin dan latar belakang sosial; Keempat, perbedaan kemampuan yang dimiliki oleh orang, baik dilihat secara fisik dan non-fisik (Yani Kusmarni, 2010 : 4-5)

Sementara itu, Sleeter dan Grant, menjelaskan bahwa pendidikan multikultural memiliki empat makna (model), yakni, (1) pengajaran tentang keragaman budaya sebuah pendekatan asimilasi kultural, (2) pengajaran tentang berbagai pendekatan dalam tata hubungan sosial, (3) pengajaran untuk memajukan pluralisme tanpa membedakan strata sosial dalam masyarakat, dan (4) pengajaran tentang refleksi keragaman untuk meningkatkan pluralisme dan kesamaan (Sada, Clarry. 2004 : 85).

Pendidikan multikultural biasa diartikan sebagai pendidikan keragaman budaya dalam masyarakat, dan terkadang juga diartikan sebagai pendidikan yang


(1)

Menggunakan penulisan bahasa Indonesia namun beberapa materi ada menggunakan istilah asing seperti akulturasi, inkulturasi, asimilasi, integrasi dan amalgasi. Selain itu ada juga menggunakan istilah atau bahasa daerah guna memperjelas materi yang dimaksud, seperti penyebutan pesta panen padi masyarakat Dayak (Dange, Ngabayotn, Nyabakng dan Naik Dango). Kalimat masih belum lugas, tampak pada penjelasan pengertian pendidikan multikultur. Selain itu dalam buku teks muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat menunjukkan konsistensi dalam penggunaan istilah.

Teknik penyajian buku teks muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat memiliki kekurangan menurut buku panduan instrumen penilaian buku teks (BSNP). Bab satu tidak ada pendahuluan sebagai pengantar namun terintegrasi dalam materi bahasan. Kesesuaian ilustrasi dan penggunaan tabel disajikan buku teks muatan lokal pendidikan multikultur. Ketidaksesuaian materi ditemukan pada bab tiga di halaman 55, mengenai interaksi masyarakat Dayak dengan Melayu, yang menampilkan gambar tradisi makan saprahan. Sementara tradisi tersebut hanya di Sambas dan dilakukan saat upacara perkawinan sehingga tidak melibatkan orang Dayak secara utuh. Seharusnya gambar tradisi makan saprahan ditampilkan pada bab lima, termasuk dalam budaya masyarakat Melayu Kalimantan Barat, sehingga antara gambar dan materi memiliki kesesuaian. Buku teks tidak menunjukkan glosarium dan indeks. Penyajian pembelajaran berpusat pada peserta didik dengan memberi pengalaman untuk membuat karya berupa lampion, miniatur rumah adat Dayak, kliping tentang upacara ada masyarakat Dayak, kliping tentang permainan Barongsai


(2)

setiap akhir bab peserta didik disediakan soal-soal atau pertanyan-pertanyaan untuk mengetahui pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah diajarkan.

Materi dalam buku teks muatan lokal pendidikan multikultur sangat beragam, terutama memperkenalkan gambaran singkat etnis-etnis yang ada di Kalimantan Barat dan budaya yang dimiliki oleh setiap etnis. Materi diperkaya dengan budaya dan bahasa dari setiap etnis semakin membuat buku teks tersebut asyik untuk dibaca dan dipelajari siswa. Materi sejarah yang termuat dalam buku teks muatan lokal pendidikan multikultur adalah sejarah lokal Kalimantan Barat dan sejarah kebudayaan etnis. Pendekatan sejarah sosial lebih mendominasi karena bahasan sosio-kultur dari berbagai etnis di Kalimantan Barat cenderung tampak dalam setiap pembahasan. Namun dalam penyajian materi sejarah banyak yang belum kronologis, sistematis, tidak menunjukkan waktu dan sumber yang jelas.

B. Implikasi

Berdasarkan simpulan yang diambil, dalam penelitian ini memunculkan implikasi sebagai berikut :

1. Konflik etnis yang terjadi di Kalimantan Barat dapat dijadikan momentum penting untuk memperkenalkan kembali kebudayaan etnis yang ada di Kalimantan Barat yang selama ini hilang. Pengalaman dari konflik yang berakibat pada hancurnya tatanan sosial, tidak stabilnya ekonomi, politik, dan keamanan, menjadi sebuah pelajaran berharga bagi masyarakat Kalimantan Barat secara umum. Pembelajaran pendidikan multikultur di sekolah yang


(3)

tersusun dalam buku teks muatan lokal merupakan bagian dari proses rekonsiliasi konflik dan bermanfaat untuk generasi penerus. Pembelajaran pendidikan multikultur bermanfaat positif bagi siswa karena dengan pemahaman dan pengetahuan terhadap keberagaman etnis dan budaya akan tercipyanya kerukunan antar etnis di Kalimantan Barat dan konflik etnis merupakan sesuatu yang dapat merusak masa depan manusia dan bangsa Indonesia.

2. Buku teks muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat, banyak menyajikan berbagai macam keberagaman budaya dari etnis Dayak, Melayu, Tionghoa, Madura dan beberapa etnis lain di Kalimantan Barat. Buku teks muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat dapat dijadikan referensi baru dan bermanfaat bagi peserta didik guna memperkaya pengetahuan tentang keberagaman budaya etnis. Penyajian materi dalam buku teks, dinilai menggunakan buku pedoman penilaian buku teks dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), menunjukkan materi masih sangat sederhana, cakupan materi sudah mendalam dan keluasan materi sangat memadai apabila diperuntukkan bagi peserta didik tingkat pendidian SMP/ MTs. Hal yang sangat diperhatikan adalah perlu adanya ketegasan dalam pembagian pokok materi agar ada keseimbangan materi, menunjukkan glosarium, indeks dan penulisan daftar pustaka harus mengikuti pedoman penulisan buku teks. Apabila hal tersebut diabaikan maka akan mempengaruhi kualitas isi buku teks tersebut.


(4)

3. Penyajian materi dalam buku teks muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat, menekankan pada nilai-nilai perdamaian dan toleransi. Materi dalam buku teks banyak menampilkan budaya, adat istiadat dari etnis Dayak, Melayu, Tionghoa dan Madura yang berkaitan dengan keistimewaan dari masing-masing etnis tersebut. Materi sejarah tampak mewarnai tulisan dalam buku teks muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat, terutama sejarah lokal Kalimantan Barat dan sejarah kebudayaan etnis. Pembelajaran muatan lokal pendidikan multikultur tidak hanya terbatas pada nilai-nilai keberagaman budaya, namun secara tidak langsung peserta didik diajarkan mengenai sejarah lokal dan sejarah kebudayaan yang terintegrasi dalam materi pendidikan multikultur Kalimantan Barat. Menjadi penting ketika metode penulisan sejarah mengabaikan sumber yang tidak lengkap, fakta yang memaparkan peristiwa bernuansa mitos karena didomonasi cerita rakyat tanpa memberikan pandangan atau pesan yang dimaksud dalam cerita tersebut dengan pendekatan ilmu lain. Sebenarnya hal tersebut akan mengurangi kredibelitas materi sejarah dalam buku teks muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat.

C. Saran

Berdasarkan hasil implikasi dari penelitian, maka dengan ini peneliti memunculkan beberapa saran sebagai berikut :


(5)

1. Proses rekonsiliasi konflik melalui jalur pendidikan tidak semata-mata hanya dapat dilakukan pada mata pelajaran muatan lokal, namun dapat memasukkan materi dan menggunakan mata pelajaran IPS.

2. Pengenalan kebudayaan etnis tidak hanya dipelajari pada mata pelajaran muatan lokal namun dapat diintegrasikan dalam mata pelajaran sejarah mengenai kebudayaan lokal.

3. Perlu menambah materi mengenai budaya dan identitas dari etnis yang lain selain etnis Dayak, Melayu, Tionghoa dan Madura. Sehingga tidak terkesan hanya untuk tujuan rekonsiliasi konflik melainkan untuk memperkenalkan budaya etnis, mengingat Kalimantan Barat merupakan propinsi yang heterogen. Dengan demikian peserta didik secara tidak langsung dibekali oleh pengetahuan mengenai budaya etnis dan akan membantu dalam proses pembauran etnis di Kalimantan Barat.

4. Penyusunan buku teks muatan lokal harus selalu menggunakan prosedur yang ada salah satunya pedoman penyusunan buku teks dari BSNP dan dikonsultasikan kepada pakar pendidikan.

5. Penyusunan buku teks harus memperhatikan tingkat taraf berpikir peserta didik, tingkat kebahasaan sehingga materi yang disajikan mudah dipahami secara maksimal.

6. Untuk mempermudah pemahaman peserta didik dalam mempelajari buku teks muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat, maka disusun sesuai dengan tingkat atau jenjang pendidikan. Bila perlu disusun berdasarkan kelas sehingga cakupan materi dapat dipilah-pilah.


(6)

7. Penambahan materi multikultur tidak hanya terbatas tentang budaya etnis, sejarah lokal, agama, namun dapat diperluas dengan materi mengenai pola kehidupan masyarakat dalam menghadapai era global, sehingga materi lebih mengarah pokok bahasan yang kontekstual. Dengan demikian peserta didik akan lebih mudah memahami keadaan kehidupan masyarakat multikultur karena sumber belajar terkait langsung dengan pengalaman di lapangan. 8. Dalam penyampaian materi yang menyangkut sejarah harus menggunakan

metode penulisan yang sudah diatur dan ilmiah, artinya lebih banyak menampilkan fakta dari pada mitos atau cerita rakyat (folklore). Sehingga peserta didik tidak menjadi bingung karena guru tidak dapat menjelaskan sesuatu yang sifatnya mistis sementara sejarah dituntut untuk objektif.

9. Pentingnya pengetahuan tentang budaya lokal maka mata pelajaran muatan lokal pendidikan multikultur Kalimantan Barat dibuat khusus untuk tingkatan Sekolah Dasar dengan tema lingkungan alam dan manusia.

10. Mengingat pentingnya pendidikan multikultur di Kalimantan Barat, maka disarankan agar muatan lokal pendidikan multikultur diterapkan dan diajarkan kepada peserta didik di seluruh sekolah-sekolah di Kalimantan Barat.


Dokumen yang terkait

Institusionalisasi Kearifan Lokal: Model Penerbitan Buku Cerita Rakyat Tribabahasa Sebagai Strategi Penguatan Aset Budaya Lokal (Untuk Mendukung Pengayaan Materi Muatan Lokal Pada Pendidikan Dasar)

0 32 2

Analisis Muatan Radikalisme Dalam Buku Teks Pendidikan Agama Islam (PAI) SMA

9 48 138

MUATAN MATERI KEADILAN SERTA PELAKSANAANNYA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN Muatan Materi Keadilan Serta Pelaksanaannya Dalam Pembelajaran Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan (Analisis Isi Pada Buku Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegar

0 3 14

MUATAN MATERI KEADILAN SERTA PELAKSANAANNYA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN Muatan Materi Keadilan Serta Pelaksanaannya Dalam Pembelajaran Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan (Analisis Isi Pada Buku Pendidikan Pancasila Dan Kewarganega

0 2 16

ANALISIS MUATAN MATERI DAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN HAM (Dalam Buku Pendidikan Kewarganegaraan Kelas V Karangan Analisis Muatan Materi Dan Pelaksanaan Pendidikan HAM (Dalam Buku Pendidikan Kewarganegaraan Kelas V Karangan Rahayuningsih, Fajar dan Setiati

0 0 15

ANALISIS MUATAN MATERI DAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN HAM (Dalam Buku Pendidikan Kewarganegaraan Kelas V Karangan Analisis Muatan Materi Dan Pelaksanaan Pendidikan HAM (Dalam Buku Pendidikan Kewarganegaraan Kelas V Karangan Rahayuningsih, Fajar dan Setiati

0 2 15

Materi SEJARAH LOKAL

0 0 4

Analisis Buku Teks Sejarah oleh

0 1 3

MATERI SEJARAH LOKAL DALAM IMPLEMENTASI

0 0 5

Mobile Learning Sejarah Lokal Kalimantan

0 0 8