Pengukuran Produktivitas Padang Rumput

4. Sifat tahan kering atau tahan dingin 5. Penyebaran produksi musiman. 6. Kemampuan menghasilkan cukup banyak biji yang dapat tumbuh baik atau dapat dikembangbiakan secara vegetatif dengan murah. 7. Kesuburan tanah terutama kandungan nitrogen 8. Iklim Dari produktivitas padang rumput, tidak seluruh hijauan tersedia bagi ternak atau satwa liar. Oleh karena itu harus diperhitungkan faktor proper use yaitu persentase hijauan pakan yang dapat dikonsumsi oleh ternak atau satwa pada keadaan padang rumput dapat digunakan dengan baik Harlan 1956. Menurut Susetyo 1980 nilai proper use dipengaruhi oleh keadaan lapangan, jenis tanaman, jenis ternak atau satwa liar, tipe iklim dan keadaan musim. Pada dasarnya makin besar kemungkinan terjadinya erosi, faktor proper use semakin kecil. Faktor proper use berdasarkan kemiringan lahan terbagi menjadi tiga yakni, proper use untuk lapangan datar dan bergelombang dengan kemiringan 0-11 adalah 60-70, pada lapangan bergelombang dan berbukit dengan kemiringan 11- 51 adalah 40-45 dan pada lapangan berbukit sampai curam dengan kemiringan lebih dari 51 adalah 25-30 Susetyo 1980.

2.4.1. Pengukuran Produktivitas Padang Rumput

Seluk beluk mengenai pengukuran produktivitas padang rumut telah banyak dikaji McIlroy 1976. Bagi peneliti yang belum berpengalaman akan lebih efisien dengan kemungkinan bias kecil, apabila dari sejumlah sampel tertentu analisis komposisi botani dilakukan dengan cara memisah-misahkan tiap spesies dengan tangan dan kemudian menimbangnya. Cara ini memang sangat banyak membutuhkan waktu dan tenaga. Dari beberapa luasan tertentu ukuran 15 cm x 15 cm hijauan pakan di potong pada ketinggian yang telah ditentukan umumnya sangat dekat dengan permukaan tanah. Hijauan yang telah dipotong tadi, kemudian dipisah-pisahkan menurut spesies dan kemudian ditimbang. Teknik pemotongan umumnya dilakukan terdiri dari pemotongan hijauan dari suatu luasan padang rumput sebagai cuplikan, menimbangnya kemudian dihitung produktivitas per unit luas padang rumput yang bersangkutan. Untuk mengatasi kemungkinan terjadinya gangguan pada pertumbuhan rumput di petak contoh padang yang digembalai, maka digunakan pagar yang terbuat dari kawat besi untuk melindungi petak contoh tersebut McIlroy 1976. Menurut Anggorodi 1975 ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memotong hijauan pakan, yaitu saat pemotongan, tinggi pemotongan dan frekuensi pemotongan. Terdapat tiga tahap pertumbuhan pada tumbuhan pakan yaitu: 1. Tahap pertumbuhan 1 germinatif terjadi pada awal pertumbuhan sampai usia rumput satu minggu. Karakteristik rumput: produksi rendah, kualitas tinggi, pertumbuhan vegetatif lemah, pemotongan pada tahap ini berakibat buruk pada “regrowth”. 2. Tahap pertumbuhan 2 vegetatif terjadi pada awal minggu kedua sampai akhir minggu ke 3. Karakteristik rumput: produksi tinggi, kualitas baik, pertumbuhan vegetatif sudah kuat, pemotongan pada tahap ini tidak berdampak buruk pada “regrowth” 3. Tahap pertumbuhan 3 generatif terjadi pada awal minggu keempat dan setelahnya. Karakteristik rumput: produktivitas tinggi, kualitas menurun, masa persiapan pembentukan biji dan bunga. Pemotongan pada tahap ini menghasilkan hijauan yang rendah. Mengingat sifat-sifat pada setiap tahap tersebut maka pemotongan pada umumnya dilakukan pada tahap dua dimana produksi dan nilai gizi cukup tinggi dan tidak akan mengganggu pertumbuhan berikutnya.

III. KONDISI UMUM LOKASI

3.1. Taman Wisata Alam dan Cagar Alam Pananjung Pangandaran 3.1.1. Letak, Luas, dan status Kawasan Sebelum di tetapkan sebagai Cagar Alam CA kawasan hutan pangandaran terlebih dahulu ditetapkan sebagai kawasan Suaka Margasatwa, hal ini berdasarkan Gb Tanggal 7-12-1934 Nomor 19 Stbl. 669, dengan luas 497 Ha, luas yang sebenarnya 530 Ha dan taman laut luasnya 470 Ha. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya setelah diketemukan bunga Raflesia padma, status Suaka Margasatwa dirubah menjadi Cagar Alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 34KMP1961. Seiring dengan kebutuhan masyarakat akan rekreasi, maka sebagian kawasan seluas 37,70 Ha dijadikan Hutan Wisata dalam bentuk Taman Wisata Alam TWA berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 170KptsUm31978 tanggal 10-3-1978. TWA dan CA Pangandaran terletak di Desa Pangandaran Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis. Secara astronomis kawasan ini terletak antara 108 derajat 40’ BT dan 7 derajat 43” LS.

3.1.2. Keadaan Fisik Kawasan

3.1.2.1. Topografi

Topografi kawasan TWACA Pananjung Pangandaran terdiri dari 70 datar dan 30 berbukit. Dengan ketinggian rata-rata 50 m dpl. Daerah tertinggi mencapai ± 50 m dpl.

3.1.2.2. Geologi

Pembentukan semenanjung Pangandaran bersamaan dengan terbentuknya dataran Pulau Jawa yakni pada periode Miocene, Kondisi ini ditandai dengan batuan Breccia dan susunan kapur hal ini dapat dilihat pada bagian pantai. Susunan Miocene ini tertutup oleh karang dan endapan aluvial yang berasal dari