Bingkai Pemberitaan Program Deradikalisasi di Kompas.com Periode 17-

program ini memiliki kekurangan yang perlu dibenahi. Pendefinisian masalah ini, terdapat pada teks berita alenia ke dua dan tiga, sebagai berikut: “Kita sadar ada hal yang perlu dibenahi, kekurangan yang ditutupi, ujar Lukman di Jakarta, Minggu 1712016. Namun, Lukman membantah jika pemerintah disebut kecolongan dan program deradikalisasi mengalami kegagalan . ” 1 Hal tersebut diatanggapi oleh pihak Kompas.com sebagai berikut: “Program deradikalisasi sampai tahap ini ada yang berhasil dan ada yang tidak berhasil tapi bukan berarti gagal sepenuhnya. Ada kok catatan-catatan para pelaku terorisme yang sudah bertaubat. Tetapi masih ada juga kekuranganya, sehingga pada akhirnya perjalanan program deradikalisasi tidak sempurna betul dari awal dibentuk hingga pada tahap ini. ” 2 Diagnoses Causes Dalam berita di Kompas.com ini, adanya tantangan-tantangan baru yang kian bertambah sehingga mengakibatkan belum jeranya para teroris untuk berhenti melakukan aksi radikal di Indonesia diposisikan sebagai peyebab masalah dari kurangnya keefektifan program deradikalisasi ini, ditambah lagi dengan terbuktinya pelaku pemboman yang terjadi di Sarinah pada tahun 2016 merupakan residivis kasus terorisme. “Lukman Hakim mengakui, tantangan yang dihadapi kian bertambah sehingga teroris belum jera untuk melakukan aksi radikal di Indonesia.” 3 Pada berita ini Kompas.com juga mempertanyakan kepada pemerintah mengenai program deradikalisasi. Jika pada aksi terorisme 1 Sabrina Asril, “Menteri Agama Akui Program Deradikalisasi Masih Ada Kekurangan” Kompas.com, diakses pada 8 Juni 2016 alenia 2-3. 2 Wawancara pribadi dengan News Assistant Managing Editor Kompas.com J. Heru Margianto, Jakarta, 1 Juni 2016. 3 Sabrina Asril, “Menteri Agama Akui Program Deradikalisasi Masih Ada Kekurangan” Kompas.com, diakses pada 8 Juni 2016 alenia 2 masih saja dilakukan oleh residivis, lantas bagaimana sebenarnya proses deradikalisasi ini berlangsung “Tetapi yang menjadi catatan khusus, bahwa kemudian pada prakteknya kok ada kelompok-kelompok yang semakin radikal pasca menjalani deradikalisasi, atau malah mempengaruhi sipir penjara,nah itu kan kemudian menjadi sebuah pertanyaan, bagaimana sih program deradikalisasi sebenarnya hingga sampai terjadi hal-hal seperti ini. ” 4 Make Moral Judgement Dalam berita ini, Kompas.com melalui narasumbernya menjelaskan bahwa untuk mengurangi aksi radikal yang berujung pada terorisme, semua elemen masyarakat perlu menyadari bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang moderat yang menebarkan kasih sayang dan kedamaian. “Bangsa kita yang sesungguhnya adalah moderat dan menebarkan kasih sayang dan kedamaian.” 5 Hal ini ditanggapi pula oleh pihak Kompas.com sebagai berikut: “Kita semua harus lebih memahami bahwa program deradikalisasi penting, karena bertujuan mengubah mindset para pelaku teror agar bisa lebih lunak, lebih moderat, dan bisa berpandangan lebih terbuka, serta menghilangkan pemikiran yang semula radikal menjadi tidak radikal lagi” 6 Treatment Recommendation Kompas.com melalui narasumbernya yaitu Menteri Agama memberikan solusi serta pesan yakni, meskipun program ini masih menemui kekurangan, program deradikalisasi harus terus berjalan karena 4 Wawancara pribadi dengan News Assistant Managing Editor Kompas.com J. Heru Margianto, Jakarta, 1 Juni 2016. 5 Sabrina Asril, “Menteri Agama Akui Program Deradikalisasi Masih Ada Kekurangan” Kompas.com, diakses pada 8 Juni 2016 alenia 13 6 Wawancara pribadi dengan News Assistant Managing Editor Kompas.com J. Heru Margianto, Jakarta, 1 Juni 2016. dalam memerangi terorisme diperlukan komitmen yang kuat dari seluruh elemen bangsa. “Diperlukan komitmen yang kuat dari seluruh elemen bangsa untuk memerangi terorisme.” 7 Menurut analisa peneliti, masyarakat lah yang menjadi pihak yang paling merasakan dampak dari aksi terorisme. Mereka sering menjadi korban langsung baik nyawa maupun benda. Oleh sebab itu masyarakat perlu saling membangun sinergi dan membangun komitmen yang kuat dalam upaya membantu badan-badan yang bertanggung jawab dalam memerangi terorisme.

II. Bingkai Pemberitaan “Pelaku Terorisme Adalah Residivis,

Deradikalisasi BNPT Dipertanyakan” Edisi 17 Januari 2016 Pada pemberitaan Kompas.com edisi 17 Januari 2016 ini, berisikan tentang pertanyaan besar dari berbagai pihak mengenai program deradikalisasi dikarenakan pelaku terorisme di kawasan Sarinah ternyata seorang residivis kasus serupa. Sejalan dengan hal tersebut, dari penelitian yang dilakukan oleh Institute For International Peace Building di 13 lembaga pemasyarakatan yang membina narapidana terorisme, menunjukan bahwa telah ada upaya mengarah pada deradikaliasi pembinaan terhadap narapidana terorisme, namun belum menjadi program yang standar, sistematis, dan menyeluruh di lembaga pemasyaratkan di Indonesia. Oleh karena itu, hal ini dipandang belum menunjukan hasil yang diharapkan. Justru yang terjadi sebagian narapidana melakukan kontraderadikalisasi, sehingga Lembaga 7 Sabrina Asril, “Menteri Agama Akui Program Deradikalisasi Masih Ada Kekurangan” Kompas.com, diakses pada 8 Juni 2016 alenia 11 Pemasyarakatan menjadi school of radicalism. Selain itu juga melahirkan residivisme. 8 Tabel 4.3 “Pelaku Terorisme Adalah Residivis, Deradikalisasi BNPT Dipertanyakan” Edisi 17 Januari 2016 Define Problem pendefinisian masalah 1. Adanya pertanyaan dari berbagai pihak akan kinerja BNPT dalam menjalankan program deradikalisasi 2. Ketidaksetujuan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Kontras Haris Azhar terhadap usul kepala Badan Intelejen Negara BIN Sutiyoso yang ingin kewenangan intelijen ditambah dengan penangkapan dan penahanan Diagnoses Causes Memperkirakan Penyebab Masalah 1. Afif alias sunakim yang notabenya adalah residivis ternyata dapat mempelajari soal ISIS di dalam penjara Make Moral Judgement Membuat Keputusan Moral 1. Seorang residivis kembali terlibat aksi terorisme, menjadi bukti bahwa program deradikalisasi yang dijalankan oleh BNPT tidak efektif 2. BIN terkesan meremehkan kinerja polis Treatment Recommendation Menekankan Penyelesaian 1. pembenahan program deradikalisasi yang menjadi tanggung jawab BNPT penting dilakukan Define Problem Berita mengenai deradikalisasi kembali disajikan oleh Kompas.com pada edisi yang sama yakni pada 17 Januari 2016, dengan 8 Agus SB, Deradikalisasi Nusantara: Perang Semesta Berbasis Kearifan Lokal Melawan Radikalisasi dan Terorirsme Jakarta: Daulat Press,2016, h.161 mengangkat judul “Pelaku Terorisme Adalah Residivis, Deradikalisasi BNPT Dipertanyakan”. Dalam hal ini Kompas.com mendefinisikan tentang adanya pertanyaan dari berbagai pihak akan kinerja Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT terkait aksi teror yang terjadi di Sarinah pada tahun 2016 silam. Yang mana aksi teror tersebut kembali dilakukan oleh seorang residivis yang pernah divonis 7 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada tahun 2011 dalam kasus serupa. Seperti yang dipaparkan pada alenia 1: “Beberapa pihak mempertanyakan kinerja Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT terkait sosok pelaku terorisme Afif alias Sunakim yang diketahui merupakan seorang residivis”. 9 Pihak Kompas.com turut memberikan pendapatnya mengenai hal ini, seperti kutipan wawancara berikut: “Program ini juga kembali dipertanyakan saat kemarin pelaku bom sarinah ternyata residivis kan. Semuanya sudah kami muat pada pemberitaan di Kompas.com. inikan artinya bahwa memang ada sesuatu yang perlu diperbaiki dalam program ini” 10 Kompas.com pada artikel pemberitaan kali ini, juga memberikan pendefinisian pembahasan lain yang masih ada kaitanya dengan program deradikalisasi, yakni tentang tanggapan bentuk ketidaksetujuan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Kontras Haris Azhar terhadap usul kepala Badan Intelejen Negara BIN Sutiyoso yang ingin kewenangan intelijen ditambah dengan penangkapan dan penahanan. Seperti pada aliniea ke 8: 9 Veri Sanovri, “Pelaku Terorisme Adalah Residivis, Deradikalisasi BNPT Dipertanyakan” Kompas.com diakses pada 8 Juni 2016 alenia 1 10 Wawancara pribadi dengan News Assistant Managing Editor Kompas.com J. Heru Margianto, Jakarta, 1 Juni 2016. “Ia pun tidak setuju dengan usul kepala Badan Intelejen Negara BIN Sutiyoso yang ingin kewenangan intelijen ditambah dengan penangkapan dan penahanan.” 11 Kompas.com pada pemberitaan kali ini, melalui narasumbernya mencoba mengkritisi akan kinerja BNPT, dan menambahkan bahwa seharusnya pemerintah lebih membenahi program ini dari pada harus merevisi tugas Badan Intelejen Negara BIN. Diagnoses Causes Kompas.com melalui narasumbernya menjadikan penyebab permasalahan utama yang ada pada pemberitaan ini adalah tentang seorang tersangka terorisme yang sedang mendekam dalam penjara tetapi bisa melenggang bebas mempelajari soal ISIS, padahal BNPT sendiri melakukan serangkaian programnya sampai kedalam penjara. Hal ini ditulis oleh Kompas.com sebagai berikut: “Ia Haris Azhar mengaku heran bagaimana seorang yang mendekam di dalam penjara bisa mendapatkan info dan belajar soal radikalisme ISIS.” 12 Make Moral Judgement Pada artikel berita yang dipublikasikan pada tanggal 17 januari 2016 ini Kompas.com melalui narasumbernya menegaskan kembali bahwa program deradikalisasi yang dijalankan BNPT tidak efektif. Seperti yang tertulis pada beritanya. “Fakta tersebut menjadi bukti bahwa program deradikalisasi yang dijalankan oleh BNPT tidak efektif.” 13 11 Veri Sanovri, “Pelaku Terorisme Adalah Residivis, Deradikalisasi BNPT Dipertanyakan” Kompas.com diakses pada 8 Juni 2016 alenia 8. 12 Veri Sanovri, “Pelaku Terorisme Adalah Residivis, Deradikalisasi BNPT Dipertanyakan” Kompas.com diakses pada 8 Juni 2016 alenia5 13 Veri Sanovri, “Pelaku Terorisme Adalah Residivis, Deradikalisasi BNPT Dipertanyakan” Kompas.com diakses pada 8 Juni 2016 alenia3 Agar penjelasan lebih spesisifik narasumber yang diwawancarai oleh Kompas.com menerangkan kembali dalam tulisanya pada aliniea ke 4. “BNPT melakukan pencegahan dan pembinaan sampai ke dalam penjara juga. Kalau misalnya Afif bisa belajar soal ISIS didalam penjara, berarti pembinaan deradikalisasi yang dilakukan BNPT patut dipertanyakan.” 14 Dalam membenahi program deradikalisasi, seluruh elemen yang terkait sudah memiliki porsi masing-masing dalam menangani kasus terorisme. Pada berita ini, Kompas.com membahas permintaan kepala BIN untuk menambah tugasnya dari hanya mengumpulkan informasi menjadi melakukan penagkapan serta penahanan. Hal ini menimbulkan stigma bahwa BIN terkesan meremehkan kinerja polisi dalam melakukan tindakan pada setiap kejahatan terorisme. Seperti yang ditulis Kompas.com berikut ini: “Ngawur itu. Ini kan soal kinerja. Sutiyoso tidak bisa menyalahkan kewenangan BIN yang sudah ada.” 15 Treatment Recommendation Masih banyak yang harus dilakukan oleh BNPT selaku lembaga yang berwenang akan keberlangsungan program deradikalisasi agar program ini dapat berjalan dengan baik sesuai tujuannya, yakni melakukan berbagai pendekatan interdispliner bagi para teroris atau kelompok yang melakukan kekerasan agar bersedia meninggalkan atau melepaskan diri mereka dari aksi dan kegiatan terorisme. 14 Veri Sanovri, “Pelaku Terorisme Adalah Residivis, Deradikalisasi BNPT Dipertanyaka n” Kompas.com diakses pada 8 Juni 2016 alenia 4 15 Veri Sanovri, “Pelaku Terorisme Adalah Residivis, Deradikalisasi BNPT Dipertanyakan” Kompas.com diakses pada 8 Juni 2016 alenia 9 Dalam pemberitaan ini, penyelesaian yang ditonjolkan oleh Kompas.com melalui narasumbernya adalah menegaskan bahwa lebih baik melakukan pembenahan program deradikalisasi daripada sibuk melontarkan wacana revisi undang-undang intelejen dan terorisme. “...Pembenahan program deradikalisasi yang menjadi tanggung jawab BNPT penting dilakukan ketimbang melontarkan wacana revisi undang- undang intelijen dan terorisme.” 16 Selain itu pihak Kompas.com juga mencoba memberikan solusi, seperti kutipan wawancara berikut ini: “Agar pemerintah dan BNPT lebih meninjau lagi apa-apa saja yang harus diperbaiki agar program deradikalisasi dapat berjalan lebih efektif guna meminimalisir aksi terorisme di Indonesia.” 17

III. Bingkai Pemberitaan “Politisi PDI-P Nilai Deradikalisasi Tak Efektif

dan Hanya Jadi Semacam Proyek” Edisi 18 Januari 2016 Pemberitaan Kompas.com edisi 18 Januari 2016 ini berisikan kritik dari Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin tentang program deradikalisasi. Ia melihat program ini sebagai bentuk untuk mengeliminasi atau bahkan menghilangkan para radikalis yang tumbuh berkembang di masyarakat, yang dianggap sebagian pakar sebagai embrio teroris. Hasanuddin menilai hasil yang dibuahkan dari program ini belum terlihat dikarenakan koordinasi yang kurang baik. Menurutnya pemerintah masih mementingkan ego sektoral. Akibatnya, ada daerah atau kelompok yang digarap oleh dua sampai tiga lembaga, tapi di beberapa daerah justru rawan dan tak tersentuh. 16 Veri Sanovri, “Pelaku Terorisme Adalah Residivis, Deradikalisasi BNPT Dipe rtanyakan” Kompas.com diakses pada 8 Juni 2016 alenia 10 17 Wawancara pribadi dengan News Assistant Managing Editor Kompas.com J. Heru Margianto, Jakarta, 1 Juni 2016. Tabel 4.4 Politisi PDI-P Nilai Deradikalisasi Tak Efektif dan Hanya Jadi Semacam Proyek” Edisi 18 Januari 2016 Define Problem pendefinisian masalah 1. Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin menilai program deradikalisasi tidak efektif 2. Efisiensi Anggaran yang dikeluarkan untuk mendanai program deradikalisasi Diagnoses Causes Memperkirakan Penyebab Masalah 1. Masih saja terjadi peristiwa pengeboman di Sarinah 2. Tidak ada hasil yang terlihat bahkan bibit-bibit baru semakin tumbuh Make Moral Judgement Membuat Keputusan Moral 1. Aparatur Negara sudah bekerja dengan baik namun masih menemui kelemahan Treatment Recommendation Menekankan Penyelesaian 1. Segera libatkan tokoh yang berbobot dan para pemimpin non formal untuk melakukan pengawasan di daerah masing-masing Define Problem Pada artikel berita edisi 28 Januari 2016 kali ini Kompas.com kembali menjadikan berita soal program deradikalisasi sebagai bahasan utama. Kompas.com mencoba menonjolkan tanggapan dari Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin yang ditunjuk sebagai narasumber, dalam menanggapi keberlangsungan program deradikalisasi yang ia nilai tak berjalan efektif. Seperti yang ditulis Kompas.com berikut ini. “Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin mempertanyakan program deradikalisasi yang dilakukan pemerintah. Program tersebut dinilai tak efektif.” 18 18 Lucky Pransiska, “Politisi PDI-P Nilai Deradikalisasi Tak Efektif dan Hanya Jadi Semacam Proyek” Kompas.com diakses pada 8 Juni 2016 alinea 1 Dalam setiap pemberitaanya Kompas.com selalu menyajikan narasumber yang kredibel sehingga mampu membuka perspektif akan suatu pemberitaan yang sedang diangkat “Kami memiliki kriteria khusus, yakni dalam menentukan narasumber haruslah yang kredibel, dapat dipercaya dan berkompeten. Narasumber yang dipilih kompas.com juga harus mampu menyampaikan komentar dan pandanganya sesuai dengan keluasan perspektif yang mereka miliki.” 19 Selain mendefinisikan masalah mengenai tanggapan TB Hasanuddin yang menilai program deradikalisasi tak efektif, Kompas.com juga menambahkan pernyataan narasumbernya tersebut dan menjadikanya sebagai pendefinisian masalah mengenai dana yang dikeluarkan untuk program deradikalisasi ini. Berita terkait terdapat di alenia ketujuh “Harap dicatat, kalau ditotal, anggaran yang dikeluarkan bisa mencapai ratusan miliar rupiah, ujar Hasanuddin” 20 Diagnoses Causes Pada bagian ini terlihat Kompas.com memberikan alasan serta indikasi mengapa program deradikalisasi seringkali dinilai tak efektif pada prakteknya. Hal ini disebabkan karena masih terjadi pengeboman di kawasan Sarinah serta tidak adanya hasil yang terlihat dari program deradikalisasi ini meskipun dana yang dikeluarkan sudah cukup banyak “Program tersebut dinilai tak efektif, terbukti dengan masih adanya peristiwa pengeboman dan penembakan di kawasan Sarinah, Jakarta, Kamis pekan lalu ” 21 19 Wawancara pribadi dengan News Assistant Managing Editor Kompas.com J. Heru Margianto, 1 Juni 2016. 20 Lucky Pransiska, “Politisi PDI-P Nilai Deradikalisasi Tak Efektif dan Hanya Jadi Semacam Proyek” Kompas.com diakses pada 8 Juni 2016 alinea 7 21 Lucky Pransiska, “Politisi PDI-P Nilai Deradikalisasi Tak Efektif dan Hanya Jadi Semacam Proyek” Kompas.com diakses pada 8 Juni 2016 alinea 2 Make Moral Judgement Kompas.com melalui narasumbernya Hasanuddin, menegaskan bahwa sesungguhnya para aparatur Negara sudah melakukan tugasnya dengan baik, namun masih ada beberapa kekurangan dan kelemahan yang perlu diubah, agar efektif dan efisien. “Purnawirawan TNI ini menambahkan, aparatur negara sesungguhnya sudah bekerja dengan baik. Namun, masih ada beberapa kelemahan yang perlu diperbaiki dan diubah, agar efektif dan efisien.” 22 “Misalnya dalam hal koordinasi. Pemerintah dianggap masih mementingkan ego sektoral. Akibatnya, ada daerah atau kelompok yang digarap dua sampai tiga lembaga, tapi di beberapa daerah justru rawan dan tak tersentuh.” 23 “Selain itu, pelibatan tokoh berbobot juga masih sangat kurang. Seringkali yang diturunkan ke sebuah wilayah rawan hanya seorang petugas yang kurang dalam pengetahuan agama.” 24 “Terakhir, deradikalisasi juga belum melibatkan unsur para pemimpin non formal seperti pengurus RTRW. Mereka sekarang justru hanya dijadikan semacam pemadam kebakaran setelah teror terjadi.” 25 Treatment Recommendation Pada bagian ini, Kompas.com menyajikan pendapat narasumbernya TB Hasanuddin sebagai saran untuk masalah ini. Beliau menyarankan agar pemerintah dan BNPT dapat bekerja sama untuk melibatkan tokoh- tokoh yang lebih berbobot serta para pemimpin non formal seperti pengurus RT dan RW untuk melakukan pengawasan di daerah masing- 22 Lucky Pransiska, “Politisi PDI-P Nilai Deradikalisasi Tak Efektif dan Hanya Jadi Semacam Proyek” Kompas.com diakses pada 8 Juni 2016 alinea 9 23 Lucky Pransiska, “Politisi PDI-P Nilai Deradikalisasi Tak Efektif dan Hanya Jadi Semacam Proyek” Kompas.com diakses pada 8 Juni 2016 alinea 10 24 Lucky Pransiska, “Politisi PDI-P Nilai Deradikalisasi Tak Efektif dan Hanya Jadi Semacam Proyek” Kompas.com diakses pada 8 Juni 2016 alinea 11 25 Lucky Pransiska, “Politisi PDI-P Nilai Deradikalisasi Tak Efektif dan Hanya Jadi Semacam Proyek” Kompas.com diakses pada 8 Juni 2016 alinea 12 masing. Karena seringkali mereka yang diturunkan ke sebuah wilayah rawan hanya seorang petugas yang kurang dalam pengetahuanya, sehingga mudah terpapar paham radikal. “Seharusnya libatkan, gerakkan dan danai mereka untuk melakukan pengawasan di daerah masing-masing, termasuk membantu program deradikalisasi, 26 Menurut peneliti pencegahan dan penanggulangan terorisme membutuhkan suatu kerjasama secara menyeluruh. Selain kualitas dan kuantitas aparat yang telah dibentuk pemerintah, juga perlu adanya dukungan terhadap kepedulian masyarakat. Karena menurut peneliti dengan melibatkan masyarakat penanggulangan dan pencegahan secara dini terhadap aksi terorisme dapat dengan mudah diatasi.

IV. Bingkai Pemberitaan “Istilah Deradikalisasi Dalam Kasus Terorisme

Dianggap Salah Kaprah” Edisi 19 Januari 2016 Berita Kompas.com edisi 19 Januari 2016 ini mengungkapkan ketidaksetujuan Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis BAIS Laksda Purn Soleman B Ponto terhadap program deradikalisasi. Ia mengungkapkan seharusnya istilah deradikalisasi harus diganti, karena istilah itu terlalu menyudutkan bahkan dapat menimbulkan masalah baru. Tabel 4.5 “Istilah Deradikalisasi Dalam Kasus Terorisme Dianggap Salah Kaprah ” Edisi 19 Januari 2016 Define Problem pendefinisian masalah 1. Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis BAIS Laksda Purn Soleman B Ponto tidak setuju akan program deradikalisasi 26 Lucky Pransiska, “Politisi PDI-P Nilai Deradikalisasi Tak Efektif dan Hanya Jadi Semacam Proyek” Kompas.com diakses pada 8 Juni 2016 alinea 13 Diagnoses Causes Memperkirakan Penyebab Masalah 1. Istilah deradikalisasi dianggap tidak tepat Make Moral Judgement Membuat Keputusan Moral 1. Jangan semakin memupuk dendam dalam diri para teroris Treatment Recommendation Menekankan Penyelesaian 1. Lakukan dialog dari hati ke hati kepada para pelaku terorisme Define Problem Dalam pemberitaan Kompas.com ini, pendefinisian masalahnya adalah ungkapan Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis BAIS Laksda Purn Soleman B Ponto yang tidak menyetujui program deradikalisasi. Istilah deradikalisasi dalam frame kompas.com melalui narasumbernya dianggap tidak tepat. Penamaan deradikalisasi dianggap akan membuat para pelaku terorisme semakin memupuk dendam. “saya enggak setuju deradikalisasi kok. Siapa yang radikal? Kalau saya pelaku, saya akan sebut anda radikal dan saya tidak,” ujar Ponto seusai acara diskusi di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Selasa 19012016” 27 Diagnoses Causes Dalam pemberitaan ini, Kompas.com melalui narasumbernya mengidentifikasikan yang menjadi penyebab masalah adalah istilah atau penamaan program deradikalisasi itu sendiri. Istilah deradikalisasi terlalu menyudutkan para pelaku terorisme dan malah menimbulkan kesan saya benar dan anda salah. Ponto selaku Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis BAIS mengungkapkan bahwa masalah terorisme tidak ada 27 Veri Sanovri,” Istilah Deradikalisasi dalam kasus Teorisme Dianggap Salah Kaprah” Kompas.com diakses pada 8 Juni 2016 alinea 3 hubunganya dengan persoalan siapa yang benar dan siapa yang salah. Persoalan terorisme sesungguhnya merupakan perbedaan cara pandang. Hal tersebut disajikan Kompas.com sebagai berikut: “ istilah deradikalisasi, menurut dia, terlalu menyudutkan dan menim bulkan kesan saya benar, anda salah”. Padahal, dia menilai dalam masalah terorisme tidak ada yang salah dan benar. Hal yang ada adalah perbedaan cara pandang.” 28 Make Moral Judgement Dalam berita ini nilai moral yang dikembangkan oleh Kompas.com yang dinyatakan oleh Laksda Purn Soleman B Ponto ialah jangan semakin memupuk dendam di dalam diri para teroris. Menurutnya para pelaku teroris tidak akan pernah bisa surut bila ada dendam di dalam dirinya. “sebisa mungkin, kata Ponto, jangan malah memupuk dendam dalam diri mereka.” 29 Treatment Recommendation Dalam pemberitaan ini, Kompas.com memberikan solusi yang berupa pernyataan dari Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis BAIS Laksda Purn Soleman B Ponto yang menyatakan bahwa seharusnya dalam memecahkan masalah ini adalah dengan melakukan dialog dari hati ke hati, dialog tersebut bertujuan untuk mengetahui hal apa sajakah yang melatarbelakangi mereka melakukan aksi teror, juga untuk mengetahui hal-hal apa saja yang tidak mereka senangi. Penting untuk diketahui bahwa berbagai aksi terorisme saat ini dilakukan karena bermacam motif, mulai 28 Veri Sanovri,” Istilah Deradikalisasi dalam kasus Teorisme Dianggap Salah Kaprah” Kompas.com diakses pada 8 Juni 2016 alinea 4 29 Veri Sanovri,” Istilah Deradikalisasi dalam kasus Teorisme Dianggap Salah Kaprah” Kompas.com diakses pada 8 Juni 2016 alinea 9 dari perbedaan cara pandang, dendam pribadi atau dendam keluarga, adanya kepentingan ekonomi dan politik, bahkan mungkin kekuasaan dan kepentingan lainya.

IV. Bingkai Pemberitaan “Menkumham Akui Ada Petugas Deradikalisasi

Justru Teradikalisasi” Edisi 25 Januari 2016 Berita Kompas.com edisi 25 Januari 2016 ini berisikan pengakuan dari Menkumham bahwa ada petugas deradikalisasi justru teradikalisasi. Dari pemberitaan ini, kita dapat mengetahui bahwa dari dalam penjara pun terpidana teroris bisa leluasa memupuk ideologi radikalisme bahkan kepada petugas deraikalisasi. Dalam artikel ini Menkuham tidak menyebutkan secara pasti berapa jumlah petugas yang ikut arus tersebut. Tabel 4.6 Bingkai Pemberitaan “Menkumham Akui Ada Petugas Deradikalisasi Justru Teradikalisasi” Edisi 25 Januari 2016 Define Problem pendefinisian masalah 1. Pengakuan Mennkumham mengenai teradikalisasinya petugas deradikalisasi Diagnoses Causes Memperkirakan Penyebab Masalah 1. Kurangnya Sumber Daya Manusia SDM di dalam lapas Make Moral Judgement Membuat Keputusan Moral 1. Upaya deradikalisasi para terpidana kasus teroris perlu dilakukan secara komperhensif Treatment Recommendation Menekankan Penyelesaian 1. Mantan terpidana teroris yang baru keluar lapas perlu mendapatkan pengawasan selama enam bulan, serta mendapatkan pembinaan lanjutan Define Problem Dalam berita ini yang diidentifikasikan sebagai masalah ialah pengakuan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly yang mengatakan bahwa ada petugas deradikalisasi yang bertugas menetralisir pemikiran teoris justru teradikalisasi. Hal ini terlihat didalam teks berita kompas.com sebagai berikut: “Ada petugas kami yang ditugaskan untuk deradikalisasi malah dia yang diradikalisasi,” kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 2512016.” 30 Menkumham tidak menjabarkan secara pasti berapa banyak jumlah petugas yang justru ikut terjerumus arus tersebut. Diagnoses Causes Frame yang didentifikasikan oleh Kompas.com dalam pemberitaan ini sebagai penyebab masalah melalui narasumbernya adalah kurangnya Sumber Daya Manusia SDM di dalam lapas. Hal ini tertulis dalam alinea kelima “Karena kalau deradikalisasi hanya dilakukan di lapas, kita tidak mempunyai SDM yang cukup,” ujarnya. 31 Permasalahan ini ditanggapi oleh pihak Kompas.com, melalui kutipan wawancara berikut: “Seharusnya Menkumham atau BNPT serta lembaga-lembaga terkait lebih selektif dalam memilih petugas untuk melakukan program deradikalisasi, apalagi didalam penjara, petugas tersebut harus lebih dibekali, jangan malah sampai ikut-ikut teradikalisasi.” 32 30 Abba Gabrillin,”Menkumham Akui Ada Petugas Deradikalisasi Justru Teradikalisasi”diakses pada 9 Juni 2016 alinea 2 31 Abba Gabri llin,”Menkumham Akui Ada Petugas Deradikalisasi Justru Teradikalisasi”diakses pada 9 Juni 2016 alinea 5 32 Wawancara pribadi dengan News Assistant Managing Editor Kompas.com J. Heru Margianto, 1 Juni 2016. Upaya pembinaan yang dilakukan akan terasa kurang bermanfaat jika dilakukan di dalam penjara apabila sipir-sipir yang bertugas di lapas teroris tidak memiliki pengetahuan keisalaman yang mempuni, pendamping bidang-bidang keagamaan memiliki keterbatasan dalam pembinaan religius mengingat waktu yang disediakan oleh pihak lapas sangatlah minim, bahkan keterbatasan waktu pendamping agama dimanfaatkan oleh narapidana teroris untuk mengambil alih fungsi sebagai “mentor religius” bagi para narapidana lain di lembaga pemasyarakatan. Make Moral Judgement Pihak Kompas.com menampilkan keputusan moral melalui pendapat Menkumham, Yasonna H Laoly. Dirinya mengatakan, bahwasanya upaya deradikalisasi para terpidana kasus terorisme perlu dilakukan secara komperhensif, yang artinya proses deradikalisasi itu tidak cukup hanya dilakukan oleh Kemenkumham, tetapi juga harus mendapatkan bantuan seperti dari Kementrian Agama, Badan Nasional Penanggulangan Teorisme, Polri, dan Badan Intelijen Negara. 33 Menurut peneliti memang sudah seharusnya Kebijakan pemerintah dalam upaya pemberantasan terorisme di seluruh wilayah Indonesia harus didukung penuh oleh semua komponen bangsa dengan tetap memperdulikan nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Treatment Recommendation 33 Abba Gabrillin,”Menkumham Akui Ada Petugas Deradikalisasi Justru Teradikalisasi”diakses pada 9 Juni 2016 alinea 4 Sampai saat ini pemerintah masih menyusun draft revisi Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, salah satu usulan yang ingin diajukan adalah rehabilitasi yang dilakukan secara holistik dan kompehensif terhadap narapidana teroris. Pada tahap ini, Kompas.com menyajikan pendapat narasumbernya Yasonna H Laoly sebagai saran untuk masalah tersebut. Yasonna H Laoly menyarankan agar pemerintah dapat mengusulkan agar mantan narapidana yang baru saja keluar dari lapas bisa mendapatkan pengawasan dan pembinaan lebih lanjut. “Pemerintah juga mengusulkan agar mantan terpidana teroris yang baru keluar dari lapas mendapatkan pengawasan setidaknya selama enam bulan.” 34 “Bukan hanya sekedar pengawasan, mantan napi itu juga perlu mendapatkan pembinaan lanjutan agar tidak kembali menyimpang.” 35

B. Konteks Pemberitaan Program Deradikalisasi di Kompas.com Periode

17-25 Januari 2016 Kompas.com memiliki pandangan yang sama dengan pemerintah, yakni memandang program deradikalisasi sebagai suatu jalan atau solusi dalam menaggulangi aksi terorisme, dan berharap masyarakat terus memperhatikan perkembangan program ini melalui pemberitaan yang disampaikan oleh Kompas.com. seperti yang di katakan J. Heru Margianto selaku News Assistant Managing Editor Kompas.com dalam wawancara yang peneliti lakukan. 34 Abba Gabrillin,”Menkumham Akui Ada Petugas Deradikalisasi Justru Teradikalisasi”diakses pada 9 Juni 2016 alinea 8 35 Abba Gabrillin,”Menkumham Akui Ada Petugas Deradikalisasi Justru Teradikali sasi”diakses pada 9 Juni 2016 alinea 9 “Deradikalisasi itu sangat amat penting, terkait kasus para kelompok- kelompok radikal dan terorisme, pemikiran yang radikal itu kan merupakan akar dari persoalan terorisme di Indonesia. Maka caranya tidak cukup hanya dengan penindakan setiap kali terjadi aksi terorisme saja, kita harus menyadari bahwa program deradikalisasi penting. Program deradikalisasi kan bertujuan mengubah mindset para pelaku teror agar bisa lebih lunak, lebih moderat, dan bisa berpandangan lebih terbuka, serta menghilangkan pemikiran yang semula radikal menjadi tidak radikal lagi.” 36 Pemberitaan yang disajikan pada periode 17-25 Januari 2016, semuanya bernuansa mengkritik keberlangsungan program tersebut, Kompas.com menilai, dan mengakui bahwa program deradikalisasi masih memiliki banyak kekurangan. Kelima artikel yang ditampilkan Kompas.com juga telah memberikan penjelasan tentang hal-hal apa saja yang terjadi dibalik program deradikalisasi yang tidak banyak diketahui oleh khalayak sehingga menggiring opini khalayak itu sendiri untuk dapat menilai program ini secara keseluruhan. Kompas.com menganggap program deradikalisasi ini merupakan isu nasional dan menyangkut kepentingan orang banyak,dan kerena pada pelaksanaanya program ini memang memiliki catatan-catatan khusus yang harus diperbaiki sehingga menjadi perlu dan menarik untuk di angkat kemudian dinformasikan pada khalayak. Catatan-catatan khusus yang dimaksud Kompas.com adalah permasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam pelaksanaan program deradikalisasi tersebut. “Fakta yang kami temui adalah, benar adanya program ini berjalan dengan kurang efektif, diperkuat lagi dengan statement dari menteri bahwa program ini masih menemui kekurangan. Program ini juga 36 Wawancara pribadi dengan News Assistant Managing Editor Kompas.com J. Heru Margianto, Jakarta, 1 Juni 2016. kembali dipertanyakan saat kemarin pelaku bom sarinah ternyata residivis kan, bahkan menkuham sendri mengakui kan ada juga petugas deradikalisasi justru teradikalisasi. Semuanya sudah kami muat pada pemberitaan di kompas.com. inikan artinya bahwa memang ada sesuatu yang perlu diperbaiki dalam program ini”. Kompas.com berusaha menggali dan menyertakan pandangan dari beberapa narasumber yang dapat dipertanggung jawabkan untuk melihat bagaimana masalah yang sebenarnya terjadi. Kompas.com mencoba mengkritisi program ini dengan cara mengangkat pemberitaan berdasarkan fakta-fakta yang ada. Hal ini dikatakan langsung oleh pihak Kompas.com “Apa yang kita lakukan merupakan suatu bentuk kritik pada semua lembaga yang bertanggung jawab akan keberlangsungan program ini, juga sebagai upaya memberikan gambaran pada masyarakat tentang deradikalisasi itu sendiri. Caranya dengan menyajikan pandangan kritis dari narasumber yang kredibel dan berkompeten untuk mencoba mengkritisi keberlangsungan program deradikalisasi tersebut, memaparkan impact yang ditimbulkan seperti apa selama ini dan lain sebagainya. Narasumber tersebut ada dari pihak parlemen, ada menteri, ada dari mantan BAIS, kepala intelejen, dan dari kelompok LSM, sehingga yang kami harapkan kemudian perpektifnya dapat lebih meluas lagi tentang program ini.”

C. Interpretasi

Proses pembentukan berita tentang deradikalisasi di Kompas.com diawali dengan persepsi bahwa deradikalisasi merupakan suatu program untuk menetralisir pemikiran serta paham-paham radikal yang berujung pada aksi terosisme. Persepsi ini dapat dinilai sebagai proses eksternalisasi bagi wartawan Kompas.com dalam menyampaikan pemberitaan deradikalisasi. Eksternalisasi ialah bagaimana Kompas.com mencurahkan dirinya kedalam sebuah realitas pemberitaan. Karena ini adalah sudah menjadi sifat dasar sebuah media dalam membuat berita. Dari proses eksternalisasi tersebut akan selanjutnya mempengaruhi objektivasi sang wartawan dalam menciptakan realitas dalam sebuah pemberitaan. Objektivasi ini adalah hasil dari kegiatan eksternalisasi dan akan mempengaruhi isi pemberitaan. Bagaimanapun berita itu diciptakan oleh media tersebut bukan tercipta secara alamiah dan apa adanya. Kemudian hasil konstruksi media dapat dilihat dari proses internalisasi. Ini berarti Kompas.com dalam menciptakan realitas sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Peter L. Berger dalam teorinya yakni Konstruksi Realitas Sosial. Dalam menyampaikan beritanya Kompas.com cenderung menyoroti fakta yang sebenarnya terjadi di lapangan terkait keberlangsungan program deradikalisasi secara terang-terangan. Kompas.com selalu mengkroscek terlebih dahulu fakta yang terjadi dilapangan melalui keterangan narasumber yang dipilihnya. Kompas.com tidak ingin berita yang dimuat berujung pada fitnah belaka. Walaupun pada intinya kelima pemberitaan mengenai deradikalisasi ini sudah melewati tahap konstruksi, dan terdapat fakta yang lebih ditonjolkan. Karena bagi kaum konstruksionis, realitas itu bersifat subjektif. Realitas itu hadir karena disajikan oleh konsep subjektif wartawan. Di sini tidak ada realitas yang bersifat objektif, karena realitas itu tercipta lewat konstruksi dan pandangan tertentu. Dari hal ini, peneliti akan menguraikan hasil temuan proses konstruksi Kompas.com terkait pemberitaan program deradikalisasi.

1. Tahap Menyiapkan Materi Konstruksi

Dalam tahap ini, redaksional Kompas.com mengumpulkan semua bahan berita yang berfokus kepada informasi yang bersifat menyentuh banyak orang, yaitu persoalan yang mengandung unsur sensitivitas di

Dokumen yang terkait

Analisis Framing Pemberitaan Foto Pre Weding pada Media Online Detik.Com dan Kompas.Com

13 146 91

Analisis framing pemberitaan meninggalnya ustadz Jefri Al-Buchori pada Republika online dan kompas.com

1 25 125

Konstruksi Realitas Sosial Kasus Tewasnya Terduga Teroris Di Media Online (Analisis Framing Pemberitaan Siyono Di Kompas.Com)

0 8 118

Analisis Framing Pemberitaan Upaya Pelegalan Daging Anjing Di Jakarta Oleh Republika Online Dan Kompas.Com

0 13 134

TERORISME DALAM BINGKAI MEDIA (Analisis Framing Pemberitaan Terorisme di Surakarta Pada Headline Terorisme Dalam Bingkai Media (Analisis Framing Pemberitaan Terorisme Di Surakarta Pada Headline Koran Solopos Edisi Agustus - September 2012).

0 1 15

TERORISME DALAM BINGKAI MEDIA (Analisis Framing Pemberitaan Terorisme Di Surakarta Pada Headline Terorisme Dalam Bingkai Media (Analisis Framing Pemberitaan Terorisme Di Surakarta Pada Headline Koran Solopos Edisi Agustus - September 2012).

0 3 14

KONTRUKSI REALITAS KOMPAS.COM DALAM PEMBERITAAN PEMBATASAAN BBM BERSUBSIDI ( Analisis Framing Pemberitaan Pembatasaan BBM Bersubsidi Yang Dimuat Kompas.com Pada Periode Agustus - September 2014 ).

0 0 16

ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN KASUS SEPUTAR KEMACETAN LALU LINTAS DKI JAKARTA DI MEDIA ONLINE KOMPAS.COM

0 0 25

KONSTRUKSI DISKRIMINASI PEREMPUAN DALAM PEMBERITAAN KRIMINAL DI KOMPAS.COM (Analisis Framing Robert N Entman)

0 1 118

REALITAS JOKOWI DALAM PEMBERITAAN KOMPAS.COM DI RUBRIK “POLITIK” (Analisis Framing Pemberitaan Jokowi Pada Rubrik “Politik” di Kompas.Com Periode Oktober 2014) - FISIP Untirta Repository

0 0 167