Teori Lokasi Optimum dan Aglomerasi Industri

antara pusat sedang dengan pusat-pusat kecil. Pola transportasi semacam ini disebut conventional tree pattern yang mendasarkan pada susunan pohon, yang terdiri dari batang, dahan, cabang dan ranting. Dalam susunan trayek atau rute pelayaran dan penerbangan dikenal trunk route dan feeder route. Jaringan jalan raya meliputi jalan arteri urat nadi, jalan kolektor dan jalan lokal. Untuk melayani kegiatan pembangunan dan mobilisasi yang semakin meningkat dan meluas, maka jaringan transportasi nasional harus dikembangkan selaras dengan tingkat pertumbuhan arus muatan di seluruh wilayah. Jaringan transportasi yang menghubungkan masing-masing pusat ke seluruh pusat lainnya dikenal sebagai “polygrid pattern” atau pola segala jurusan seperti penerapan di Negara-negara maju Adisasmita, 2005.

2.4. Teori Lokasi Optimum dan Aglomerasi Industri

Teori lokasi merupakan sebuah ilmu yang menyelidiki tata ruang spatial order kegiatan ekonomi. Selain itu, teori lokasi juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang lokasi secara geografis dari sumberdaya yang langka, serta pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain activity. Ruang dikeliingi dengan aktivitas ekonomi, dan seluruh bentuk produksi memerlukan ruang Capello, 2007. Seluruh wilayah geografis tidak memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan produksi dan pengembangan karena tidak samanya distribusi bahan dasar raw material, faktor produksi dan permintaan. Tidak ada sebuah teori tunggal yang bisa menetapkan di mana lokasi suatu kegiatan produksi industri itu sebaiknya dipilih. Untuk menetapkan lokasi suatu industri skala besar secara komprehensif diperlukan gabungan dari berbagai ilmu pengetahuan dan disiplin. Berbagai faktor yang ikut dipertimbangkan dalam menentukan lokasi, antara lain ketersediaan bahan baku, upah buruh, jaminan keamanan, fasilitas penunjang, daya serap pasar lokal dan aksesibilitas dari tempat produksi ke wilayah pemasaran yang dituju terutama aksesibilitas pemasaran ke luar negeri, stabilitas politik suatu negara dan kebijakan daerah peraturan daerah. Industrialisasi telah menjadi kekuatan utama di balik urbanisasi yang cepat di kawasan Asia sejak dasawarsa 1980-an. Berbeda dalam kasus industri berbasis sumberdaya resource-based industries, industri manufaktur cenderung berlokasi didalam dan di sekitar kota. Pertanian dan industri berdampingan, bahkan kadang berebut lahan di seputar pusat-pusat kota yang pada gilirannya semakin mengaburkan perbedaan baku antara desa dan kota. Industri cenderung mengelompok pada daerah-daerah dimana potensi dan kemampuan daerah tersebut memenuhi kebutuhan mereka, dan mereka mendapat manfaat akibat lokasi perusahaan yang saling berdekatan. Kota umumnya menawarkan berbagai kelebihan dalam bentuk produktifitas dan pendapatan yang lebih tinggi, menarik investasi baru, teknologi baru, pekerja terdidik dan terampil dalam jumlah yang jauh lebih tinggi di banding perdesaan. Oleh karena itu, dapat dimengerti apabila Aglomerasi agglomeration, baik aktivitas ekonomi dan penduduk di perkotaan, menjadi isu penting didalam literatur geografi ekonomi, strategi bisnis dan peningkatan daya saing nasional dan studi-studi regional. Persebaran sumberdaya yang tidak merata menimbulkan disparitas dalam laju pertumbuhan ekonomi antardaerah. Ketidakmerataan sumberdaya ini tercermin pada konsentrasi kegiatan ekonomi yang terjadi pada daerah tertentu saja. Daerah-daerah dimana konsentrasi kegiatan ekonomi terjadi memperoleh manfaat yang disebut dengan ekonomi aglomerasi agglomeration economies. Seperti yang dikatakan oleh Bradley dan Gans 1996, bahwa ekonomi aglomerasi adalah eksternalitas yang dihasilkan dari kedekatan geografis dari kegiatan ekonomi. Selanjutnya adanya ekonomi aglomerasi dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Sebagai akibatnya daerah-daerah yang termasuk dalam aglomerasi pada umumnya mempunyai laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang bukan aglomerasi. Hubungan positif antara aglomerasi geografis dari kegiatan-kegiatan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi telah banyak dibuktikan. Aglomerasi menghasilkan perbedaan spasial dalam tingkat pendapatan. Semakin teraglomerasi secara spasial suatu perekonomian maka akan semakin meningkat pertumbuhannya Capello, 2007. Daerah-daerah yang banyak industri pengolahan tumbuh lebih cepat dibandingkan daerah-daerah yang hanya mempunyai sedikit industri pengolahan. Alasannya adalah daerah-daerah yang mempunyai industri pengolahan lebih banyak mempunyai akumulasi modal. Dengan kata lain, daerah-daerah dengan konsentrasi industri pengolahan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan daerah yang tidak punya konsentrasi industri pengolahan. Weber 1929 menekankan pentingnya biaya transportasi sebagai faktor pertimbangan lokasi dan ia telah mengupasnya secara sistematis didalam penelitiannya. Teori Weber secara prinsip menentukan dua kekuatan lokasional primer, yaitu orientasi transpor dan orientasi tenaga kerja. Pada dasarnya pengusaha itu mempunyai kebebasan untuk menempatkan industri atau pabriknya. Dalam kerangka ini semua variabel biaya produksi seperti upah buruh, rnanajemen, dan lainnya dianggap tidak menunjukkan variasi secara spasial, berarti harga-harga faktor produksi adalah sama di mana-mana. Bagaimana pengusaha akan meminimisasikan biaya transport? Biaya transport dianggap sebagai suatu variabel penting dalam penentuan lokasi industri. Asumsi yang sangat sederhana ditetapkan yaitu tingkat biaya transportasi adalah flat berdasarkan pada berat muatan dan fasilitas transportasi tersedia ke segala jurusan. Asumsi tersebut tidak sesuai dengan kenyataan, yaitu pada umumnya biaya transportasi untuk hasil akhir seringkali lebih tinggi dari pada untuk bahan baku dan fasilitas transportasi hanya terbatas pada sejumlah rute. Biaya penanganan handling cost mempunyai peranan penting seringkali begitu tinggi dalam keseluruhan biaya transpor, tidak hanya dari unsur-unsur biaya keuangan tetapi juga biaya non moneter, seperti kerugian waktu, ketidaknyamanan dan sebagainya. Terbatasnya pelayanan transportasi pada beberapa rute bersama-sama biaya penanganan merupakan faktor penting terhadap pemilihan lokasi industri, yang pada umumnya cenderung menempatkan pada lokasi nodal, yang sering merupakan transportation junctions simpang transportasi atau transhipment point di mana transportasi darat dan laut bertemu satu sama lainnya yang kemudian menunjang terbentuknya pusat- pusat industri. Konsep isodapan Weber, 1929 menjelaskan bahwa jika suatu tempat misalnya P adalah tempat biaya transpor minimum dan sekitar titik tersebut dapat dijangkau dengan suatu tingkat biaya transport tertentu yang lebih tinggi dari pada di tempat P, dengan asumsi bahwa transportasi ke semua jurusan adalah tersedia, maka akan diperoleh suatu lingkaran a closed curve disebut isodapan. Rangkaian isodapan seperti ini menggambarkan berbagai tingkat biaya transpor yang lebih tinggi dari pada tingkat biaya transpor minimum pada titik P. Terdapat kemungkinan terjadinya deviasi atau penyimpangan lokasi industri dari titik biaya transportasi minimum, misalnya lokasi industri mendekati lokasi tenaga kerja yang murah, hal ini masih dapat dipertanggungjawabkan jika penghematan dalam faktor per unit upah buruh lebih besar atau paling sedikit sama dengan tambahan total biaya transportasi. Jika selisih antara tambahan biaya transpor sama dengan keuntungan-keuntungan biaya non transport yang dapat diperoleh pada suatu tempat alternatif, maka tempat tersebut berada pada isodapan kritis. Jika tempat tersebut terletak di dalam lingkaran kritis, maka tempat tersebut merupakan lokasi produksi yang lebih efisien daripada titik biaya minimum. Secara teoritis, menurut Weber 1929 tempat optimal optimal site adalah tempat di mana biaya-biaya transportasi bagi kombinasi keluaran total adalah yang paling rendah. Dalam praktek, hal ini berarti bahwa yang terbesar di antara ketiga perusahaan tersebut akan menarik perusahaan-perusahaan yang lebih kecil ke suatu lokasi di dalam segmen yang lebih dekat kepada titik biaya transpor minimumnya perusahaan terbesar tersebut. Kerena perubahan posisi lokasi yang harus dilakukan oleh perusahaan terbesar adalah lebih kecil kemungkinannya dari pada yang harus dilakukan oleh perusahaan-perusahaan kecil lainnya, maka deviasi total dari titik-titik biaya transpor minimum dapat dikatakan kecil saja kemungkinannya. Pemikiran Weber 1929 telah memberikan sumbangan ilmiah dalam banyak aspek. Pertama, Weber berusaha untuk menetapkan lokasi yang optimal dalam arti pemilihan lokasi yang mempunyai biaya minimal, meskipun dalam hal ini pengaruh permintaan tidak diperlihatkan. Lokasi dengan biaya minimal tersebut mungkin berorientasi pada tersedianya tenaga kerja atau transportasi ataupun ditentukan oleh keuntungan-keuntungan yang ditimbulkan oleh aglomerasi. Kekuatan aglomerasi terdiri atas minimum besarnya pabrik yang efisien dan keuntungan-keuntungan eksternal. Kekuatan-kekuatan aglomerasi atau terjadinya konsentrasi industri-industri dan kegiatan-kegiatan lainnya itu harus dipahami sepenuhnya untuk dapat menganalisis perkembangan wilayah dan khususnya pertumbuhan daerah urban. Kedua, Weber merupakan pencetus teori lokasi yang dapat digunakan sebagai teori umum, digunakan untuk pemilihan lokasi industri, meskipun pendekatannya masih secara deskriptif dan kasar, tetapi ia telah menjelaskan terjadinya evolusi ekonomi tata ruang dalam arti munculnya strata yang sukses seperti pambangunan industri pusat-pusat kegiatan ekonomi, terjadinya urbanisasi dan struktur masyarakat kota dianggap mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari strata pertanian. Walaupun teori Weber 1929 mempunyai kelemahan-kelemahan, tetapi kontribusinya secara esensial dalam pengembangan wilayah dapat dicatat, bahwa ia merupakan perintis dalam analisis lokasi yaitu mengenai munculnya pusat-pusat kegiatan ekonomi industri. Pusat-pusat kegiatan ekonomi tersebut yang kemudian diidentifikasikan sebagai wilayah nodal pusat-pusat perkotaan. Dapat dicatat pula bahwa Weber telah mengembangkan pula dasar-dasar analisis pasar; model Weber termasuk kategori satu unit produksi satu unit pasar ataupun banyak unit produksi satu unit pasar. Gejala aglomerasi lokasional kemudian diperluas oleh Hoover 1948, terutama dikaitkan dengan keuntungan- keuntungan urbanisasi yang ditimbulkan oleh aglomerasi, yang dibedakan dengan keuntungan lokalisasi localization economies. Isard menamakan pula keuntungan lokalisasi. Aspek ini mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam analisis aglomerasi. Keuntungan lokalisasi yaitu terkonsentrasinya perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam industri yang sejenis pada suatu lokasi tunggal tertentu akan menimbulkan keuntungan-keuntungan yang dinikmati oleh semua perusahaan tersebut. Sebagai ilustrasi yaitu beberapa buah industri tekstil akan memperoleh manfaat berupa biaya listrik yang lebih rendah jika mereka bersama-sama membangun sebuah pabrik pembangkit tenaga listrik dari pada masing-masing mendirikan instalasi pembangkit tenaga berkapasitas listrik besar yang berkapasitas kecil secara sendiri-sendiri. Keuntungan urbanisasi urbanization economies diasosiasikan dengan pertambahan dalam jumlah total, penduduk, tenaga kerja terampil, hasil industri, pendapatan dan kemakmuran Adisasmita, 2005. Keuntungan-keuntungan ini memperkaitkan kegiatan-kegiatan industri dan sektor-sektor lain secara agregatif. Di daerah perkotaan besar dapat diperoleh pelayanan kota, public utilities dan jasa komunikasi, demikian pula tersedia tenaga terampil yang spesialistis, fasilitas hukum, administrasi perusahaan dan berbagai jasa pelayanan lainnya yang tidak terdapat di kota-kota yang relatif kecil. Secara eksternal kekuatan- kekuatan aglomerasi memberikan sumbangan sebagai kekuatan konsentrasi, oleh karena itu kekuatan konsentrasi tersebut seharusnya jangan dikaitkan hanya pada salah satu faktor saja melainkan pada beberapa faktor yang relatif menentukan. Dapat dikemukakan pula bahwa pengaruh urbanisasi yang ditimbulkan oleh aglomerasi itu sangat luas, tidak hanya terbatas pada sektor ekspor dan sektor-sektor yang menunjang ekspor, jasa perorangan, pendidikan, dan penyediaan jasa kemasyarakatan lainnya. Kegiatan-kegiatan ini cenderung proporsional terhadap besarnya pusat-pusat perkotaan. Analisis aglomerasi di atas menjelaskan pengelompokan kegiatan- kegiatan ekonomi pada suatu lokasi tertentu, tetapi tidak menekankan pada kecenderungan pertumbuhan regional yang berkesinambungan sebagai akibat dari pengelompokan tersebut. Proses pengelompokan kegiatan-kegiatan selama suatu jangka waktu dijelaskan dalam analisis polarisasi, sedangkan aglomerasi itu dapat diinterpretasikan sebagai akibat dari proses polarisasi Adisasmita, 2005.

2.5. Perkembangan, kebijakan dan Strategi pengembangan Industri di