program ini. Hal ini menjadi kekuatan bagi Kompas.com dalam menyampaikan sebuah berita secara lebih luas.
Disini terlihat
bagaimana kekuatan
Kompas.com dalam
menciptakan sebuah realitas atau pemberitaan. Menurut peneliti Kompas.com tidak membatasi dirinya dan para pekerjanya dalam
menafsirkan pemberitaan mengenai program deradikalisasi. Ini akan menimbulkan kesan bahwa Kompas.com tidak selalu berada pada zona
nyaman. Seperti yang dikemukakan oleh narasumber dari pihak Kompas.com saat peneliti melakukan wawancara, bahwa Kompas.com
berusaha membuka perspektif masyarakat luas dalam melihat dan menilai suatu pemberitaan.
“Apa yang kita lakukan merupakan suatu bentuk kritik pada semua lembaga yang bertanggung jawab akan keberlangsungan program
ini, juga sebagai upaya memberikan gambaran pada masyarakat tentang deradikalisasi itu sendiri. Caranya dengan menyajikan
pandangan kritis dari narasumber yang kredibel dan berkompeten untuk
mencoba mengkritisi
keberlangsungan program
deradikalisasi tersebut, memaparkan impact yang ditimbulkan seperti apa selama ini dan lain sebagainya. Narasumber tersebut
ada dari pihak parlemen, ada menteri, ada dari mantan BAIS, kepala intelejen, dan dari kelompok LSM, sehingga yang kami
harapkan kemudian perpektifnya dapat lebih meluas lagi tentang
program ini.”
38
4. Tahap Konfirmasi
Media massa dan khalayak pada tahap ini memberikan argumentasi serta interpretasi. Bagi media tahapan ini perlu sebagai bagian untuk
memberi argumentasi terhadap alasan-alasan konstruksi sosial. Sedangkan
38
Wawancara pribadi dengan News Assistant Managing Editor Kompas.com J. Heru Margianto, Jakarta, 1 Juni 2016.
bagi para pembaca, tahapan ini juga sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dan bersedia hadir dalam proses konstruksi sosial.
39
Beberapa tahap di atas adalah proses siklus yang selalu terjadi pada pembangunan realitas yang diciptakan oleh media massa, ternasuk
Kompas.com dan sebuah realitas yang terkonstruk sebenarnya memang sangat luar biasa. Karena pemberitaan tersebut lebih cepat diterima oleh
khalayak luas, menjadi lebih luas pula jangkauan pemberitaanya, sebaranya merata, karena media massa dapat ditangkap oleh masyarakat
luas secara merata dan di mana-mana, membentuk opini karena merangsang masyarakat untuk berpendapat atas kejadian tersebut, massa
cenderung terkonstruksi, karena masyarakat cenderung terkonstruksi dengan pemberitaan-pemberitaan yang sensitif, bahkan opini massa
cenderung apriori sehingga mudah menyalahkan berbagai pihak yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.
Peneliti menemukan salah satu bentuk keterlibatan masyarakat dalam menanggapi konstruksi pemberitaan yang dilakukan oleh Kompas.com
mengenai program deradikalisasi. Pendapat ini merupakan salah satu bukti bahwa pemberitaan yang ditangkap oleh masyarakat melalui media massa
akan membentuk opini massa. “ Deradikalisasi tak efektif dan hanya jadi semacam proyek, Juru
Bicara Hizbut Tahrir Indonesia HTI Muhammad Ismail Yusanto menegaskan bukan hanya deradikalisasi saja tetapi juga seluruh
penindakan terorisme itu proyek.
“Yang jadi proyek bukan hanya masalah deradikalisasi, seluruh penindakan terorisme itu proyek.
Karena itu seolah-olah terorisme harus ada terus, ada penangkapan di sana, penembakan di sini, tetapi publik tidak pernah tahu
mengapa terus terjadi seperti itu,” ujarnya kepada mediaumat.com,
39
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat Jakarta : Kencana, 2006, h. 216