Hubungan Kerja PENDEKATAN TEORETIS

sebelumnya telah memiliki fungsi lain, dan pengubahan fungsinya akan mempengaruhi kondisi dan kualitas seluruh ekosistem di lokasi terkait. 2.1.6. Aspek Struktural Masyarakat Desa Aspek struktural merupakan bagian dalam kehidupan masyarakat desa yang menyangkut hubungan antar individu dan pola hubungan termasuk di dalamnya mengenai status dan peranan, kekuasaan, otoritas, hubungan antar status, integrasi dan sebagainya. Pembahasan mengenai struktur tidak hanya menyangkut aspek sosial, melainkan juga mencakup aspek fisik dan biologis. Struktur dipahami sebagai susunan. Sedangkan struktur sosial diartikan sebagai pola yang mapan dari organisasi internal setiap kelompok sosial Fairchild dikutip Rahardjo 2004. Dalam rumusan ini telah tercakup pengertian mengenai karakter atau pola dari semua hubungan yang ada antara anggota dalam suatu kelompok maupun antar kelompok. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing aspek dalam struktur masyarakat tersebut.

a. Hubungan Kerja

Hubungan kerja merupakan bagian dari kelembagaan pertanian. Kelembagaan sendiri memiliki definisi yang beragam. Salah satunya, kelembagaan dapat diartikan sebagai aturan rule yang dianut oleh masyarakat dalam melakukan transaksi dengan pihak lainnya Hayami dan Ruttan dikutip Susilowati 2005. Kelembagaan pedesaan secara sederhana mengacu pada aktivitas atau praktek-praktek tradisional dalam kehidupan sehari-hari di pedesaan, seperti bagi hasil, pemasaran hasil pertanian, hubungan ketenagakerjaan, dan organisasi-organisasi yang dibentuk pemerintah. Kelembagaan pedesaan dapat berupa kelembagaan-kelembagaan penguasaan tanah, hubungan kerja dan perkreditan Kasryono dikutip Radandima 2003. Hubungan kerja pertanian erat kaitannya dengan penguasaan tanah. Kelembagaan penguasaan tanah merupakan tatacara atau aturan yang dianut dan dijadikan pegangan oleh masyarakat dalam mengadakan transaksi. Dalam kelembagaan ada pemisahan yang jelas antara hak dan kewajiban bagi setiap individu atau kelompok yang berhubungan. Keberadaan lembaga di setiap daerah ditentukan oleh keadaan sumberdaya, lingkungan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat Radandima 2003. Oleh karena tanah merupakan modal utama dalam kegiatan pertanian, maka muncul suatu kelembagaan yang mengatur transaksi kegiatan ekonomi tanah. Kelembagaan penguasaaan tanah yang umumnya dilakukan masyarakat di desa-desa Jawa adalah sebagai berikut Wiradi dan Makali 1984: 1. Sistem gadai, merupakan bentuk kelembagaan penguasaan tanah dimana pemilik menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran sejumlah uang secara tunai atau dengan bentuk pembayaran berupa sekian kuintal gabah atau sekian gram emas perhiasan atau sekian ekor kerbau atau sapi, dengan ketentuan pemilik tetap berhak atas pengembalian tanahnya dengan jalan menebus, maka hak pengusahaan tanahnya ada pada pemegang gadai. Pengembalian tanah dilakukan setelah tanah selesai dipanen. 2. Sistem sewa adalah penyerahan sementara hak penguasaan tanah kepada orang lain, sesuai dengan perjanjian yang dibuat bersama oleh pemilik dan penyewa. 3. Sistem bagi hasil adalah penyerahan sementara hak atas tanah kepada orang lain untuk diusahakan, dengan penggarap akan menanggung beban tenaga kerja seluruhnya dan menerima sebagian dari hasil tanahnya. Hubungan kerja dalam pertanian meliputi semua bentuk hubungan kerja antara pemilik tanah tersebut White dikutip Radandima 2003. Hubungan kerja tersebut menyangkut mekanisme yang mengatur pembagian keuntungan di antara pengusaha tani dan pekerja. Dalam hubungan kerja pertanian ditentukan sistem upah yang akan dipakai, besar dan bentuk upah, jam kerja per hari kerja, satuan kegiatan, upah per hari kerja, dan upah per satuan kegiatan Wiradi dan Makali 1984. Menurut Harton dan Hunt dikutip Radandima 2003, kelembagaan hubungan kerja pertanian sebagian besar muncul dari kehidupan bersama dan merupakan hal yang tidak direncanakan. Adanya faktor-faktor eksternal dari luar yang mempengaruhi kegiatan pertanian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam kelembagaan pertanian, termasuk pada hubungan kerja. Menurut Sinaga dikutip Radandima 2003 perubahan hubungan kerja antara lain disebabkan oleh dua pengaruh, yaitu: 1 marker forces, yaitu interaksi antara permintaan dan penawaran tenaga kerja; 2 institutional forces, yaitu pengaruh berbagai kekuatan lain di dalam masyarakat yang bukan ekonomi murni. Perubahan hubungan kerja dapat berupa perubahan dalam sistem upah dan bentuk-bentuk hubungan kerja, yang meliputi sistem upah harian, sistem upah borongan maupun sistem sambatan dan perubahan dalam ketenagakerjaan pertanian di desa.

b. Mobilitas Sosial