sejarah. Lingkungan fisik merupakan aset pariwisata dan mendapatkan dampak karena sifat lingkungan fisik tersebut rapuh dan tak terpisahkan Ismayanti, 2010.
Wisatawan menikmati keindahan alam dan pendapatan yang dibayarkan wisatawan digunakan untuk memelihara dan melindungi alam guna
keberlangsungan pariwisata. Hubungan pariwisata tidak selamanya saling menguntungkan, sehingga dibutuhkan suatu upaya konservasi, apresiasi dan
pendidikan, tetapi kenyataannnya ada hubungan yang justru menimbulkan konflik. Ismayanti 2010 menjelaskan ketidaklarasan lingkungan fisik dan
pariwisata terjadi karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi di antaranya:
1. Sifat dari pariwisata
Sifat tidak dapat dipisahkan menjadi faktor penting yang menimbulkan manfaat dan beban pariwisata terhadap lingkungan fisik.
2. Sifat dari daerah tujuan wisata lingkungan alam
Konsentrasi ruang untuk kegiatan pariwisata dapat menimbulkan tekanan pada lingkungan alam karena sifat lingkungan alam yang rapuh.
3. Jenis aktivitas wisata
Beberapa aktivitas wisata mengeksploitasi lingkungan fisik secara berlebih yang semata-mata dilakukan untuk memenuhi kebutuhan wisata.
4. Dimensi waktu
Secara teoritis, sifat musiman dari pariwisata memberikan manfaat bagi lingkungan alam karena ketika musim sepi pengunjung, lingkungan fisik dapat
dipulihkan dari tekanan kunjungan wisata.
2.5 Pengembangan Kelembagaan
Pembentukan kelembagaan dalam masyarakat tidak terlepas dari peranan individu, kelompok, atau pemerintah. Lembaga-Iembaga yang hidup dalam
masyarakat ada yang bersifat orisinil kelembagaan informal yang bersumber dari adat istiadat atau kebiasaan yang turun temurun, dan ada pula yang tercipta baik
dari dalam maupun dari luar masyarakat itu sendiri kelembagaan formal. Kelembagaan formal maupun informal tersebut sangat berperan sekali dalam
pembangunan. Kedua lembaga ini selalu mempengaruhi berbagai kegiatan sosial
ekonomi masyarakat, dan sering dijadikan sebagai pilihan dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan pendapatan mereka. Oleh karena itu, apabila
partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan, maka penguatan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat adalah merupakan suatu
syarat pokok Daryanto, 2004. Adanya kelembagaan dalam pengelolaan suatu objek wisata dapat
menjadikan objek wisata tersebut terus berkembang dan berkelanjutan. Selain itu dengan pengelolaan yang baik menjadikan objek wisata memiliki nilai ekonomi
yang lebih baik. Hal itu berdampak pada beberapa aspek pendukung seperti sosial dan lingkungan menjadi lebih lestari dan terjaga keberadaannya. Kelembagaan
yang bersifat dinamis dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan objek wisata menjadikan suatu kebutuhan dalam pengelolaan objek wisata.
2.6 Penelitian Terdahulu
Penelitian untuk menilai persepsi dari multi stakeholder terhadap kondisi kegiatan wisata dan sumberdaya alam saat ini, mengukur dampak ekonomi dari
kegiatan wisata terhadap pendapatan masyarakat lokal, dan mengidentifikasi tingkat pengaruh dan kepentingan stakeholder telah banyak dilakukan oleh para
peneliti sebelumnya. Penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Penelitian terdahulu
No Nama
Judul Hasil Penelitian
1 Wijayanti
2009 Analisis Ekonomi dan
Kebijakan Pengelolaan Wisata Alam berbasis
Masyarakat Lokal di Kabupaten Administrasi
Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta
1. Dampak ekonomi dari pengeluaran wisatawan
lebih tanggi di P. Untung Jawa dibandingkan di P. Pramuka
2. Multiplier Income di P. Untung Jawa:
-Lokal Income Multiplier : 1,85 -Ratio Income Multiplier tipe 1 : 1,47
-Ratio Income Multiplier tipe 2 : 1,94 3.
Multiplier Income di P. Pramuka: -Lokal Income Multiplier : 1,16
-Ratio Income Multiplier tipe 1 : 1,40 -Ratio Income Multiplier tipe 2 : 1,78
4. Nilai manfaat jasa lingkungan:
-P. Untung Jawa = Rp 719,3 milyartahun -P. Pramuka = Rp 23,1 milyartahun
5. Stakeholder primer di P. Untung Jawa adalah
Bappekab, Sudin Pariwisata, Sudin UKM dan Koperasi
6. Stakeholder
primer di P. Pramuka adalah Bappekab, Sudin Pariwisata, Sudin UKM dan
Koperasi, TNLKS dan LSM