16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoritis
2.1.1 Hambatan berpindah switching barrier
Ada banyak faktor yang menjadikan konsumen untuk tetap loyal kepada merek tertentu selain kepuasan yang hingga kini diyakini mampu untuk
memelihara hubungan antara perusahaan dengan pelanggan,salah satu faktornya yaitu hambatan berpindah switching barrier. Hambatan pindah
switching barrier merupakan rintangan yang dirasakan oleh seorang konsumen untuk beralih dari produk suatu provider ke provider lain menurut
Supriyanto dan Ernawaty 2009:92. Hambatan switching barrier, yaitu menyangkut hambatan yang dirasakan konsumen bila pindah atau beralih dari
produk satu ke produk yang lainnya. Switching barrier ini mampu menjadikan pelanggan merasa enggan berpindah merek karena beberapa
kelebihannya. Hal ini justru dapat menjadi aset bagi perusahaan untuk menjadikan switching barrier ini sebagai kekuatan bagi kelangsungan hidup
perusahaan.
2.1.2 Bentuk-Bentuk Switching barrier
2.1.2.1 Biaya Perpindahan
Biaya perpindahan meliputi perjuangan untuk berubah, waktu dan usaha yang diperlukan untuk memperoleh merek suatu produk.
Menurut Siregar 2009:4 Switching Cost adalah biaya segera yang
17
dikeluarkan oleh konsumen atas proses berpindah dari penyedia layanan satu ke penyedia layanan yang lain.Wijayanti 2008:4 mendefinisikan
switching cost sebagai biaya yang akan dihadapi oleh pelanggan ketika berpindah dari supplier satu ke supplier lain. Ketika sebuah hubungan
ditetapkan, satu pihak akan menjadi lebih bergantung kepada pihak lainnya. Hal ini diartikan biaya untuk berpindah menjadi tinggi. Dapat
juga dikatakan bahwa konsumen terkadang menjadi terikat locked into dengan penyedia layanannya sekarang dikarenakan tingginya
switching cost. Switching cost menggambarkan persepsi pelanggan terhadap
waktu, uang, dan upaya yang diperlukan untuk berpindah merek, perusahaan dan pelayanan provider. Adapun biaya-biaya yang terlibat
didalam proses switching cost menurut Fornel dalam Purnomo 2008:4 adalah biaya pencarian provider lain, transaksi, pembelajaran, perubahan
habits, emotional cost, resiko keuangan, sosial dan psikologi. Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa switching
cost adalah suatu pengorbanan yang dikeluarkan oleh pelanggan jika pelanggan tersebut memilih beralih kepada supplier lain, pengorbanan
itu bukan hanya bersifat fisik, ekonomi, tetapi juga bersifat psikologi. Berdasarkan uraian diatas Bawanestri 2007:28 menjabarkan
indikator dari variabel switching cost sebagai berikut : 1.
Kualitas produk yang tidak sesuai harapan jika beralih ke operator lain
18
2. Biaya atas waktu dan usaha untuk mengevaluasi produk GSM
prabayar lain 3.
Biaya atas waktu dan usaha membiasakan diri dengan fitur baru jika beralih ke operator lain
4. Biaya untuk mengawali hubungan dengan operator baru jika
beralih 5.
Pilihan paket yang menarik hilang jika beralih ke operator lain 6. Biaya yang dikeluarkan dalam proses berpindah ke operator lain
jika beralih
2.1.2.2 Daya pikat Produk
Daya pikat produk meliputi seberapa banyak sesuatu yang lebih buruk atau lebih baik dalam berbagai dimensi suatu alternatif
konsumen akan produk Julander dan Soderlund dalam Taufiq 2007:20. Ketika ada sedikit alternatif sehat atau merasa kinerja atau manfaat dari
atribut produk rendah, tingkat kemungkinan untuk tetap mengkonsumsi juga rendah. Jika resiko yang dirasakan lebih besar dari resiko yang dapat
diterima, maka konsumen termotivasi untuk mengurangi resiko dengan beberapa cara atau tidak jadi melakukan pembelian. Oleh karena itu
konsumen cenderung memperkecil tingkat resiko untuk mencari alternatif merek produk yang terbaik dari beberapa merek yang tersedia di pasar.
Lebih lanjut, daya pikat produk berorientasi pada persepsi pelanggan mengenai alternatif pilihan dari persaingan yang ada di pasar. Jones
dan Burnham dalam Balabanis dkk, 2006:12 sudah menyoroti bahwa
19
daya pikat produk merupakan satu faktor penting ketika pelanggan mempertimbangkan perpindahan supplier yang heterogen. Oleh karena
itu merek perlu meningkatkan persepsi tentang manfaat perpindahan dalam kaitan dengan temuan suatu alternatif sehingga pelanggan
merasa tidak ada manfaat yang dirasakan dari perpindahan merek ketika produk yang disediakan oleh pesaing adalah sama.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas maka variabel Daya pikat produk dalam penelitian ini dibentuk oleh indikator berikut Ramada
2006:22 : 1. Reputasi produk dibanding provider lainnya
2. Produk adalah merek brand yang terkenal dibanding provider lainnya.
3. Kelengkapan layanan produk dibanding provider lainnya. 4. Kualitas layanan sms short message service quality produk
dibanding provider lainnya. 5. Kualitas suara saat percakapan call quality produk dibanding
provider lainnya. 6.
Kualitas jangkauan coverage quality produk dibanding provider lainnya.
7. Kualitas layanan internet produk lebih baik dari operator lain
dibanding provider lainnya.
20
2.1.2.3 Hubungan interpersonal
Hubungan interpersonal adalah hubungan yang terdiri atas dua orang atau lebih yang memiliki ketergantungan satu sama lain dan
menggunakan pola interaksi yang konsisten. Hubungan interpersonal adalah keadaan dimana kita berkomunikasi dengan orang lain, disini kita
tidak hanya menyampaikan apa yang ingin disampaikan tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Oleh karena itu hubungan
interpersonal sangat erat kaitannya dengan komunikasi. Selain komunikasi yang dibutuhkan ada salah satu dasar untuk membangun
hubungan interpersonal adalah ketertarikan dengan orang lain. Dalam buku Weiten 2011:527 Hubungan interpersonal adalah proses pertukaran
informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya.
Muhammad 2005:158. Seseorang melakukan hubungan interpersonal ketika mencoba untuk
berinteraksi dengan orang lain. Hubungan interpersonal adalah hubungan yang terdiri atas dua orang atau lebih yang memiliki ketergantungan satu sama lain
dan menggunakan pola interaksi yang konsisten. Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas maka variabel hubungan
interpersonal dalam penelitian ini dibentuk oleh indikator berikut Sugesti 2012:43
1. Komunikasi karyawan dengan pelanggannya 2. Karyawan selalu menyapa pelanggannya
21
3. Kesempatan konsultasi tentang produk dengan karyawan 4. Perasaan pelanggan ketika konsultasi dengan karyawan
5. Hubungan dengan sesama pelanggan 6. Interaksi dengan sesama pelanggan
2.1.2.4 Pemulihan layanan
Pemulihan layanan atau service recovery adalah berbagai hal yang akan dilakukan perusahaan setelah terjadinya suatu kegagalan jasa dalam
pelayanan service failure. Service recovery terjadi ketika adanya keluhan pelayanan complain dari pelanggan yang merasa tidak puas
akan layanan dari perusahaan tersebut. Berikut beberapa macam pengertiandefinisi service recovery
menurut para ahli : Menurut Tjiptono 2007:450 Pemulihan jasa merupakan salah satu determinan signifikan kepuasan dan loyalitas pelanggan yang
merupakan upaya mempertahankan jalinan relasi dengan pelanggan yang tidak puas melalui kebijakan pemulihan jasa yang efektif . Menurut
Lovelock dan Wright 2007:152 Service recovery adalah upaya-upaya sistematis oleh perusahaan setelah kegagalan jasa untuk memperbaiki
suatu masalah dan mempertahankan kehendak baik pelanggan. Bentuk-bentuk Penerapan Service Recovery Pemulihan layanan pada
umumnya diwujudkan dengan tiga cara pokok Ah Wan 2006:102 yaitu: 1. Procedural Justice
Merupakan atribut yang memfokuskan pada keadilan yang seharusnya diterima oleh konsumen ketika mengajukan komplain sesuai dengan
22
aturan dan kebijakan yang telah ditetapkan perusahaan. Procedural justice atau keadilan prosedural mengacu kepada kebijakan, peraturan,
dan waktu yang digunakan dalam proses penanganan keluhan. Pelanggan menginginkan akses yang mudah terhadap prosedur yang adil
mencakup tiga elemen penting, yaitu perusahaan bertanggung jawab atas kegagalan jasa, setiap komplain ditangani dengan cepat di mulai oleh
karyawan yang pertama kali mengalami kontak dengan pelanggan, dan adanya sistem yang fleksibel dan mempertimbangkan pula situasi
individual serta masukan dari pelanggan mengenai hasil akhir yang diharapkannya. Procedural justice meliputi pengendalian proses
process control, pengendalian keputusan decision control, kemudahan akses accessibility, waktukecepatan timingspeed, dan
fleksibilitas flexibility dalam menangani komplain pelanggan. 2. Interactional Justice
Merupakan atribut yang memfokuskan pada kelakuan atau respon yang ditunjukkan oleh perusahaan ketika berhadapan dengan konsumen
yang mengajukan komplain. Interactional justice atau keadilan interaksional meliputi penjelasan explanationcausal account,
kejujuranketerbukaan honesty, kesopanan politeness, usaha effort dan empati empathy.
3. Distributive Justice Merupakan atribut yang memfokuskan pada hasil dari penyelesaian
service recovery, misalnya usaha apa saja yang dilakukan perusahaan
23
untuk menangani keluhan pelanggan ketika perusahaan melakukan kesalahan, meskipun perusahaan harus mengeluarkan biaya yang besar
sebagai pengganti kerugian. Untuk mengatasi kegagalan pelayanan perusahaan melakukan tindakan distributive justice dapat diwujudkan
dengan memberi kompensasi pelanggan, misalnya memberi penggantian jasa gratis, diskon, kupon, pengembalian refund, hadiah gratis
freegives, dan melakukan permintaan maaf karena persepsi pelanggan atas keadilan distributif cenderung dipengaruhi oleh metode
atau tipe kompensasi Kristaung 2005:184. Berdasarkan uraian diatas maka indikator dari variabel pemulihan
layanan dalam penelitian ini adalah Pratama 2012:24 1. Respon yang cepat dalam penanganan keluhan
2. Kecepatan waktu penanganan 3. Kemudahan akses
4. Pengawasan proses 5. Pengawasan pengambilan keputusan
6. Kejelasan informasi karyawan 7. Kejujuran karyawan
8 Kesopanan karyawan 9. Usaha karyawan dalam melakukan perbaikan
10. Empati karyawan 11. Permohonan maaf atas kegagalan jasa
12. Kompensasi penggantian jasa
24
13. Kompensasi layanan pengganti free of charge gratis
2.1.3 Minat Pembelian Ulang Repurchase Intention
Minat intention merupakan pernyataan sikap mengenai bagaimana seseorang akan berperilaku di masa yang akan datang Soderlund dan
ohman dalam Taufiq 2007:702. Minat beli ulang repurchase intention merupakan suatu komitmen konsumen yang terbentuk setelah konsumen
melakukan pembelian suatu produk atau jasa. Komitmen ini timbul karena kesan positif konsumen terhadap suatu merek, dan konsumen merasa puas
terhadap pembelian tersebut Hicks, dkk 2005:95. Butcher 2005:127 berpendapat bahwa minat konsumen untuk membeli ulang adalah salah satu
ukuran dari keberhasilan dari suatu perusahaan, terutama perusahaan jasa. Akumulasi dari pengalaman dan pengetahuan konsumen terhadap suatu
merek merupakan faktor yang dapat mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian kembali merek yang sama. Konsumen beranggapan
bahwa hal ini lebih ekonomis dan efisien dari pada konsumen harus kembali mencari tahu tentang brand yang lain. Dengan pengalaman yang
konsumen peroleh dari suatu produk dengan merek tertentu akan menimbulkan kesan positif terhadap produk tersebut dan konsumen akan
melakukan pembelian ulang Lebih lanjut Humme, dkk 2006:139 berpendapat bahwa minat pembelian ulang merupakan hasil dari sikap
attitude konsumen terhadap performa jasa yang dikonsumsinya. Dari penelitian Humme, dkk 2006:144 diketahui pada konsumen yang memiliki
kebutuhan yang kuat terhadap kebutuhan emosional terhadap suatu jasa,
25
maka kebutuhan emosionalnya tersebut akan menjadi pendorong terhadap pembelian ulang dan frekuensinya dalam pembelian ulang, serta kunci
pendorong dari pembelian ulang konsumen dan persepsi konsumen terhadap nilai-nilai values .
Minat beli ulang mengacu pada kemungkinan menggunakan penyedia layanan yang sama di masa depan. Hal ini merupakan salah satu perilaku
konsumen yang mengukur kecenderungan untuk melanjutkan, meningkatkan,atau mengurangi jumlah layanan dari penyedia layanan saat
ini. Langkah-langkah minat pembelian ulang biasanya diperoleh dari survei pelanggan saat menilai kecenderungan konsumen untuk membeli merek
yang sama , produk layanan yang sama, dari perusahaan yang sama. Kitchathorn 2009:3
Pembelian ulang pelanggan adalah tujuan yang paling penting bagi keberhasilan perusahaan dan mungkin konsep yang paling penting dalam
pemasaran. Dari pada biaya menghasilkan pelanggan baru yang diyakini besarnya sekitar enam kali dari biaya menjaga pelanggan yang sudah ada.
Akibatnya, perusahaan memusatkan upaya pada menjaga pelanggan yang sudah ada atau membuat mereka membeli kembali, dari pada berfokus
sepenuhnya untuk mendapatkan pelanggan baru. Kitchathorn 2009:3 Oleh karena itu, variabel minat beli ulang dapat dibentuk dari hal-hal yang
mempengaruhi minat pelanggan untuk meninjau atau membeli kembali, dan indikator kunci dari minat pembelian ulang sebagai berikut:
1. Berminat membeli ulang
26
2. Tidak berminat membeli ulang
2.1.4 Penelitian Terdahulu