A
1
δ
A
F
m
F
d
A R
1
= p
1
δ
R
x R
D
1
P
2
δ
D
D
Fx        =   Fecunditas kelas umur Px      =    peluang hidup bagi individu kelas umur x untuk melangsungkan
kehidupan pada kelas umur berikutnya age specific survival δx          =    proporsi  anggota  populasi  yang  tidak  mengalami  peningkatan
kelas umur Dari  matriks  Leslie  tersebut,  dibangun  persamaan  aljabar  linear.
Ukuran  populasi  minimum  lestari  ditentukan  dengan  metode  eliminasi pada persamaan tersebut. Persamaan yang dibangun adalah:
N0 = A + R + D …………………………………………………………..……..1
N1 = {F.R+F.D+
δ
+ {A.P1+
δ
}+ {1-
δ
.P2+
δ
D
D……….....2 N2 = [F. {A.P1+
δ
}+F. {1-
δ
.P2+
δ
D
D}+
δ δ
] + [{P1. F.R+F.D+
δ
}+
δ
R
{A.P1+
δ
R}] + [P2. 1-
δ
{A.P1+
δ
}+
δ
D
{1-
δ
.P2+
δ
D
D}]….....................3
Keterangan : notasi δ didapatkan dari selang umur pada setiap kelas umur.
4.4.8. Ukuran Populasi Optimum Lestari
Populasi  awal  akan  diproyeksikan  pertahun  dengan  menggunakan matriks  Leslie  terpaut  kepadatan  Density  Dependence  sehingga  dapat
dilihat  pertumbuhan  populasinya.  Populasi  optimum  lestari  adalah
ukuran  populasi  pada  tahun  ke  t  dimana  selisih  antara  Nt  dengan  Nt+1 merupakan  selisih  terbesar  diantara  tahun-  tahun  lainnya.  Waktu  yang
digunakan  pada  proyeksi  populasi  ini  adalah  100  tahun.    Populasi  yang digunakan sebagai populasi awal dalam proyeksi matriks Leslie ini hanya
populasi  jenis  kelamin  betina.  Ukuran  populasi  pada  jantan  akan didapatkan dari perbandingan sex rasio.
Persamaan  matrik  Leslie  terpaut  kepadatan  yang  digunakan  adalah sebagai berikut:
Dimana: Fx = Fekunditas setiap kelas umur Px = Peluang hidup
N
t
= jumlah populasi pada setiap kelas umur Q = faktor pembatas pertumbuhan
q
t
= 1 + α. N
t
α = λ-1 K λ = e
r
laju pertumbuhan finit Coughley 1994 r = laju pertumbuhan
K = Daya dukung
Dalam  menyusun  matriks  Leslie,  selang  waktu  antar  kelas  umur haruslah  sama.  Karena  sulitnya  menentukan  umur  satwa  di  lapangan
maka  dalam  penelitian  ini  populasi  awal  pada  setiap  kelas  umur  akan dibagi  oleh  selang  waktu  pada  masing-masing  kelas  umur.  Sehingga
didapatkan  selang  waktu  yang  seragam  yakni  1  tahun.  Peluang  hidup yang  digunakan  ada  dua  yaitu  peluang  hidup  antar  kelas  umur  anak  ke
remaja  dan  remaja  ke  dewasa  dan  peluang  hidup  di  dalam  kelas  umur. Hal ini dilakukan karna tidak semua individu dalam kelas umur tersebut
berpindah  kelas  umur  pada  tahun  berikutnya.  Perkalian  matriks  dibantu dengan  Microsoft  Excel  2007.  Contoh  perkalian  matriks  terlapir  pada
Lampiran 2.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.  Ukuran Populasi Rusa Timor
Ukuran  populasi  rusa  timor  di  TWA  dan  CA  Pananjung  Pangandaran tahun  2011  adalah  68  ekor.  Angka  tersebut  merupakan  ukuran  populasi
tertinggi dari 6 kali pengulangan sensus yang dilakukan. Pengukuran populasi rusa  di  TWA  dan  CA  Pananjung  Pangandaran  juga  pernah  dilakukan  dalam
penelitian-penelitian  sebelumnya,  yakni  dari  tahun  2004  hingga  tahun  2009 Kangiras  2009.  Ukuran  Populasi  rusa  timor  di  TWA  dan  CA  Pananjung
Pangandaran  cenderung  menurun  dari  tahun  ke  tahun.  Pada  tahun  2004 tercatat  sebanyak  141  ekor  dan  dalam  kurun  waktu  kurang  dari  10  tahun
populasi  sudah  berkurang  lebih  dari  50.  Beberapa  penyebab  menurunnya populasi  rusa  timor  di  TWA  dan  CA  Pananjung  Pangandaran  akan  di  bahas
pada sub bab peluang hidup. Ukuran  populasi  TN  Alas  Purwo  didapatkan  dari  hasil  penelitian  yang
telah  dipublikasi  yaitu  berdasarkan  penelitian  Santosa  2008.  Pendugaan populasi rusa timor di TN Alas Purwo dilakukan dengan teknik sampling. TN.
Alas Purwo tidak memiliki data time series. Adapun data populasi rusa timor di  TN  Alas  Purwo  pada  tahun  2004  dan  2005  hanya  pada  salah  satu  daerah
yang  ada di Taman Nasional tersebut. Rekapitulasi ukuran populasi di kedua lokasi penelitian disajikan pada Tabel 5.1 berikut ini.
Tabel. 5.1. Ukuran Populasi Rusa Timor Tahun
TWA dan CA Pananjung
Pangandaran 530 ha
TN. Alas Purwo
40786 ha 2004
141 -
2005 124
- 2006
118 7992
2007 102
- 2008
73 -
2009 73
- 2010
- -
2011 68
- Sumber:  Data Primer 2011,  Kangiras 2009,  Santosa 2008.
5.2. Struktur Umur dan Sex Rasio
Stuktur  umur  adalah  perbandingan  jumlah  individu  di  dalam  setiap  kelas umur  dari  suatu  populasi  Alikodra  1990.    struktur  umur  suatu  populasi  dapat
digunakan  untuk  menilai  prospek  kelestarian  populasi  satwa  tersebut.  Menurut Van  Lavieren  1982  dalam  Alikodra  1990  terdapat  4  jenis  struktur  umur
populasi,  yaitu  struktur  umur  seimbang,  struktur  umur  dalam  keadaan  populasi yang  mundur,  struktur  umur  dalam  keadaan  populasi  berkembang  dan  struktur
umur dalam keadaan populasi yang mengalami gangguan. Jumlah individu dalam setiap kelas umur dan jenis kelamin di ketiga lokasi penelitian tersaji pada  Tabel
berukut ini: Tabel 5.2. Struktur Umur dan Sex Rasio Rusa Timor
Kelas Umur
TWA dan CA Pananjung Pangandaran 2011
TN. Alas Purwo 2006 Jantan
Betina Total
Jantan Betina
Total Anak
5 11
16 292
1112 1404
Remaja 7
14 21
369 1401
1770 Dewasa
14 17
31 1853
2965 4818
Total 26
42 68
2514 5478
7992
Penggolongan  individu  dalam  populasi  kedalam  kelas  umur  tidaklah mudah.  Pada  rusa  timor,  penentuan  kelas  umur  secara  akurat  dapat  dilakukan
dengan  memeriksa  susunan  geligi.  Sedangkan  pendugaan  umur  melalui pertumbuhan  rangga  hanya  akurat  pada  rusa  dibawah  umur  2  tahun  Semiadi
2006.  Pada  penelitian  ini  penentuan  umur  rusa  dilihat  dari  morfologinya,  yakni ukuran  tubuh.  Penggolongan  kelas  umur  hanya  dibagi  menjadi  tiga  kelas  yaitu
anak, remaja dan dewasa. Pada struktur umur  yang menyusun populasi rusa timor di TWA dan CA
Pananjung  Pangandaran  jumlah  individu  terbanyak  adalah  pada  kelas  umur dewasa,  lalu  kelas  umur  remaja  dan  yang  paling  sedikit  adalah  pada  kelas  umur
anak.  Apabila  dibuat  piramida  struktur  umur,  kondisi  ini  akan  membentuk piramida  terbalik  dimana  populasi  akan  mengalami  kemunduran.  Tetapi  karena
setiap  kelas  umur  memiliki  selang  umur  berbeda  maka  struktur  umur  yang sebenarnya adalah jumlah individu pada kelas umur tersebut dibagi dengan selang
umurnya.  Setelah  dibagi  dengan  selang  umurnya  struktur  umur  populasi  rusa timor di TWA dan CA Pananjung Pangandaran adalah seperti tersaji pada Gambar
5.1.
Gambar 5.1 Struktur Umur rusa timor TWA dan CA Pananjung Pangandaran Piramida  struktur  umur  tersebut  menunjukan  keadaan  populasi  yang
berkembang.  Dimana  jumlah  individu  anak  lebih  banyak  dibandingkan dengan  jumlah  individu  pada  kelas  umur  di  atasnya.    Piramida  tersebut  juga
menunjukan  sex  rasio  antara  jantan  dan  betina  pada  setiap  kelas  umur.  Sex rasio  kelas  umur  remaja  dan  dewasa  didapatkan  dari  pengamatan  langsung
dilapangan.  Sedangkan  sex  rasio  anak  didapatkan  dari  sex  rasio  pada  kelas umur  diatasnya  yaitu  remaja,  karena  sangat  sulit  untuk  membedakan  anak
jantan  dan  betina  di  lapangan.  Sex  rasio  jantan  remaja  dan  betina  remaja  di TWA dan CA Pananjung Pangandaran adalah 1: 2 sedangkan sex rasio jantan
dewasa dan betina dewasa adalah 1:1,2. secara general kondisi sex rasio pada populasi  tersebut  tergolong  normal  dimana  jumlah  betina  lebih  banyak
dibandingkan dengan jumlah jantan. Namun menurut Garsetiasih 2007, satu ekor  rusa  jantan  bisa  mengawini  4  ekor  rusa  betina.  Oleh  karena  itu  agar
kondisi  populasi  lebih  seimbang,  perlu  adanya  penambahan  populasi  rusa betina  atau  pengurangan  populasi  rusa  jantan  di  TWA  dan  CA  Pananjung
Pangandaran.
Gambar 5.2. Struktur Umur Rusa Timor di TN Alas Purwo Piramida  struktur  umur  di  TN  Alas  Purwo  juga  menunjukan  keadaan
populasi  yang  berkembang.  Kelas  umur  anak  dan  remaja  memiliki  jumlah individu  yang  lebih  banyak  dibandingkan  dengan  kelas  umur  di  atasnya.
Kecuali pada kelas umur jantan remaja. Kelas umur remaja jantan mengalami gangguan  populasi.  sehingga  ukuran  populasinya  lebih  sedikit  dibandingkan
dengan  kelas  umur  jantan  dewasa.  Pada  kelompok  satwa  dengan  sistem perkawinan  mengumpulkan  harem  seperti  rusa  timor  ini,  ukuran  tubuh  dan
kekuatan  merupakan  faktor  yang  menentukan  dalam  hal  interaksi  jantan dengan  jantan  Semiadi  2006,  sehingga  kemungkinan  rusa  jantan  remaja
lebih  sering  kalah  bersaing  dengan  rusa  jantan  dewasa  dalam  mendapatkan sumber daya termasuk pakan dan harem. Hal tersebutlah yang mengakibatkan
gangguan pada populasi rusa jantan remaja. Sex rasio jantan dan betina pada populasi  rusa  timor  di  TN  Alas  Purwo  juga  tergolong  normal  dimana  jantan
lebih banyak dari betina dengan perbandingan 1:4 pada kelas umur remaja dan 1:2 pada kelas umur dewasa.
Penurunan sex rasio jantan dan betina dewasa di kedua lokasi penelitian juga terjadi  pada  populasi  rusa  timor  di  Pulau  Peucang  Tim  Fakultas  kehutanan
IPB  1977  dalam  Mukhtar  1996.  Hal  ini  menimbulkan  dugaan  bahwa  rusa betina  memiliki  umur  yang  lebih  pendek  dibandingkan  dengan  rusa  jantan,
sehingga  angka  kematian  di  kelas  umur  dewasa  meningkat  dan  sex  rasio menjadi berkurang.
5.3 Peluang Hidup
Peluang hidup merupakan kemampuan individu kelas umur tertentu untuk hidup pada kelas umur diatasnya. Dalam kajian ekologi peluang hidup biasa di
sebut  survivorship.  Setiap  makhluk  hidup  memiliki  tipe  kurva  survivorship yang berbeda-beda.
Secara  umum  tipe  survivorship  dibedakan  menjadi  3  tipe  seperti  tergambar pada kurva survivorship berikut ini:
Gambar 5.3. Kurva survivorship Caughley, 1977 Kurva  tipe  1  merupakan  gambaran  populasi  yang  setelah  kelahiran  tidak
mengalami  penurunan,  akan  tetapi  menjelang  periode  umur  tertentu mengalami  penurunan  yang  drastis.  Bebrapa  populasi  vertebrata  besar  dan
manusia  termasuk  kedalam  kurva  tipe  1  Alikodra  1990.  Kurva  tipe  2 menggambarkan  angka  kematian  yang  relatif  tetap  untuk  setiap  kelas  umur
dari suatu populasi, kurva tersebut membentuk  garis diagonal. Kurva tipe ini merupakan ciri dari kurva survivorship pada binatang pengerat, beberapa jenis
burung  dan  populasi  invertebrata  Anderson  1985  dalam  Alikodra  1990. Kurva tipe 3 menyatakan suatu keadaan laju kematian sangat tinggi pada awal
hidupnya, seperti yang terjadi pada ikan, kemudian berangsur-angsur menurun sampai  tahap  akhir  dari  satu  periode  hidup.  Berdasarkan  penghitungan
peluang  hidup  rusa  timor  di  lokasi  penelitian  dapat  disimpulkan  bahwa  tipe kurva  survivorship  untuk  rusa  adalah  tipe  1.  Gambar  5.4  menunjukan  grafik
Tipe 3 Tipe 2
Tipe 1 Peluang
Hidup
Umur
peluang  hidup  rusa  timor  di  kedua  lokasi  penelitian.  Keduanya  mendekati bentuk  kurva  tipe1.  Walaupun  ada  kematian  di  awal  kelahiran  pada  kelas
umur  anak  namun  cenderung  bertahan  sampai  kelas  umur  dewasa  hingga akhirnya menurun drastis.
Gambar 5.4. Grafik Peluang hidup Rusa Timor Peluang  hidup  pada  kedua  lokasi  penelitian  dapat  dilihat  pada  Tabel
5.4.  pada  populasi  rusa  timor  di  TWA  dan  CA  Pananjung  Pangandaran peluang  hidup  dari  kelas  umur  anak  ke  remaja  sangat  kecil  yaitu  0,375  dan
meningkat  pada  saat  kelas  umur  remaja  ke  dewasa  yakni  0,5.  ada  beberapa faktor  yang  menjadi  penyebab  kecilnya  peluang  hidup  dan  besarnya  angka
kematian  pada  kelas  umur  anak  di  TWA  dan  CA  Pananjung  Pangandaran. Yakni adanya predator  yaitu anjing liar  yang sering mengejar dan memangsa
anak  rusa  dan  kematian  yang  disebabkan  terjerat  jaring  nelayan.  Hal  ini disebabkan  oleh  penyimpangan  kebiasaan  rusa  timor  yang  sering  keluar
kawasan  sehingga  anak-anak  rusa  dapat  bertemu  dengan  anjing-anjing penduduk dan juga dapat terjerat jaring nelayan yang sedang tergantung untuk
dikeringkan.  Peluang  hidup  pada  kelas  umur  remaja  ke  dewasa  lebih  besar dibandingkan  dengan  peluang  hidup  kelas  umur  anak  ke  remaja,  karena
individu-individu  remaja  sudah  mempunyai  tingkat  kewaspadaan  yang  lebih tinggi dari serangan predator dalam hal ini adalah anjing liar.  Penyimpangan
perilaku  rusa  timor  di  TWA  dan  CA  Pananjung  Pangandaran  secara  tidak langsung  mengurangi  kemampuan  rusa-rusa  tersebut  untuk  mencari  pakan
alami  karena  ketergantungan  dengan  sampah  dan  sisa  makanan  pemberian
manusia. Selain itu juga sifat anti predator rusa – rusa tersebut juga berkurang.
Gambar  berikut  ini  merupakan  salah  satu  contoh  ketergantungan  rusa  timor terhadap manusia.
Gambar 5.5. Penyimpangan Perilaku Makan Rusa Peluang  hidup  rusa  timor  di  TN  Alas  Purwo  jauh  lebih  besar  dibandingkan
dengan peluang hidup di TWA dan CA Pananjung Pangandaran, hal ini terjadi karena  kondisi  populasi  rusa  timor  di  TN  Alas  Purwo  tidak  banyak
berinteraksi  dengan  manusia  sehingga  perilakunya  masih  alami,  termasuk perilaku  anti  predator  sehingga  rusa  timor  di  TN  Alas  Purwo  lebih  dapat
mempertahankan  hidupnya.  Berkebalikan  dengan  kondisi  di  TWA  dan  CA Pananjung  Pangandaran,  tingginya  peluang  hidup  pada  kelas  umur  anak  ke
remaja  disebabkan  karena  dalam  satu  kelompok  anak  berada  dalam pengawasan  induknya,  berbeda  dengan  kelas  umur  remaja  yang  cenderung
memisahkan  diri  dari  kelompok  dan  membentuk  kelompok  sosial  baru, sehingga anak lebih terhindar dari predator Santosa 2008.
Tabel 5.3. Peluang Hidup Rusa Timor
TWA dan CA Pananjung
Pangandaran TN. Alas Purwo
Anak ke Remaja 0,375
0,84 Remaja ke Dewasa
0,5 0,68
5.4.Fekunditas
Fekunditas  atau  keperidian  merupakan  kemampuan  betina  untuk melahirkan  anak  dalam  satu  periode  kelahiran.  Fekunditas  pada  mamalia
besar  biasanya  dihitung  untuk  jangka  waktu  satu  tahun  Alikodra  1990. Dalam  penelitian  ini  fekunditas  dihitung  dengan  cara  membagi  jumlah
individu  anak  dengan  jumlah  individu  betina  produktif.  Umur  betina produktif  yang  digunakan  yaitu  umur  1,5  -12  tahun  Garsetiasih  2007.
Karena  kesulitan  dilapangan  untuk  membedakan  anak  dari  induk  kelas umur  muda  atau  dewasa,  dalam  penelitian  ini  fekunditas  dihitung  secara
general. Fekunditas rusa timor di kedua lokasi penelitian tersaji pada Tabel berikut ini:
Tabel 5.4. Fekunditas Rusa Timor di Lokasi Penelitian Pananjung
Pangandaran Alas purwo
Muda 0,6
0,45 Dewasa
0,6 0,45
Dalam  ekologi  terdapat  istilah  potential  fecundity  dan  realized fecundity
Krebs  1994.  Dimana  potential  fecundity  merupakan kemampuan  suatu  betina  untuk  menghasilkan  anak  dalam  satu  periode
kelahiran  secara  teori,  sedangkan  realized  fecundity  merupakan kemampuan  suatu  betina  untuk  menghasilkan  anak  dalam  satu  periode
kelahiran pada kehidupan nyata.  Rusa timor memiliki potential fecundity satu ekor anak setiap periode kelahiran Kangiras 2009, Garsetiasih 2007.
Berdasarkan  hasil  penelitian  ini  fekunditas  rusa  timor  di  TWA  dan  CA Pananjung  Pangandaran  dan  TN  Alas  Purwo  memiliki  nilai  dibawah
potential fecundity . Nilai fekunditas tersebut merupakan realized fecundity
untuk  rusa  timor  di  masing-masing  lokasi  penelitian.  Angka  realized fecundity
tersebut  menunjukan  bahwa  dalam  satu  tahun  rusa  dapat melahirkan  satu  ekor  anak  namun  kecil  kemungkinan  untuk  melahirkan
lagi  di  tahun  berikutnya,  karena  setelah  melahirkan  rusa  betina  dewasa memerlukan  waktu  untuk  merawat  anaknya  sebelum  mengandung  anak
berikutnya.  Masa  kebuntingan  rusa  timor  adalah  252  hari  atau  8,4  bulan
dengan  interval  kelahiran  271-372  hari.  Setelah  melahirkan  rusa  betina akan menyusui anaknya selama 4 bulan.
5.5.  Produktivitas Pakan dan Daya Dukung
Berdasarkan  penghitungan  produktivitas  pakan  rusa  yang dilakukan,  keenam  padang  rumput  yang  berada  di  TWA  dan  CA
Pananjung  Pangandaran  menghasilkan  rumput  sebanyak  308.345,5  kg pertahunnya.  Angka  produktivitas  tersebut  merupakan  akumulasi  dari
produktivitas  rumput  musim  hujan  dan  musim  kemarau.  Penelitian dilakukan pada saat musim kemarau. Data produktivitas pada musim hujan
didapatkan  dari  penggandaan  angka  produktivitas  pada  musim  kemarau, karena  produktivitas  pada  musim  hujan  adalah  dua  kali  lipat  dari
produktivitas pakan di musim kemarau Susetyo 1980. Tidak  semua  area  dari  masing-masing  padang  rumput  digunakan
atau dimanfaatkan sebagai sumber pakan oleh rusa timor. Susetyo  1980 membagi proper use menjadi tiga yakni, proper use untuk lapangan datar
dan  bergelombang  dengan  kemiringan  0-11  adalah  60-70,  pada lapangan  bergelombang  dan  berbukit  dengan  kemiringan  11-  51
adalah  40-45  dan  pada  lapangan  berbukit  sampai  curam  dengan kemiringan lebih dari 51 adalah 25-30.
Padang Penggembalaan Cikamal, Nanggorak dan Badeto memiliki kelerengan  11-51    sehingga  nilai  proper  use  yang  digunakan  adalah
40-45.  Sedangkan  padang  rumput  di  kawasan  TWA  memiliki kelerengan  yang  cukup  datar  sehingga  nilai  proper  use  yang  digunakan
adalah  60-70.  Produktivitas  pakan  rusa  di  TWA  dan  CA  Pananjung Pangandaran yang tersaji pada Tabel 5.5.
Dari  Keenam  padang  rumput  di  atas,  tiga  diantaranya  sudah terinvasi  oleh  tumbuhan  semak.  Padang  penggembalaan  Badeto  dan
Nanggorak sudah tidak pernah digunakan lagi oleh rusa untuk merumput. Sedangkan padang rumput terbesar di kawasan cagar alam  yaitu Cikamal
sekitar 40 nya sudah tertutupi oleh tumbuhan semak. Tumbuhan semak
yang  memenuhi  padang-padang  rumput  tersebut  diantaranya  adalah kirinyuh  Eupatorium  odoratum,  harendong  Melastoma  malabatrikum
dan  sembung  Blumea  balsamifera.  Penghitungan  tutupan  semak dilakukan  dengan  meretifikasi  citra  yang  didapatkan  dari  Google  Earth,
dengan  menggunakan  software  ArcGis  9,3.  Kumpulan-  kumpulan  semak dicari titik koordinatnya lalu dihitung luasannya.
Tabel 5.5. Produktivitas Pakan Rusa di TWA dan CA Pananjung Pangandaran
Lokasi Produktivitas
Pakan Musim Hujan
kgmusim Produktivitas
Pakan Musim
Kemarau kgmusim
Total kgtahun
Rengganis 2.610,7
1.305,4 3.916,1
Ciborok 1.389,6
694,8 2.084,4
Cikamal 176.995,0
88.497,5 265.492,5
Info Center 1.427,8
713,9 2.141,7
Badeto 7.256,3
3.628,1 10.884,4
Nanggorak 20.182,5
10.091,3 30.273,8
Total 314.792,3
Produktivitas  pakan  di  TN  Alas  Purwo  didapatkan  dari  hasil penelitian Santosa 2008 yakni 62.667.025 kgtahun.  Produktivitas di TN
Alas  Purwo  secara  keseluruhan  paling  tinggi  dibandingkan  dengan  TWA dan  CA  Pananjung  Pangandaran.  Namun  apabila  dibagi  dengan  luasan
padang  penggembalaan  yang  tedapat  di  kedua  lokasi  produktivitas  pakan di  TWA  dan  CA  Pananjung  Pangandaran  jauh  lebih  besar  dibandingkan
dengan  TN  Alas  Purwo.  Padang  Penggembalaan  di  TWA  dan  CA Pananjung  Pangandaran  menghasilkan  7.620,05  kg  rumputhatahun.
Sedangkan  TN  Alas  Purwo  hanya  menghasilkan  1.536,48  kg rumputhatahun.  Hal  ini  dapat  disebabkan  oleh  faktor  lingkungan  yang
berbeda di kedua lokasi penelitian.
a b
c Gambar  5.6.  Invasi  semak  di  Padang  Penggembalaan  Badeto  a  dan
Nanggorak b dan Cikamal c.
Daya Dukung
Secara umum daya dukung adalah jumlah satwa liar yang dapat di tampung oleh suatu habitat atau jumlah satwa liar yang terdapat pada
suatu  habitat  yang  dapat  mendukung  kesehatan  dan  kesejahteraannya Dasmann  1664,  Moen  1973,  Boughey  1973  dalam  Alikodra  1990.
Secara  khusus  daya  tampung  padang  rumput  atau  penggembalaan adalah  jumlah  satwa  yang  dapat  ditampung  oleh  suatu  luasan  padang
rumput  tanpa  melebihi  kapasitas  dan  tanpa  merusak  pertumbuhan kembali rumput dan kondisi tanah pada padang penggembalaan tersebut
Harlan  1956.  Dari  hasil  produktivitas  pakan  rusa  di  kedua  lokasi penelitian  maka  didapatkan  daya  dukung  pada  tiap  lokasi  dengan  cara
membaginya  dengan  kebutuhan  pakan  rusa  selama  satu  tahun.  Hasil penghitungan daya dukung ini masih jauh diatas populasi rusa yang ada
pada  masing-masing  lokasi  penelitian.  TWA  CA  Pananjung Pangandaran  hanya  memiliki  68  ekor  rusa  dengan  daya  dukung  128
ekortahun dan TN Alas Purwo 7992 ekor dengan daya dukung 38.844
ekortahun.  Berdasarkan  data  tersebut,  daya  dukung  bukanlah  faktor penghambat pertumbuhan populasi.
Sesuai  dengan  produktivitas  pakannya,  daya  dukung  TN  Alas Purwo  lebih  kecil  dibandingkan  dengan  daya  dukung  TWA  dan  CA
Pananjung  Pangandaran  apabila  dibagi  luasan  masing-  masing  lokasi penelitian.  Satu  hektar  di  TWA  dan  CA  Pananjung  Pangandaran
mampu menampung 3 ekor rusa sedangkan di TN Alas purwo hanya 1 ekor saja.
5.6.   Suhu, Kelembaban dan Curah Hujan
Iklim  mikro  seperti  suhu  udara,  kelembaban  dan  curah  hujan  secara langsung  dan  tidak  langsung  dapat  mempengaruhi  kehidupan  satwa  liar
termasuk  reproduksinya.  Pada  herbivora,  suhu,  kelembaban  dan  curah hujan  lebih  banyak  berpengaruh  terhadap  produktivitas  pakan  nya  yang
berupa tumbuhan. Ketersediaan pakan yang dipengaruhi oleh iklim mikro tersebutlah yang menyebabkan adanya musim kawin pada satwa Lincoln
1985. Data mengenai suhu udara, kelembaban  udara, dan curah hujan di
masing-masing lokasi penelitian disajikan pada Tabel 5.8 berikut ini:
Tabel 5.8. Suhu Udara, Kelembaban udara dan curah hujan Lokasi Penelitian
Suhu  udara  di  kedua  lokasi  penelitian  tidak  jauh  berbeda.  Suhu yang tinggi berpengaruh terhadap percepatan metabolisme tanaman, selain
itu  suhu  yang  tinggi  juga  berpengaruh  terhadap  tanah.  Pada  suhu  yang tinggi pelapukan tanah mineral dan dekomposisi bahan organik tanah akan
tinggi Sumarsono 2009. Dalam pertumbuhan rumput, pada lokasi dengan temperatur  yang  lebih  tinggi  produktivitas  rumput  lebih  tinggi
dibandingkan  dengan  produktivitas  di  lokasi  yang  temperatur  nya  lebih Faktor
Lingkungan Pananjung
Pangandaran Alas purwo
Suhu 27,5 °C
28°C Kelembaban
85 78
Curah Hujan 3196 mmthn
1631mmthn
rendah.  Pertumbuhan  rumput  memiliki  suhu  optimum  yaitu  20-25°C Hopkins 2000.
Selain  suhu  udara,  produktivitas  rumput  juga  dipengaruhi  oleh cahaya dalam membantu proses fotosintesis, air dan nutrisi tanah Hopkins
2000  Air  sangat  penting  dalam  pertumbuhan  rumput.  Air  berfungsi sebagai  pelarut  dan  media  pengangkutan  unsur-  unsur  nutrisi  yang
dibutuhkan  oleh  tumbuhan,  air  juga  memberikan  turgor  bagi  sel  yang penting untuk bembelahan sel dan perbesaran sel. Curah hujan yang tinggi
di  TWA  dan  CA  Pananjung  Pangandaran  memberikan  asupan  air  yang cukup  bagi  pertumbuhan  rumput  sehingga  produktivitas  rumput
dipangandaran  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  produktivitas  rumput  di TN Alas Purwo yang memiliki curah hujan yang lebih rendah.  Pengaruh
air terhadap pertumbuhan, produksi dan kualitas rumput juga pernah dikaji oleh  Dewi  1998.  Dari  hasil  penelitiannya  tanaman  yang  digenangi  air
pertambahan  tinggi,  jumlah  anakan,  dan  produksi  bahan  keringnya  lebih tinggi  dibangding  dengan  tanaman  yang  tidak  digenangi  oleh  air.  Tetapi
kandungan  protein  nya  lebih  rendah  dibandingkan  dengan  tanaman  yang tidak digenangi air.
5.7.       Ukuran Populasi Minimum Lestari
Berdasarkan  hasil  penghitungan  populasi  minimum  lestari  dengan persamaan aljabar linear didapatkan ukuran populasi minimum lestari di
kedua lokasi penelitian seperti pada Tabel 5.9.
Tabel 5.9. Ukuran populasi minimum lestari
Lokasi Anak
Muda Dewasa
Total Jantan   Betina  Jantan  Betina  Jantan
Betina TWA dan CA
Pangandaran 11
21 16
31 8
10 97
TN. Alas Purwo 1.121
4.484 298
1.190 1.091
2.183 10.367
Ukuran  populasi  minimum  lestari  rusa  timor  di  kedua  lokasi penelitian menunjukan ukuran yang berbeda. Ukuran populasi minimum
lestari bervariasi pada setiap spesies dan pada setiap populasi, tergantung pada  parameter  demografi,  lingkungan  dan  faktor  genetik  Shaffer
1981. Ukuran populasi minimum lestari pada gajah Asia yang dihitung oleh  Sukumar  1993  dengan  menggunakan  perangkat  lunak  Vortex
menunjukan  ukuran  populasi  yang  berbeda  pada  dua  populasi  yang memiliki  laju  pertumbuhan  populasi  yang  berbeda.  25-30  ekor  untuk
populasi  gajah  Asia  dengan  laju  pertumbuhan  0,02  2  pertahun  dan 65-80  ekor  untuk  populasi  dengan  laju  pertumbuhan  yang  lebih  lambat
yakni  0,005  0,5  pertahun.  Hardcourt  2002  menyatakan  bahwa ukuran  populasi  minimum  lestari  pada  primata  juga  bervariasi  sesuai
dengan luas wilayah.
5.8 Ukuran Populasi Optimum Lestari
Proyeksi  matriks  Leslie  terpaut  kepadatan  menghasilkan  ukuran –
ukuran populasi
pada tahun-tahun
mendatang. Populasi
yang diproyeksikan  pada  penelitian  ini  adalah  110  tahun  untuk  TWA  dan  CA
Pananjung Pangandaran dan 100 Tahun untuk TN Alas Purwo. Dari hasil proyeksi  tersebut  didapatkan  selisih  populasi  pada  tiap  tahunnya.  Selisih
populasi tersebut di Gambarkan dalam grafik 5.8 dan 5.9.
Gambar 5.8. Grafik selisih populasi rusa timor per tahun di TWA dan CA Pananjung Pangandaran.
5 10
15 20
25
2011 2016
2021 2026
2031
2036 2041
2046 2051
2056 2061
2066 2071
2076 2081
2086 2091
2096
2101
2106
In d
iv id
u
Tahun ke
∆ t Rusa Ti or di TWA da  CA Pa a ju g Pangandaran
∆nt
Gambar 5.9. Grafik selisih populasi rusa timor per tahun di TN Alas Purwo
Berdasarkan  hasil  Gambaran  selisih  populasi  pertahun  didapatkan jumlah produksi terbesar yaitu titik puncak pada grafik. Populasi optimum
lestari di TWA dan CA Pananjung Pangandaran tercapai pada N37 yaitu pada tahun 2047. Sedangkan di TN Alas Purwo ukuran populasi optimum
lestari  tercapai  pada  N  13  yaitu  pada  tahun  2018.  Pada  tahun  tersebut laju  pertumbuhan  populasi  mencapai  angka  maksimal  sehingga
menghasilkan  jumlah  individu  terbanyak  sebelum  laju  pertumbuhan menurun  lagi  akibat  adanya  batasan  kepadatan  di  tahun  berikutnya.  Pada
tahun  2047  tersebut  ukuran  populasi  rusa  di  TWA  dan  CA  Pananjung Pangandaran  mencapai    751  ekor  dengan  jumlah  anak  betina  153  ekor,
anak jantan 77 ekor, betina remaja 186 ekor, jantan remaja 93 ekor, Betina dewasa 132 ekor dan jantan dewasa 110 ekor. Sedangkan ukuran populasi
optimum  lestari  di  TN  Alas  Purwo  adalah  21.682  ekor  dengan  jumlah individu  anak  betina  6.386  ekor,  anak  jantan  1.597  ekor    betina  remaja
5.277 ekor, 1.319 ekor jantan remaja, 4.735 ekor betina dewasa, dan 2.367 ekor jantan dewasa.
5.9 Pertumbuhan Populasi Berdasarkan Proyeksi Matriks Leslie Terpaut
Kepadatan
Berdasarkan  hasil  penghitungan  ukuran  populasi  minimum  dan  optimum lestari  di  kedua  lokasi  penelitian  tidak  ada  lokasi  yang  memiliki  ukuran
200 400
600 800
1000 1200
1400
2006 2012
2018 2024
2030 2036
2042 2048
2054 2060
2066 2072
2078 2084
2090 2096
2102
u ku
ran p
o p
u lasi
tahun
∆ t Rusa Ti or TN Alas Purwo
∆nt
populasi  melebihi  ukuran  populasi  minimum  lestari  dan  ukuran  populasi optimum  lestarinya.  Untuk  itu  dapat  diprediksi  waktu  pencapaiannya  dengan
memproyeksikan  populasi  berdasarkan  matrik  Leslie  terpaut  kepadatan  pada masing-masing  lokasi  penelitian.  Hasil  proyeksi  matriks  Leslie  terpaut
kepadatan  di  kedua  lokasi  penelitian  disajikan  dalam  grafik  pertumbuhan populasi Gambar 5.10 dan 5.11
Gambar 5.10. Pertumbuhan populasi Rusa Timor di TWA dan CA Pananjung Pangandaran.
Gambar 5.11. Pertumbuhan populasi Rusa Timor di  TN Alas Purwo
Berdasarkan  kedua  grafik  tersebut,  populasi  rusa  timor  di  TWA  dan  CA Pananjung Pangandaran akan mencapai ukuran populasi minimum Lestarinya
50 100
150 200
250 300
350 400
450
2011 2018
2025 2032
2039 2046
2053 2060
2067 2074
2081 2088
2095 2102
2109 2116
Ju m
lah In
d iv
id u
Pertumbuhan Populasi Rusa Timor di TWA dan CA Pananjung Pangandaran
anak Muda
Dewasa
2000 4000
6000 8000
10000 12000
14000
2006 2012
2018 2024
2030 2036
2042 2048
2054 2060
2066 2072
2078 2084
2090 2096
2102
u ku
ran p
o p
u lasi
tahun
Pertumbuhan Populasi Rusa Timor di TN Alas Purwo
Anak Muda
Dewasa
pada tahun 2020 yakni 9 tahun mendatang, sedangkan TN Alas Purwo sudah mencapai  ukuran  populasi  minimum  lestarinya  pada  tahun  ke  5  yakni  tahun
2010 yang lalu. Pencapaian  ukuran  populasi  minimum  lestari  di  TN  Alas  Purwo  lebih
cepat  dibandingkan  dengan  di  TWA  dan  CA  Pananjung  Pangandaran  karena peluang hidup rusa timor di TN Alas Purwo lebih besar dibandingkan dengan
di  TWA  dan  CA  Pananjung  Pangandaran.  hal  ini  sesuai  dengan  hasil penelitian  Surya  2010  yang  menyatakan  bahwa  peluang  hidup  lebih
berpengaruh terhadap ukuran populasi minimum lestari dibandingkan dengan nilai  fekunditas.  Walaupun  nilai  fekunditas  di  TWA  dan  CA  Pananjung
Pangandaran  lebih  besar  dari  fekunditas  di  TN  Alas  Purwo,  namun  hal tersebut  tidak  terlalu  berpengaruh  karena  dengan  peluang  hidup  yang  kecil
berarti  individu  produktif  yang  dapat  menghasilkan  keturunan  semakin berkurang.
VI. SIMPULAN DAN SARAN