Latar Belakang P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N

1.1 Latar Belakang

Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk memperlancar hubungan antara wilayah terpencil dengan pusat pusat pertumbuhan. Kelancaran arus barang dan jasa serta keterbukaan wilayah-wilayah potensial dapat digunakan sebagai pendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. Dengan infrastruktur transportasi yang baik, sumber daya manusia maupun kapital yang tersebar tersebut juga dapat dimanfaatkan dengan lebih baik. Efektifitas investasi infrastruktur transportasi meningkatkan perekonomian dan memberikan manfaat bagi masyarakat tergantung kepada pemanfaatan sarana transportasi tersebut oleh produsen maupun konsumen serta sektor sektor unggulan, sehingga mampu memberikan stimulus perekonomian seperti yang diharapkan. Jawa Barat sebagai daerah ekonomi potensial memiliki berbagai keunggulan, diantaranya keunggulan letak geografis. Peningkatan infrastruktur transportasi diperkirakan akan menjadi stimulan bagi peningkatan investasi, baik investasi dalam negeri maupun luar negeri. Penyediaan infrastruktur transportasi yang baik seperti halnya jalan, jembatan, pelabuhan dan lainnya diyakini dapat memicu limpahan spill-over investasi dari wilayah sekitarnya ke wilayah Jawa Barat. Terkait dengan hal tersebut, pengembangan investasi infrastruktur transportasi harus didasari atas berbagai pertimbangan seperti halnya pertimbangan terhadap sektor ekonomi yang berkembang maupun pertimbangan kewilayahan. Pengembangan dengan mempertimbangkan sektor ekonomi misalkan dengan melihat kepada sektor-sektor unggulan yang berkembang di Jawa Barat seperti halnya sektor industri dan sektor pertanian. Sedangkan dimensi kewilayahan diperhatikan agar pengembangan infrastruktur transportasi dapat menjangkau wilayah atau daerah terpencil desa yang potensial secara ekonomi untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut, menyerap tenaga kerja serta memperbaiki pemerataan pendapatan. Secara garis besar, stimulus berupa investasi infrastruktur transportasi diharapkan menjadi pemicu perekonomian daerah maupun nasional. Berdasarkan data BPS, nilai investasi fisik PMTB-Pembentukan Modal Tetap Bruto perekonomian nasional, baik yang berasal dari dalam negeri ataupun luar negeri dari tahun 2007 sampai dengan 2010 mengalami kenaikan BPS, 2011. Jika pada tahun 2007 nilai investasi fisik di tingkat nasional adalah sebesar Rp.985.627,10 milyar, maka pada tahun 2008 naik menjadi Rp.1.370.716,97 milyar, dan kemudian naik kembali menjadi Rp.1.744.357,09 milyar pada tahun 2009 serta menjadi Rp.2.064.999,83 milyar. Kenaikan nilai investasi fisik ini merupakan sinyal positif membaiknya perekonomian nasional. Lebih jauh lagi, berdasarkan data statistik BPS juga dapat disampaikan bahwa investasi jalan, rel dan jembatan mengalami kenaikan dari Rp.1.103,94 milyar pada tahun 2007 menjadi Rp.1.458,92 milyar pada tahun 2008 dan naik tajam menjadi Rp.3.740,67 milyar pada tahun 2009. Namun demikian investasi di sektor ini mengalami penurunan menjadi Rp.2.730,61 milyar pada tahun 2010. Sebagai tambahan nilai investasi terminal, pelabuhan, stasiun dan bandara menunjukkan tren penurunan dari tahun 2007-2009. Jika pada tahun 2007 nilai investasi di sektor ini sebesar Rp.4.638,87 milyar maka pada tahun 2008 dan 2009 turun menjadi Rp. 3.881,34 milyar dan Rp. 3.533,26 milyar berturu-turut. Namun demikian pada tahun 2010 investasi di sektor ini mengalami kenaikan menjadi Rp. 3.819,58 milyar. Di sisi lain, berdasarkan data BPS Jawa Barat, dapat disampaikan bahwa nilai investasi fisik PMTB di Provinsi Jawa Barat selama periode 2007-2010 juga mengalami kenaikan BPS Jawa Barat, 2011. Jika pada tahun 2007 nilai investasi fisik di Jawa Barat hanya sebesar Rp. 87.498,79 milyar, maka pada tahun 2010 adalah sebesar Rp.138.629,06 milyar. Sementara itu berdasarkan data BPS dapat juga diungkapkan bahwa nilai investasi jalan, rel dan jembatan di Jawa Barat mengalami penurunan pada kurun waktu 2007-2008 dari Rp.19.261,72 milyar pada tahun 2007 menjadi Rp.12.510,90 pada tahun 2008. Setelah mengalami kenaikan tajam menjadi Rp. Rp.30.575,88 milyar pada tahun 2009, investasi di sektor ini turun kembali menjadi Rp.21.212,05 milyar pada tahun 2010. Sebagai tambahan, investasi terminal, pelabuhan dan stasiun dan bandara mengalami penurunan dari Rp.5.337,85 milyar pada tahun 2007 menjadi Rp. 4.466,16 milyar pada tahun 2008. Namun demikian setelah itu investasi di sektor ini secara konsisten mengalami kenaikan dari tahun 2008- 2010. Pada tahun 2008 investasi di sektor ini senilai Rp.4.466,18 milyar kemudian naik menjadi Rp.6.046,90 milyar pada tahun 2009 dan Rp. 6.536,92 pada tahun 2010. Dikeluarkannya berbagai kebijakan pemerintah seperti paket infrastruktur yang tertuang pada Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010, dan peningkatan anggaran stimulus fiskal pada bidang infrastruktur serta perluasan kewenangan yang diberikan kepada daerah dalam merencanakan dan mengalokasikan dana untuk membiayai berbagai kegiatan memberikan peluang yang lebih besar bagi setiap daerah untuk melaksanakan aktivitas pembangunan sesuai dengan potensi yang dimiliki dan memilih sektor-sektor prioritas dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi Saragih, et al, 2010. Hal ini menunjukkan perhatian pemerintah yang sangat besar pada pembangunan infrastruktur. Perhatian pemerintah yang besar pada infrastruktur ini sangatlah relevan mengingat beberapa temuan studi mengindikasikan pentingnya infrastruktur terkait dengan dampaknya terhadap perekonomian. Pengungkapan data perkembangan nilai investasi fisik dan nilai investasi infrastrutur transportasi di atas, baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat Provinsi Jawa Barat dapat menjadi sinyal awal dukungan pemerintah pada pembangunan infrastruktur transportasi. Berdasarkan pada Data Statistik Produk Domestik Bruto PDB 2010, Sektor infrastruktur berkontribusi sebesar Rp.661 trilyun 10.29 dan menyerap tenaga kerja sejumlah 4.84 juta 4.5 dari lapangan pekerjaan utama yang tersedia BPS, 2011. Pada tahun yang sama, kontribusi sektor infrastruktur terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat adalah sebesar Rp. 29.05 trilyun 3.83 dan menyerap tenaga kerja sebesar 937.956 jiwa 6 dari lapangan pekerjaan utama yang tersedia. Gambaran kontribusi sektor infrastruktur konstruksi dalam PDRB Provinsi Jawa Barat dan kontribusi penyerapan tenaga kerja sektor ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Dengan mengamati paparan data PDRB Jawa Barat tersebut, dapat dilihat bahwa peran Sektor Infrastruktur cukup penting dalam menopang perekonomian regional Jawa Barat. Dengan melihat paparan data tersebut juga dapat dilihat kontribusi penting sektor infrastruktur bagi penyerapan tenaga kerja nasional maupun regional. Tabel 1. PDRB adh berlaku Menurut Lapangan Usaha Propinsi Jawa Barat Tahun 2010 persen Lapangan Usaha 2010 1. Pertanian 12.61 2. Pertambangan dan Penggalian 2.02 3. Industri 37.73 4. Listrik Gas dan Air Bersih 3.76 5. Konstruksi non transportasi 2.4 6. Konstruksi tranportasi 1.4 7. Perdagangan Hotel, Restoran 22.41 8. Pengangkutan Komunikasi 7.09 9. Keuangan, Persewaan Jasa Perusahaan 2.75 10. Jasa‐Jasa 8.86 Sumber: BPS Jawa Barat, 2011 Meningkatnya aktivitas di sektor industri akan menyerap tenaga kerja dan kinerja perekonomian. Baik di Indonesia maupun di Provinsi Jawa Barat kegiatan industri merupakan sektor yang memiliki peran penting dalam perekonomian serta mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Menurut data BPS 2011, sektor industri menyumbang Rp.1.594,3 trilyun terhadap PDB adh berlaku 24.82, dengan tenaga kerja yang terserap pada sektor ini sebesar 13.05 juta jiwa 12.14. Pada periode yang sama, sektor industri menyumbang Rp. 290.75 trilyun 37.7 terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat dan menyerap tenaga kerja sejumlah 3.111.149 jiwa 18 di Provinsi Jawa Barat. Gambaran kontribusi sektor industri dalam PDRB Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 1. Sedangkan kontribusi sektor industri bagi penyerapan tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 2. Menyadari pentingnya pengaruh sektor industri bagi perekonomian, sektor ini perlu mendapatkan perhatian penuh dari pemerintah, baik di tingkat nasional maupun wilayah, sebagai salahsatu sektor andalan untuk membangkitkan kegiatan ekonomi nasionalwilayah. Sebagai catatan, pada periode yang sama, sektor industri pengolahan di Jawa Barat menurut data statistik berkontribusi sebesar 60 dari total pendapatan sektor industri pengolahan di tingkat nasional BPS Jawa Barat, 2011. Dengan demikian peran sektor industri di Provinsi Jawa Barat bisa dikatakan sangat penting bagi perekonomian nasional. Tabel 2. Jumlah Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha Propinsi Jawa Barat Tahun 2010 persen Lapangan Usaha 2010 1. Pertanian 27.0 2. Pertambangan dan Penggalian 1.0 3. Industri 18.0 4. Listrik Gas dan Air Bersih 0.1 5. Konstruksi non transportasi 4.0 6. Konstruksi tranportasi 2.0 7. Perdagangan Hotel, Restoran 26.0 8. Pengangkutan Komunikasi 7.0 9. Keuangan, Persewaan Jasa Perusahaan 1.0 10. Jasa‐Jasa 14.0 Sumber: BPS Jawa Barat, 2011 Dari segi struktur perekonomian, provinsi Jawa Barat dicirikan oleh tiga sektor utama sebagai mesin penggerak engine power roda perekonomian yakni masing masing sektor Industri, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pertanian. Dari ketiga sektor tersebut tercatat hingga tahun 2010, sektor industri memberikan kontribusi sebesar 37.7 terutama industri alat angkutan, mesin dan peralatannya 17.5 dan industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki 8.2. Sektor perdagangan, hotel dan restoran mempunyai kontribusi sebesar 22.4 serta sektor Pertanian dengan kontribusi sebesar 12.6. Perekonomian Jawa Barat juga menyediakan lapangan kerja bagi lebih dari 10 angkatan kerja secara nasional BPS Jawa Barat, 2011. Meskipun ekonomi terus tumbuh, namun persentase pengangguran di Jawa Barat masih relatif besar dimana pada tahun 2010 menempati urutan ketiga setelah Provinsi Banten, dan DKI Jakarta, masing-masing sebesar 14.13, 11.32, dan 10.57. Kemiskinan di Jawa Barat juga menunjukkan penurunan, namun angkanya masih relatif besar. Penduduk miskin di Jawa Barat pada tahun 2010 menempati urutan ketiga terbesar yaitu 4.8 juta jiwa setelah Jawa Tengah 5.4 juta jiwa dan Jawa Timur 5.5 juta jiwa. Kondisi diatas diperparah dengan kondisi infrastruktur jalan yang buruk dimana pada akhir tahun 2010, tercatat panjang jalan di wilayah Jawa Barat adalah 25.803 km meningkat hanya 0,1 dari tahun 2009. Sebaliknya jalan pada tahun 2009 berkurang 0.3 dari tahun 2008 dengan panjang berkisar 25.857 km. Hal ini diperparah dengan kondisi jalan yang semakin buruk, dimana kerusakan jalan tidak hanya terjadi di perkotaan kotamadya namun juga di pedesaan kabupaten. Kondisi jalan yang masih dalam kondisi baik berkurang dari 8.895 km pada tahun 2009 menjadi hanya 7.980 km pada tahun 2010. Jalan rusak meningkat dari 5.199 km pada akhir tahun 2009 menjadi 5.694 km. pada tahun 2010. Jalan rusak parah kondisinya lebih buruk yaitu 2.404 km pada tahun 2009 menjadi 2.820 km pada tahun 2010 BPS Jawa Barat, 2011.. Dengan melihat fakta investasi infrastruktur termasuk infrastruktur transportasi sangat diperlukan serta peran sektor ekonomi di Jawa Barat yang penting bagi penyerapan tenaga kerja di tingkat nasional maupun perekonomian regional Provinsi Jawa Barat, serta perlunya peningkatan pendapatan masyarakat untuk mengurangi kemiskinan dan upaya memperbaiki distribusi pendapatan, maka penelitian ini penting dilakukan, terutama untuk mengetahui bagaimana dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap penyerapan tenaga kerja sektor ekonomi dan distribusi pendapatan masyarakat.

1.2. Perumusan Masalah